Proses
kehidupan manusia normal semua sama, bermula dari pertemuan antara kedua orang
tua, dikandung Ibu, lahir sebagai bayi, tumbuh menjadi anak-anak kemudian
dewasa dan selanjutnya akan mengulangi lagi kehidupan orang tua dulu yaitu berpasangan
dan melahirkan generasi baru.
Ditengah
proses kehidupan itu, terdapat kematian yang tidak dapat terelakkan, siapapun
dia, pasti akan mengalami apa yang dinamakan mati itu. Kalau hidup, melalui
proses ketemunya dua orang yang berlainan jenis. Sedangkan proses kematian
disebabkan dua aspek yaitu: yang pertama “batas
usia” yang kedua “ajal”. Antara
batas usia dan ajal terkait erat, karena “sebelum
ajal berpantang mati”. Berapapun usia orang
kalau sudah ajalnya akan mati, berapa lamapun hidup seseorang pasti akan
ketemu ajalnya bila sudah sampai batas usianya.
Al-Qur’an
memberitahukan banyak tentang hal kematian dan kehidupan manusia di dunia ini
diantaranya seperti yang tersurat dalam ayat 2 surat Al-Mulk:
“Yang
menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang
lebih baik amalnya”
Dari ayat ini, dipahami bahwa
tujuan Allah menciptakan mati dan hidup adalah untuk menguji manusia, siapa
diantara manusia itu yang paling baik amalnya.
Kita
sudah mengerti, walau kadang sesekali terlupa bahwa mati itu adalah pasti akan
kita temui. Agama mengajarkan bahwa setelah mati akan dimintai pertanggung
jawaban selama hidup. Yang dipertangung jawabkan adalah amal. Beruntunglah bagi
mereka yang banyak melakukan amal kebaikan. Sedangkan amal kebaikannya itu
diterima oleh Allah yang menciptakan mati dan hidup tersebut. Berkaitan dengan amal, adapula orang yang merugi atas amalnya setelah
memasuki kematian yaitu:
1. Orang
yang masa hidupnya tidak baik amalnya
2. Orang
yang semasa hidupnya banyak berbuat amal kebaikan tetapi amal tersebut batal
atau dibatalkannya sendiri.
Untuk point pertama,
sudah jelas bahwa yang bersangkutan sudah memang tidak mengharapkan kebahagiaan
di akhirat. Sengaja berlaku seenaknya, berbuat maksiat dan pelanggaran
ketentuan agama dan hukum. Walau selama hayat masih dikandung badan, tidak
tertutup kemungkinan orang ini mendapatkan rahmat Allah, bila diakhir hidupnya
bertobat diiringi perbuatan baik.
Kelompok kedua
yang merugi di akhirat kelak, adalah orang semasa hidupnya banyak berbuat
kebajikan, tetapi perbuatan baiknya itu, batal atau dibatalkan sendiri oleh
yang bersangkutan. Dilambangkan Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah 264:
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang
menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada
Allah dan hari kemudian”.
Kemudian
dilanjutkan bahwa perumpamaan amal kebaikan orang yang tersebut di atas adalah
seperti lumpur menempel di batu tersiram hujan lebat. Jadi apa yang
diamalkannya habis tak bersisa sedikitpun.
“Maka perumpamaan orang
itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa
hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai
sesuatupun dari apa yang mereka usahakan”
Untuk menghindari kerugian beramal tersebut, maka
kunci kesuksesan beramal adalah:
1. Niat Ikhlas hanya untuk Allah,
beramal semata-mata untuk mendapatkan keredhaan Allah. Tidak bermaksud lain,
seperti untuk mendapat penghargaan dari manusia, penghargaan dari atasan atau
bawahan. Kemudian kebaikan itu tidak diiringi mengungkit-ngungkitnya. “Seperti kalau bukan karena saya………….”. Rangkaian
kebaikan dapat saja misalnya, ikut berperan besar dalam membangun sarana
ibadah, katakanlah masjid. Akan batal amal tersebut, bila setelah berjalan
sekian lama masjid terbangun, timbul perasaan ingin mendapat pujian dari
manusia, timbul keinginan untuk mendapatkan penghargaan dari masyarakat, lantas
ngomong “Masjid itu, tidak akan jadi
seperti itu kalau bukan lantaran saya”
atau kadang diamalan kebaikan lain, lebih indah lagi ditambah dengan
kata “Alhamdulillah bulan Ramadhan lalu
saya telah menyantuni sekian anak yatim”. Paling menyakitkan lagi, misalnya
pernah membantu seseorang, sehingga orang tersebut sukses. Setelah orang itu
sukses, diomongkan bahwa kesuksesan orang itu adalah lantaran dia. Mungkin juga
benar, tapi hal ini telah membatalkan kebaikan, seperti lumpur di atas batu tertimpa
hujan lebat.
2. MERASA
DIAWASI ALLAH. Setiap diri dalam berbuat amal apapun selalu merasa Allah
mengawasi gerak geriknya. Apabila disuatu ketika dihadapkan kesuatu kesempatan
berbuat tidak senonoh, atau korup, langsung ingat bahwa Allah dekat dan selalu
mengawasi, maka tentu saja perbuatan jahat dan korup tersebut akan diurungkan
untuk dilaksanakan. Semboyan ini, slogan ini gampang sekali untuk dinasihatkan
kepada orang. Para ustadz selalu mengingatkan dalam setiap majelis ta’lim,
ceramah dan khutbah Jum’at. Tetapi tidak gampang untuk dilaksanakan, termasuk
ustadz yang gencar menyampaikan nasihat itu sendiri. Kalau begitu bagaimana
caranya agar setiap insan selalu merasa diawasi oleh Allah. Menurut hemat saya
harus terlaksana paling kurang dua hal penting:
a.
Setiap
diri harus taat melaksanakan sekurangnya perintah shalat,
karena dengan demikian dirinya selalu berzikir (ingat Allah) sekurangnya dalam
shalat 5 waktu. Manakala ditempat pekerjaan ketika mulai pagi menjelang zuhur
ada kesempatan berbuat amal buruk. Diri ingat bahwa ketika shalat subuh
berdialog dengan Allah. Begitu selanjutnya diperbaharui lagi mengingat Allah
ketika Zuhur dan kembali berkegiatan lagi dan jika bertemu lagi dengan
kesempatan beramal buruk, ingat baru saja shalat zuhur dan seterusnya, begitu
pula berbisnis apapun, sampai ashar dan
magrib, merasa tidak lepas dari pengawasan Allah.
b.
System
dalam masyarakat. Mungkin pembaca bertanya, aah itu para
koruptor kan shalatnya taat, tiap waktu tak pernah tinggal. Para koruptor
kadang haji lebih sekali, umrah saban tahun. Tapi kenapa masih saja
korupsi…………..? Ini pertanda bahwa diri sendiri saja sudah tidak kuat melawan
bujuk rayu syaitan. Oleh karena itu perlu ada system yang diterapkan agar
pengawasan Allah itu dapat diwakili oleh manusia terutama yang punya otoritas,
sebagai khalifah Allah dimuka bumi ini. Sebagai contoh di Makkah dan Madinah,
misalnya; Ketika azan sudah berkumandang, setiap kegiatan bisnis dihentikan.
Pedagang tidak mau lagi menerima pembayaran dari pembelinya, walau sudah putus
harga, dagangan diselimuti hanya dengan kain tanpa menutup toko, pedagang pergi
shalat. Apa sebab demikian, antara lain ada aturan, system yang baku di kedua
kota tersebut. Bila seorang pedagang kedapatan menerima transaksi ketika azan
sudah dikumandangkan, akan dianggap melanggar hukum dan dikenakan denda yang
tidak sedikit. Hukum ditegakkan tanpa pandang bulu. Begitu pula hendaknya di dalam
tatanan kemasyarakatan hendaklah ada system sedemikian rupa sehingga setiap
orang bertransaksi apapun, mengurus surat menyurat atau perizinan, mengikuti
tender, melaksanakan pembangunan gedung. Pokoknya dalam interaksi apapun ada
suatu system sehingga setiap orang merasa diawasi Allah baik oleh dirinya
sendiri, maupun oleh system. Pernah kualami ketika membayar rekening langganan
rumah tangga disuatu perusahaan (tidak etis disebut). Tertera dalam tagihan Rp
37.645,-- (tiga puluh tujuh ribu enam ratus empat puluh lima rupiah). Untuk
memudahkan transaksi karena recehan sampai dua angka didepan koma sudah sulit mendapatkannya.
Sedari rumah sudah disiapkan uang pecahan 20ribu selembar, 10ribu selembar, 5
ribu selembar, 2ribu selembar, koin 500 sekeping, koin 200 sekeping. Total
menjadi Rp 37.700. seharusnya sudah lebih Rp 55,- Tapi karena pecahan tersebut
sudah agak sulit ok.lah. Apa yang terjadi para pembaca. Penerima (kebetulan
Ibu-ibu sudah lumayan hampir pensiun beberapa tahun lagi dan berjilbab)
mengatakan kurang Pak!!! seharusnya 38 ribu. Akhirnya saya ingatkan yang
bersangkutan, bahwa agar sholat dhuha kita diterima Allah, jangan banyak-banyak
ngambil lebihan. Tadi sudah lebih 55 rp. Rupanya itu ibu kasir tetap bertahan
minta uang pecahan 50 ribu kebetulan saya bawa dan kemudian mengembalikan Rp
22.350. Malah hampir pas, mungkin karena diingatkan pengawasan Allah tadi. Ibu
itu tidak mau menerima uang pas tadi, tentulah gengsi sebab sudah menolak. Nggak
apalah saya merasa sudah membantu ibu tadi mengingatkan bahwa sekecil apapun
penerimaan dengan cara yang tidak halal itu adalah haram. Ini system secara
lebih luas mungkin perlu dibudayakan. Supaya sarana pengingat Allah itu bukan
saja melekat pada diri, tetapi juga harus dibantu pihak lain, dibantu system
yang tidak mudah untuk orang berbuat curang.
3. ADIL.
Kunci ketiga agar sukses beramal ini perlu ditanamkan “ADIL” pada diri setiap
orang yang melakukan amal kebaikan. Sebab ketidak adilan akan mencurangi orang
lain. Orang yang tercurangi itu, kelak pada pengadilan yang maha adil, akan
diberi kesempatan oleh Allah menuntut keadilan yang tidak didapatnya di dunia. Kita
yang pernah mencurangi orang yang tercurangi itu, akan diminta untuk membayar
dengan amal baik kita. Semakin banyak kecurangan kita maka semakin banyak faktor
pengurang dari amal baik yang pernah dilakukan dan akhirnya bukan mustahil
menjadi defisit.
4. Mohan maaf bila melakukan kesalahan
sesama. Hal ini perlu dilakukan agar mengamankan amal
kebaikan yang sudah kita tabung untuk akhirat, agar tidak terkuras oleh
orang-orang yang secara sengaja maupun tidak sengaja terlanjur kita dzalimi.
Maklum kita manusia ini kesadaran dan kedewasaan kita berbanding lurus dengan
usia dan pengalaman serta pendidikan kita. Diusia muda kadang orang gampang
sekali terbakar emosi, orang dengan mudah menyakiti orang lain tetapi sejalan
dengan usia mulai lanjut, sejalan dengan pengalaman, sejalan dengan penambahan
ilmu maka mungkin disadari bahwa diri ini pernah mendzalimi orang dulu, maka
usahakanlah untuk memohon maaf kepada yang bersangkutan. Untuk menghindari
nanti di yaumil hisab amal kebaikan kita dipindahkan kepada orang yang terdzalimi
tersebut.
5.
Lupakan
kebaikan, ingat dosa. Sesungguhnya jika dibandingkan
antara kebaikan yang telah kita lakukan, dengan nikmat Allah, adalah bukan
apa-apa, bukan bandingannya. Begitu juga dengan dosa yang pernah dilakukan,
barang kali belum imbang dengan kebaikan yang kita perbuat. Kecuali amal
keburukan kita, dosa kita telah dihapus bukukan oleh Allah. Oleh karena itu
agar kita tidak condong untuk mengingat kebaikan kita, kemudian secara tidak
sengaja membatalkannya dengan menyebutnya. Adalah upaya yang baik, bila
kebaikan yang pernah kita lakukan dilupakan saja. Sesekali saja mengingatnya,
itupun jika sangat diperlukan ketika berdo’a kepada Allah, bukan mengingatnya
dihadapan manusia. Selanjutnya ingat selalu dosa kita dan karena mengingat
selalu dosa itu, maka tak henti hentinya kita mohon ampun kepada Allah.
Mudah-mudahan dengan berulang kali meminta ampun atas dosa-dosa itu, Allah menghapus
bukukan semua dosa kita. Amien, ya rabbal alamin. Selanjutnya amal kebaikan
kita terterima utuh sebagai bekal di kampung akhirat yang kekal tiada bermasa.
No comments:
Post a Comment