Saturday 21 September 2024

NUNUT & KATUT

Oleh: M. Syarif Arbi No: 1.270.09-4.2024. Kausa kata Bahasa Indonesia sangat kaya, apalagi bila diikutkan dialek bahasa2 daerah, yang kini sebagian sudah masuk dalam perbendaharaan Bahasa Indonesia. Contoh kata “nunut dan katut”, kini dipahami oleh kita semua, berasal dari istilah bahasa daerah. “Nunut” artinya numpang dengan konotasi numpang suatu kendaraan. Pengertian lebih rinci “nunut” numpang tanpa bayar atau gratis. Ada 3 hal berperan dipersoalan “nunut” di kendaraan: Pertama; adanya kendaraan, sedang dalam perjalanan menuju ke suatu destinasi. Penunut dimungkinkan menunut bukan dari awal perjalanan, tapi ikutan naik kendaraan di tengah perjalanan. Dalam hal bepergian keluar kota dengan kendaraan pribadi, ditempat yang sepi, tiba2 dari kejauhan ada orang yang memberi isarat ingin nunut, kalau orang tersebut tidak dikenal sebaiknya dihindari. Kedua; adanya pemilik kendaraan yang berada dalam kendaraan itu, dapat saja dia adalah pengemudi kendaraan. Kalau nanti misalnya di tengah perjalanan si penunut menurunkan pemilik kendaraan/pengemudi dengan paksa, lalu mengambil alih kendaraan, itu bukan nunut namanya, tapi begal. Dalam hal si pemilik kendaraan tidak ikutan dalam perjalanan itu, istilahnya bukan juga nunut, yang cocok istilahnya pinjam kendaraan (kalau gratis) nyewa kendaraan (kalau dengan membayar). Ketiga; penumpang yang nunut, tanpa bayar, biasanya dengan pembicaraan terlebih dahulu, timbul suatu kesepakatan bahwa penumpang tidak bayar, jangan sampai di tengah perjalanan ditarik karcis, atau nanti diminta ikut membiayai ongkos perjalanan. Adapun kendaraan yang lazim di “nunuti”, bisa kendaraan pribadi, tak jarang pula kendaraan angkutan umum. Dulu semasa masih sering naik kendaraan umum di Jakarta (ketika itu bis kota atau Oplet, belum ada busway), sering kali orang nyetop di pingir jalan, lantas ngomong ke supir; “bang,…. boleh nunut nggak sampai ke……….,…maaf saya pas cekak”, umumnya si supir ngasih izin ke penunut, sesampai tujuan tanpa bayar, si penunut hanya ngucapkan “terimasih bang”. Supir2 di Jakarta tau betul kehidupan Jakarta, dimana tak semuanya orang punya uang, tapi ada keperluan ke suatu tempat tujuan, mungkin sesampainya di tujuan untuk cari uang. Di awal tulisan selain “nunut” disinggung juga “katut”. Pengertian “katut”, terikut secara pasif, konotasi “katut” ikut suatu keadaan, misalnya seseorang mahasiswa tidak terlalu pandai, tetapi ikutan lulus meskipun dengan nilai pas2an, lantas katut wisuda bersama kelompok rekannya lain yang nilainya baik2. Namun tetap saja ada suatu kelompok yang ditumpangi yaitu kelompok mahasiswa2 yang lulus. Kalaulah mau mengambil persamaan antara “Nunut dan “Katut”, disinilah persamaannya yaitu ada pihak yang ditumpangi, ada penumpang. Dalam hal “katut” numpangnya juga tidak bayar. Samakah “Nunut” dengan “Nebeng”, mungkin iya. Sementara itu mungkin “Katut” tidak sama dengan “Nebeng”. Oleh karena itu “Nunut” dapat juga terjadi bukan numpang di kendaraan, tetapi numpang suatu keadaan kenikmatan; misalnya ada istilah cukup terkenal: “Suargo NUNUT Neroko KATUT”. Istilah “suargo nunut neroko katut” pernah kudengar dituturkan seorang ibu tetangga kami di suatu daerah, ketika kami masih bertugas di luar Jakarta 40 tahunan yang lalu. Suami ibu dalam ceritaku ini, seorang pensiunan taat dalam agamanya, ia rajin sekali pergi ke tempat ibadah agama yang dianutnya. Dalam pada itu si istri tidak ikutan aktif beribadah. Di usiaku yang waktu itu masih suka “kepo” kutanyakan kepada si Ibu, kenapa beliau tidak ikutan aktif ke tempat ibadah seperti sang suami. Jawaban beliau “sebagai istri suargo nunut neroko katut” terjemahan bebasnya dalam Bahasa Indonesia “sebagai seorang istri surga nunut suami kalau si suami masuk surga, jika suami masuk neraka juga si istri akan katut”. Dalam keyakinan agamaku bahwa di akhirat nanti masing2 orang tidak dapat saling bantu, si suami tidak dapat membantu istri, begitu juga istri tidak dapat membantu suami. وَاتَّقُوْا يَوْمًا لَّا تَجْزِيْ نَفْسٌ عَنْ نَّفْسٍ شَيْـًٔا وَّلَا يُقْبَلُ مِنْهَا شَفَاعَةٌ وَّلَا يُؤْخَذُ مِنْهَا عَدْلٌ وَّلَا هُمْ يُنْصَرُوْنَ “Dan takutlah kamu pada hari, (ketika) tidak seorang pun dapat membela orang lain sedikit pun. Sedangkan syafaat dan tebusan apa pun darinya tidak diterima dan mereka tidak akan ditolong”. (Al-Baqarah 48) اِنَّ يَوۡمَ الۡفَصۡلِ مِيۡقَاتُهُمۡ اَجۡمَعِيۡنَۙ* يَوۡمَ لَا يُغۡنِىۡ مَوۡلًى عَنۡ مَّوۡلًى شَيۡــًٔا وَّلَا هُمۡ يُنۡصَرُوۡنَۙ* “Sungguh, pada hari keputusan (hari Kiamat) itu adalah waktu yang dijanjikan bagi mereka semuanya. (Yaitu) pada hari (ketika) seorang teman sama sekali tidak dapat memberi manfaat kepada teman lainnya dan mereka tidak akan mendapat pertolongan”. (Ad-Dukhan: 40 - 41) Semoga sisa usia kita dapat diupayakan untuk selalu beramal kebaikan, buat bekal bagi diri masing2 di akhirat nanti, karena masing2 individu akan bertanggung jawab sendiri2 di mahkamah Allah di akhirat nanti, tidak dapat “Nunut & Katut”. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه 21 September 2024 M 17 Rabiul Awal 1446 H

No comments:

Post a Comment