izin
pakai bahasa daerah, “Tekantal”; adalah untuk mengungkapkan suatu keadaan
seseorang yang kepeleset, jatuh terduduk ke belakang. Terpelesetnya ini
disebabkan sesuatu yang licin sebagai pemicunya, misalnya lantai licin, jalan
tanah liat yang baru habis diguyur hujan. Tapi istilah “Tekantal” ini
dimaksudkan untuk kondisi orang yang kepeleset tersebut disebabkan sesuatu yang
seharusnya sudah diketahuinya sebelumnya. Udah tau lantai licin, mbok di pel
dulu. Udah tau bahwa jalan tanah liat, bila habis diguyur hujan pasti licin,
tunggulah udah kering baru lewat.
Istilah
ini, kalaupun kuungkapkan di tanah kelahirankku sekarang ini, belum tentu
anak-anak muda paham, sebab daerahku kini penduduknya sudah bercampur dengan
seluruh daerah yang ada di Indonesia dengan aneka tutur yang sudah membaur.
Kuangkat istilah ini agar kita makin mengerti bahwa sungguh; bahasa kita
demikian kaya dengan ungkapan yang pas untuk suatu kondisi. Ungkapan itu juga
kena atau tepat sekali buat seseorang yang jatuh terpeleset, terduduk kebelakang
itu dari jabatannya disebabkan sesuatu yang dibuatnya/dipertahankannya sendiri,
padahal si pejabat seharusnya sudah tau kalau tetap bertahan dengan
pendiriannya akan “tekantal” akibatnya.
Akan lebih jelas istilah “Tekantal” ini jika diberikan contoh.
Sekedar
untuk contoh sebagai misal, tersebut kisah dikampung seorang Kepala kampung,
baru saja belum lama memangku jabatan sebagai kepala kampung, menggantikan
kepala kampung lama yang habis masa jabatannya.
Kepala kampung sangat sayang dengan hewan piaraannya seekor Beruang
Putih diberinya nama “Kumang”, sebab ketika ditemukan di hutan belantara masih
kacil ditinggal induknya mati tertembak pemburu. (Kumang berarti ndak punya
Bapak dan punya Induk).
“Kumang”,
dasar beruang, walau sudah dipelihara empat lima tahun, karena memang bukan
hewan ternak, tetap saja punya perangai binatang buas. Kumang sering lepas dari
kandangnya masuk kampung, merusak kandang ayam penduduk sekaligus membunuh
hewan peliharaan penduduk, bukan mustahil kalaulah penduduk kampung tak
menghindar akan ada yang cedera atas ulah “Kumang”.
Jelaaas,
penduduk memprotes keras dan menuntut agar si “Kumang”, di krangkeng, jangan
dibiarkan bebas berkeliaran di halaman rumah kepala kampung, hanya dibatasi
pagar rumah, dia dapat melompat pagar, dia leluasa merusak kenyamanan penduduk.
Tapi pak Kepala Kampung, malah tetap mempertahankan si “Kumang” tidak usah di
kerangkeng, dengan alasan peri kemanusiaan untuk hak azasi kehewanan. Selain
itu di dibuktikan oleh bapak Kepala kampung, bahwa betapa jinaknya si “Kumang” dengan
tuannya dan keluarga seisi rumah termasuk para pembantu. Jadi menurut bapak Kepala
kampung, tak ada alasan untuk mengkrangkeng si Kumang.
Selang
berapa lama, si “Kumang” berulah lagi, merusak kebun penduduk, merusak kandang
ayam penduduk, menggangu hewan ternak penduduk dan orang-orang terutama
anak-anak, ketakutan dan terganggu karenanya. Tak terelakkan terjadi gerakan
penduduk besar-besaran dengan membawa bukti tentang kerusakan yang di lakukan
oleh “Kumang”, sembari penduduk menuntut Kepala kampung lengser. “Kumang di
tangkap secara beramai ramai, terpaksa sedikit dengan kekerasan akhirnya dapat
diikat. Arus penduduk yang diikuti hampir seluruh penduduk kampung termasuk
mpok-mpok stw tak dapat dibendung, akhirnya pak Kepala kampung mundur. Ini
model mundur yang cocok disebut “Tekantal”.
Makanya
hati-hati, buat Kepala kampung atau siapa saja, misalnya anda sendiri, jangan
sampai “Tekantal”, hanya karena mempertahankan hewan peliharaan,
mengesampingkan saran para penduduk, tidak mengindahkan keberatan tetangga. Seharusnya
hewan buas peliharaan yang mengganggu ketertiban umum itu di karengkeng, atau
udahlah serahkan aja ke Zoo. Misalnya anda pelihara Beruang, konon binatang ini
sangat setia dengan tuannya, di depan mata si Beruang, jangan sekali-kali anda
bergurau dengan teman anda, misalnya tinju-tinjuan, cubit-cubitan. Si Beruang
akan mendendam terhadap teman anda bergurau tersebut, dikiranya anda musuhan/Berkelahi,
begitu ada kesempatan dia akan menyerang teman anda bergurau tadi, untuk
menuntut balas. Ngeri yaa. amit-amit jangan peliharalah binatang buas, mudharatnya
banyak manfaatnya kurang.
No comments:
Post a Comment