Tahun 1991 pertama kali ku ketanah suci Makkah. ketika itu
menjadi jamaah haji belum harus antri seperti sekarang, begitu siap dana dan
sehat dapat berangkat.Teknologi komunikasi belum secanggih kini. Jika kangen ke
keluarga di tanah air, pergi ke kantor telkomnya Saudi, beli koin. Masukkan
koin ke telepon yang tersedia, begitu mengucapkan salam, koinpun masuk ke dalam
peralatan telepon dengan cepat dan banyak. Beda dengan sekarang, setiap saat
jamaah haji dapat kontak ke keluarga di tanah air.
Rupanya, perlakuan masjid di tanah suci belakangan ini nampaknya
juga sudah berubah. Sebelum era digital seseorang tak diperkenankan masuk
masjid membawa kamera, membawa HP. Soal kamera, ketika itu, kadang bukan hanya
di masjid, malah mulai masuk melalui Imigrasi, ada petugas bandara Saudi yang
begitu gemas terhadap kamera. Kamera diminta, selanjutnya dibukanya tempat
filmnya kemudian rol film dikeluarkan dan dimasukkan ke tempat sampah, baru
kamera dikembalikan ke pemilik. Sedangkan HP seingatku sepuluhan sampai lima
tahunan lalu masih dilarang masuk masjid Nabawi dan Majidil Haram. Belakangan
tahun 2012-2013 kulihat masalah jamaah membawa HP masuk masjid sudah tidak
dipersoalkan lagi. Kebetulan ketika
Ramadhan, di masjidil haram kulihat begitu banyaknya jamaah pengguna kitab
Al-Qur’an sehingga di tempat-tempat rak Al-Qur’an dibeberapa ruang di masjid
habis dipinjam jamaah. Banyak juga kuliat jamaah yang membaca Al-Qur’an dari
aplikasi pada alat elektronik yang ada di tangannya termasuk HP.
MENYOAL ATM
Sekarang ini, ATM sudah dapat dipergunakan di Mekkah dan
Madinah, banyak tersedia Anjungan Tunai Mandiri itu di berbagai tempat yang
mudah di jangkau. Ada sedikit mungkin baik untuk diinformasikan kepada jamaah Perihal
ATM ini. Waktu itu kami pulang dari Makkah tahun 2007 bersama anggota keluarga termasuk Ibunda
Istri saya. Sementara menunggu saat yang tepat masuk bandara di Jeddah, kami
mampir di pertokoaan besar di Jeddah “Al-Balad”. Ketika melihat di etalase
sebuah toko HP, saya tertarik dengan model suatu HP. Sayapun menawar HP
tersebut, setelah harga sepakat, maka saya keluarkan pecahan Real tersesisa
dalam dompet dan juga pecahan USD agar si punya toko menggabung kedua mata uang
itu untuk harga HP tersebut. Pemilik toko Tanya “Punya ATM”?, tanpa pikir
spontan saya keluarkan ATM suatu bank
dari dompet saya. Dengan cekatan ATM tersebut disambar dari tangan saya,
pemilik toko masuk keruangan di tokonya itu. Tentu saja kami berdua tertegun,
kaget, dengan perlakuan yang tak biasa bila di negeri kita. Saking kagetnya
juga berseru “eee tunggu duluuu”, tapi yang bersangkutan tanpa menghiraukan
seruan kami langsung masuk ruangan di tokonya itu. Keluar dari ruangan pemilik
toko sudah membawa kotak HP yang saya inginkan dan mengembalikan ATM saya berikut
struk pembayaran. Sementara Ibundanya istri saya terpisah dari kami rupanya
beliau tertarik melihat toko-toko lain dalam Mall tersebut. Lama kami baru
ketemu lagi untuk konsolidasi rombongan guna naik bis menuju bandara untuk
pulang ke tanah air. Yang mengherankan kami adalah bahwa untuk transaksi
tersebut, kami tidak dimintai pemilik toko untuk menanda tangani sesuatu, tidak
pula dimintanya untuk memasukkan PIN sebagaimana kalau kita bertransaksi di
bank di tanah air. Setelah sampai di Jakarta, saya ke bank untuk mengecek
saldo, ternyata rekening saya dikurangi benar, hanya sebesar transaksi HP
tersebut dalam konversi Real. Saya lapor ke petugas bank, karena ada
kehawatiran saya, kalau begitu bila ATM itu tercecer ditemukan orang lain, maka
pemegang ATM dapat saja belanja dengan ATM itu, sebab tanpa harus menyertakan
PIN, tanda tangan dan pengecekan identitas.
Demikian informasi yang kami alami, tapi mungkin yang kami
alami ini tidak universal sebab orang lain punya pengaman sendiri. Semoga ada
manfaatnya untuk berhati-hati menyimpan
kartu ATM anda.
No comments:
Post a Comment