Thursday, 27 November 2025

AKHLAQ

Disusun: M. Syarif Arbi No: 1.374.06.11-2025 Salah satu dari 7 indicator keberhasilan seseorang bertaubat, adalah membaiknya akhlaq. 2 (dua) indacator lainnya sudah dibahas di tulisanku yang lalu yaitu “sanggup memenuhi 3 syarat taubat”, “membaiknya hubungan dengan Allah”. Sedangkan 4 indicator lagi yaitu “menghindari pergaulan buruk, “ tidak menzalimi sesama manusia”, “Rendah hati tak meremehkan orang lain” dan “Istiqamah dalam kebaikan”; إِنْ شَاءَ اللَّه diharapkan akan muncul ditulis dikesempatan-kesempatan mendatang. Pada kesempatan ini diketengahkan mengenai Akhlaq. Akhlaq (أخلاق) secara bahasa berasal dari kata khuluq yang berarti sifat, perangai, atau budi pekerti. Dalam istilah agama, akhlaq adalah: Sikap dan perilaku seseorang yang terbentuk dalam jiwa, sehingga muncul secara spontan tanpa perlu dipaksa, sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama. Ada pula yang menyepadankan makna akhlaq dengan karakter seseorang yang tercermin dalam tindakan sehari-hari, baik kepada Allah, sesama manusia, maupun lingkungan, juga terhadap alam dimana terdapat makhluk2 Allah. Nabi Muhammad ﷺ diutus Allah utmanya untuk menyempurnakan akhlaq manusia. Di dalam hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Muhammad ﷺ bersabda: إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاقِ “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan keshalihan akhlak.” (HR. Al-Baihaqi). Tanda-tanda akhlak baik yang ideal: 1. Sopan dan lemah lembut dalam bertutur kata; Kadang kita telah berusaha sopan dalam bertutur namun timbul juga secara tak sengaja meluncur kata2 yang menyinggung orang. 2. Jujur dalam setiap keadaan; kejujuranpun demikian, kita selalu diuji dan tak jarang tergelincir. 3. Ramah dan murah senyum; Ketika pikiran sedang kusut, terbawa ke sikap yang tak ramah dan cemberut. 4. Peduli dan suka menolong; Ada orang yang memerlukan pertolongan, kita tak jarang jadi ragu, khawatir yang bersangkutan hanya berpura-pura atau hendak menipu. 5. Redah hati (tawadhu’); Sebagai manusia selalu tak mau jika dipandang rendah oleh orang lain, timbul perasaan ingin menonjolkan diri bahwa awakpun bukan orang sembarangan. 6. Sabar, emosi terkendali. Sering orang bilang bahwa sabar ada batasnya, padahal batasnya sendiri itu bagaimana, setiap individu tidak sama, lantas kalau batas telah terlampui menurut individu yang bersangkutan maka dianya lantas tak dapat mengendalikan emosi. 7. Menjaga rahasia dan amanah; Sulit memang untuk menjaga amanah dan rahasia, tak jarang rahasia dibuka ke orang yang tak semestinya lalu di pesankan “ini rahasia”. 8. Berlaku adil., Berlaku adil bukan sesuatu yang mudah, kadang buat diri sendiri saja tak bisa adil. 9. Pemaaf; Memaafkan adalah sesuatu yang tidak gampang tak jarang seseorang mengatakan “tak akan saya maafkan dunia akhirat” padahal Allah mengingatkan: قَوْلٌ مَّعْرُوْفٌ وَّمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِّنْ صَدَقَةٍ يَّتْبَعُهَآ اَذًىۗ وَاللّٰهُ غَنِيٌّ حَلِيْمٌ ۝٢٦ “Perkataan yang baik dan pemberian maaf itu lebih baik daripada sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti. Allah Mahakaya lagi Maha Penyantun”. (Al-Baqarah 263) Surat Ali ‘Imran Ayat 134: ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلْكَٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. 10. Menjaga hubungan baik dengan Allah dan hubungan baik dengan sesama manusia; untuk ini tidak mudah karena iman manusia turun naik. Teringat kisah Rasulullah Muhammad ﷺ dengan seorang pendeta Yahudi bernama Zaid bin Sa’nah. Pendeta itu masuk menerobos shaf para sahabat nabi, lalu menarik kerah baju Rasul dengan keras seraya berkata kasar, “Bayar utangmu, wahai Muhammad”, (sebetulnya hutang belum jatuh tempo). Pendeta Yahudi itu melanjutkan cercaannya “sesungguhnya turunan Bani Hasyim adalah orang-orang yang selalu mengulur-ulur pembayaran utang.” Umar bin Khattab r.a. langsung berdiri dan menghunus pedangnya. “Wahai Rasulullah, izinkan aku menebas batang lehernya.” Rasulullah ﷺ berkata, “Bukan berperilaku kasar seperti itu aku menyerumu. Aku dan Yahudi ini membutuhkan perilaku lembut. Perintahkan kepadanya agar menagih utang dengan sopan dan anjurkan kepadaku agar membayar utang dengan baik.” Setelah kisahnya berlanjut, (untuk singkatnya tidak diredaksikan di artikel ini). Tiba-tiba pendeta Yahudi berkata, “Demi Allah yang telah mengutusmu dengan hak, aku datang kepadamu bukan untuk menagih utang. Aku datang sengaja untuk menguji akhlaqmu. Aku telah membaca sifat-sifatmu dalam Kitab Taurat. Semua sifat itu telah terbukti dalam dirimu, kecuali satu yang belum aku coba, yaitu sikap lembut engkau saat marah. Dan aku baru membuktikannya sekarang. Oleh sebab itu, aku bersaksi tiada Tuhan yang wajib disembah selain Allah dan sesungguhnya engkau wahai Muhammad adalah utusan Allah. Adapun piutang yang ada padamu, aku sedekahkan untuk orang Muslim yang miskin.” Kelembutan merupakan akhlaq yang mampu mendekatkan manusia kepada Islam. Allah menjelaskan, “Maka, disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu…….” seperti tersurat pada Ali Imran 159: فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ … ۝١٥٩ Sanggupkah diri kita memiliki kesepuluh tanda2 akhlaq baik yang ideal tersebut? Besar kemungkinan tak seorangpun dari pembaca yang sanggup memenuhi 10 tanda-tanda itu semua, namun kita tetap berupaya maksimal untuk mendekati pemenuhan tanda-tanda tersebut dalam prosentase yang tinggi. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 6 Jumadil Akhir 1447H. 27 November 2025.

Sunday, 23 November 2025

HATI TERSENTUH

Disusun: M. Syarif Arbi No: 1.373.05.11-2025 Salah satu tanda bahwa sesorang diterima taubatnya oleh Allah adalah hubungannya dengan Allah membaik. Sedangkan salah satu tanda seseorang yang hubungannya dengan Allah membaik adalah mempunyai “Hati yang lembut”. Terdapat 8 (delapan) tanda seseorang berhati lembut yaitu: 1. Hati mudah tersentuh., 2. Bicara sopan dan santun., 3. Berupaya tak sakiti hati orang lain., 4. Pemaaf., 5. Peka terhadap perasaan orang lain., 6. Senang membantu tanpa diminta., 7. Sabar menyikapi kesalahan orang., 8. Tak sembarangan memperlakukan mahluk Allah lainnya. Terbatasnya ruang baca anda, artikel nomor ini, dibatasi tentang “Hati Tersentuh”. Seseorang yang mudah tersentuh hatinya atas penderitaan orang lain, diikuti dengan berupaya melakukan kebaikan sebisanya untuk membantu orang yang menderita. Cukup sulit untuk mengetahui orang2 menderita, yang berada diluar lingkungan tempat tinggal kita. Tidak gampang untuk meyakini orang2 susah diluar lingkungan keluarga kita. Utamanya untuk percaya orang2 benar2 susah dan menderita di masyarakat perkotaan tidak mudah. Tak jarang banyak penipu yang berkedok mengalami kesulitan, peminta-minta dipinggir-pinggir jalan mengaku “cacat jasmani”, jalan terseok-seok, kakinya diperban terkena borok, ternyata tipuan tepe-singkong dibungkus perban. Banyak lagi ragam penipuan yang sejenis, dengan berbagai trik untuk menyentuh hati. Salah satu contoh: seorang emak setengah baya menekan bel sebuah rumah, begitu si empunya rumah mendekati pagar, dari balik pagar si emak minta pinjaman uang sejumlah tertentu, secara tegas dia bilang: “saya tidak minta tapi minjam paling lambat seminggu dikembalikan”. “Suami saya lagi kerja di luar pulau”. Diceritakan bahwa ibunya dirawat di rumah sakit, ujarnya: “biaya perawatannya sih ditanggung BPJS, tapi Pampers nya harus dari keluarga”. Untuk membeli pampers itulah kata si emak tadi dia ingin minjam uang. Dianya ngaku warga satu RW, tapi si empunya rumah, beberapa kali mengerutkan dahi, mengernyitkan alis, tak ingat ada wajah seperti tamu diseberang pagar rumahnya itu di RW tempat dia tinggal. Sebetulnya bagi orang yang hatinya mudah tersentuh, sudah tersentuhlah mendengar cerita itu. Tapi di kota besar seperti Jakarta kadang setiap orang bersemboyan “semua orang tak dikenal patut diduga tidak baik, sebelum dapat dibuktikan dianya orang baik”, lain halnya di kampung kelahiran kita dulu, didesa kita dilahirkan, kerena penduduknya tak banyak, rata2 orang dapat dikenal, bahkan tau asal keturunannya maka semboyannya adalah “semua orang dianggap baik sepanjang belum ada bukti dianya pernah berbuat jahat”. Tersentuh juga hati pemilik rumah kasus diatas, tapi tidaklah memenuhi jumlah yang diajukan si emak tadi, diberilah sekedarnya, dalam hati bukan untuk meminjami, walau tak diucapkan, sudah diniatkan sedekah. Memang benar ternyata waktu yang dijanjikan untuk mengembalikan pinjaman, benar2 si peminjam itu tidak datang lagi. Beberapa waktu kemudian datang lagi wanita setengah baya yang menekan bel, setelah di dekati pagar, wanita yang lain lagi yang muncul, bukan emak yang dulu, ceritanya sama dengan emak yang datang beberapa bulan lalu. Rupanya menjadi modus operandi “ngutang membeli pampers”. Nah kalau sudah begini, bagaimanalah hati menjadi mudah tersentuh, lantas tidak percaya dengan orang2 yang berpura-pura menderita, berpura-pura dalam kesulitan. Mereka beralasan aneka macam yang kadang kalau diteruskan wawancara dengannya alasannyapun berubah-ubah. Karena sesuatu yang bohong itu, mempertahannya harus dengan kebohongan lagi. Dalam hubungan ini, bila mengacu ajaran agama kepada siapakah hati ini harus tersentuh untuk mengeluarkan harta kita untuk membantu orang lain. Khusus mengenai penyaluran Zakat sudah jelas panduannya yaitu hanya boleh untuk 8 (delapan asnaf) yaitu: fakir, miskin, amil, mualaf, riqab (budak), gharim (orang yang terlilit utang), ibnu sabil (musafir), dan fisabilillah (orang yang berjuang di jalan Allah). اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ ۝٦٠ “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (yang memerlukan pertolongan), sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana”. (At-Taubah : Ayat 60) Identifikasi kelompok yang berhak menerima zakat ini, untuk kelompok orang, mengetahuinya haruslah kerena kenal. Sedangkan untuk amil, beruntung di negeri kita tersedia badan2 yang dikelola masjid2, atau dibentuk oleh pemerintah. Untuk menjatuhkan pilihan hati kita, mengucurkan infak, sedekah, bantuan, guna meringankan penderitaaan sesama, juga telah di berikan alqur’an panduannya melalui surah Al-Baqarah ayat 215. Urutan penerima sedekah, infak, bantuan berupa harta dimulai dari yang terdekat secara hubungan kekerabatan. يَسْـَٔلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ ۖ قُلْ مَآ أَنفَقْتُم مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَٰلِدَيْنِ وَٱلْأَقْرَبِينَ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا۟ مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ “Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan". Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya. Dari ayat diatas boleh kita dapatkan bahwa, Allah juga memberikan petunjuk tentang prioritas setiap diri untuk hatinya tersentuh membantu pihak lain dengan hartanya yaitu: Utamakan Ortu kandung, kaum kerabat, anak-anak yatim barulah orang miskin dan orang yang sedang dalam perjalanan. Banyak diantara pembaca, yang masih punya kaum kerabat yang kurang beruntung nasibnya, cadangkanlah untuk disisihkan membantu Ortu kandung (bila masih ada), lalu para kerabat kita, bukan kepada orang2 yang tak jelas diketahui seperti antara lain di cuplikkan kisahnya di kisah ini. Ummat Islam di perintahkan Allah, ketika mengeluarkan harta untuk sedekah, infak hendaklah tidak terlalu royal dan juga tak boleh terlalu kikir, haruslah berada dipertengahan seperti ditunjukkan surat Al-Furqan ayat 67: وَٱلَّذِينَ إِذَآ أَنفَقُوا۟ لَمْ يُسْرِفُوا۟ وَلَمْ يَقْتُرُوا۟ وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًا “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian”. Semoga kiranya kita semua dapat berzakat sesuai ketentuan agama, bila sudah wajib atas diri kita mengeluarkan zakat. Semoga dapat berinfak dan bersedekah sesuai dengan petunjuk Allah tersebut. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 3 Jumadil Akhir 1447H. 23 November 2025.

Wednesday, 19 November 2025

KEWAJIBAN atau KEBUTUHAN

Dihimpun: M. Syarif Arbi No: 1.372.04.11-2025 Melanjutkan tulisanku yang lalu, tentang 7 (tujuh) indicator keberhasilan Taubat. Dikesempatan ini mari ditinjau indicator ke dua “Membaiknya Hubungan dengan Allah”. Jika telah membaiknya hubungan diri ini dengan Allah, akan terasa didalam bathin dan juga terdorong perilaku untuk berbuat kebaikan. Terdapat 7 (tujuh) juga tanda2 orang yang telah baik hubungannya dengan Allah (dekat dengan Allah) yaitu: 1. Hati lebih tenang., 2. Ibadah terasa lebih khusyuk., 3. Hati lebih lembut dan mudah berbuat baik., 4. Tabah menerima ujian., 5. Dzikir dan do’a jadi kebiasan.. 6. Merasa diawasi Allah (Muraqabah)., 7. Merasakan Nikmat dalam Ketaatan. Lagi2 jika 7 (tujuh) tanda2 (dekat dengan Allah) tersebut diungkapkan, akan terlalu panjanglah tulisan ini, oleh karena itu di nomor ini kita cermati dua diantaranya yaitu: “Tenang dan Khusyuk” menjadikan ibadah sebagai kebutuhan, bukan lagi sebagai kewajiban. PERTAMA: Hati Lebih Tenang; Seseorang yang sudah baik hubungannya dengan Allah di-saat2 menghadapi masalah, tidak mudah gelisah atau khawatir. Menghadapi masalah sebesar apapun, dianya akan yakin betul Allah bersamanya, ingat betul dirinya dengan peristiwa Nabi Muhammad ﷺ berdua didalam goa bersama sahabatnya Abu Bakar, logikanya tak akan selamat dari kejaran musuh, Nabi mengucapkan “لَا تَحْزَنْ اِنَّ اللّٰهَ مَعَنَاۚ (Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita dan menolong serta melindungi kita)”, diabadikan dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 40. Selain itu orang yang sudah baik hubungannya dengan Allah adalah orang yang imannya sudah mantab. Orang beriman yang mantab yakin benar dengan firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 23. وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ ("Dan hanya kepada Allah-lah kamu harus bertawaqal jika kamu benar-benar orang yang beriman." Keyakinan orang beriman, bahwa apapun yang terjadi buat dirinya, katakanlah misalnya musibah, sepanjang sudah berikhtiar dan ber do’a, musibah tersebut masih menimpa juga, maka yang bersangkutan ridha menerimanya dengan berpegang kuat dengan surat Surat At-Taghabun Ayat 11: مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۗ وَمَن يُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُۥ ۚ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ “Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. KEDUA: Ibadah Terasa Lebih Khusyuk; salah satunya shalat terasa lebih bergairah, bukan sekadar rutinitas. Ada rasa rindu untuk beribadah dan merasa kehilangan jika meninggalkannya. Bagi orang yang telah dekat dengan Allah, tau betul bahwa Allah tidak mendapat manfaat dari ibadah manusia kepada-Nya. Hal itu dikarenakan Allah Mahakaya, Mahasempurna, dan Mahakuasa. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيد “Hai manusia, kamulah yang membutuhkan kepada Allah; dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji” (surat Fathir: 15). Bagi orang yang sudah merasa dekat dengan Allah, seluruh jenis ibadah yang dikerjakannya bukan lagi dianggap sebagai kewajiban tetapi sudah di anggap sebagai kebutuhan. Bila ibadah sudah dianggap sebagai kebutuhan maka: Akan berupaya melaksanakan ibadah dengan sebaik-baiknya agar memberikan manfaat terbesar buat diri sendiri. Upaya yang dilakukan terus-menerus mempelajari ilmu tentang ibadah, agar ibadah semakin mendekati kesempurnaan. Contoh konkrit orang “sudah dekat dengan Allah” khusus dalam hal melaksanakan shalat, utamanya dikala shalat subuh. Kelompok orang yang sudah menganggap shalat adalah kebutuhan, dianya akan siap sebelum waktu subuh, bahkan telah bangun ber-jam2 sebelum masuk waktu subuh, dianya telah bangun untuk shalat tahajud. Dianya akan hadir ke masjid sebelum adzan, guna melaksanakan shalat tahyatul masjid dan qabliah subuh. Lain pula halnya kebanyakan orang yang masih menganggap shalat sebagai kewajiban, datang ke masjid kadang disaat shalat sudah dimulai rakaat kedua, jadi tak sempat shalat qabliah subuh dua rakaat dimana fadhilahnya melebihi dunia dan isinya. رَكْعَتَا اَلْفَجْرِ خَيْرٌ مِنْ اَلدُّنْيَا وَمَا فِيه “Dua rakaat shalat fajar lebih baik dari dunia dan seisinya” (HR Muslim). Di suatu masjid pada shalat Isya’ imamnya sering benar membaca di rakaat pertama surat Al-Isra ayat 78 s/d 85 dimana di ayat ke 79 menyinggung anjuran untuk shalat tahajud: وَمِنَ ٱلَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِۦ نَافِلَةً لَّكَ عَسَىٰٓ أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُودًا “Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji” Agaknya jamaah shalat Isya’ yang cukup banyak itu (kadang sampai 7 shaf), sebagian terbesar belum tersentuh dengan anjuran Allah ini, terbukti waktu shalat subuh di masjid itu, ketika imam memulai taqbir memulai shalat, satu shaf saja yang berkapasitas sekitar 23 orang itu kadang belum penuh. Barulah berangsur-angsur jamaah datang mengisi shaf kedua, kadang terisi juga sebagian shaf ketiga. Fakta ini menunjukkan bahwa diduga mereka belum mengamalkan surat Al-Isra’ ayat 79 yang dibaca imam sering kali di shalat Isya’ (untuk shalat tahajud). Karena kalaulah mereka shalat tahajud, tentulah (notabene tetangga masjid) sebagian jamaah itu telah siap datang ke masjid sebelum shalat dimulai. Yang istimewanya, sang imam yang sering membaca surat Al-Isra’ itu juga di banyak subuh, tidak ikutan ke masjid, atau kadang datang ikut masuk masbuk. Kondisi ini, boleh jadi menjadikan instrospeksi dari kita masing2 apakah diri ini sudah menjadikan ibadah (khususnya shalat) sebagai kebutuhan, atau masih sebagai kewajiban, dilaksanakan hanya agar gugur kewajiban syar’ie dengan maksud tidak terkena dosa tidak melaksanakan shalat. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk mengukur diri buat kita masing2 apakah diri ini masih tergolong orang menjadikan ibadah sesuatu kewajiban (sehingga biasanya dirasakan berat), atau sudah menganggap ibadah sebagai kebutuhan (sehingga dirasakan ringan). آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 29 Jumadil Awal 1447H. 20 November 2025.

Tuesday, 18 November 2025

KAPOK - LOMBOK

Disarikan: M. Syarif Arbi No: 1.371.03.11-2025 Tak seorangpun manusia selain Rasulullah yang terpelihara dari perbuatan dosa. Sebagaimana dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad ﷺ bersabda: كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ “Semua anak Adam melakukan kesalahan dan sebaik-baik yang berbuat salah adalah yang bertaubat.” (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan ad-Darimi) Oleh karena itu ALLAH yang Maha Pengasih, Maha Penyayang menyediakan media untuk memohon ampunan dengan sarana “bertaubat”. يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا تُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ تَوْبَةً نَّصُوْحًاۗ “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya)”. (surat-at-tahrim-ayat-8) Keberhasilan seseorang bertaubat, nampak dari 7 (tujuh) indicator yaitu; 1. Berhasil memenuhi tiga syarat taubat., 2. Membaiknya Hubungan dengan Allah., 3. Membaiknya akhlaq., 4. Menghindari pergaulan yang buruk., 5. Tak menzalimi sesama manusia., 6. Rendah hati tak meremehkan orang lain., 7. Istiqamah dalam kebaikan. Untuk mengungkapkan 7 indicator tersebut sekaligus ditulisan ini, akan terlalu panjang, maka di nomor ini hanya ditampilkan indicator pertama; “Berhasil memenuhi syarat taubat”. Taubat yang benar memenuhi 3 syarat yaitu: 1. Menyesali dosa yang terlanjur dilakukan. 2. Meninggalkan perbuatan dosa itu, dan 3. Bertekad kuat, berjanji untuk tidak mengulanginya kembali. Jika masih sengaja mengulangi kembali berbuat dosa, maka taubatnya belum sempurna. Terdapat ungkapan di masyarakat “Kapok lombok”, ketika kepedasan, di dalam hati seakan-akan lain kali ndak mau lagi pakai sambel yang sepedas itu, namun dikesempatan lain dianya mengulang lagi, bahkan menyatakan tak enak tanpa sambel. Banyak disiarkan TV, residivis setelah keluar dari penjara, mengulangi tindak criminal seperti yang pernah dilakukannya yang menyebabkan dianya terpidana. Pencuri sepeda motor, baru saja beberapa waktu bebas, mencuri sepeda motor lagi, ditangkap polisi lagi lalu dijebloskan ke jeruji besi lagi. Fakta ini menunjukkan bahwa residivis tersebut “tidak kapok”, bahwa penjara tidak cukup effektif membuat seseorang menjadi jera. Berarti si resedivis belum bertaubat. Perilaku seseorang yang sudah bertaubat, kemudian mengulangi lagi perbuatan dosa, dimana yang bersangkutan sudah bertaubat atas dosa yang dilakukannya, orang tersebut samalah dengan mempermainkan agama. Al-Qur'an melarang mempermainkan taubat, karena dianggap sebagai mempermainkan agama. Ancaman bagi orang yang mempermainkan agama ada di Surat Al-An'am ayat 70: وَذَ رِ الَّذِيْنَ اتَّخَذُوْا دِيْنَهُمْ لَعِبًا وَّلَهْوًا وَّغَرَّتْهُمُ الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا ……. …” ا “Tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agamanya sebagai permainan dan kelengahan, dan mereka telah tertipu oleh kehidupan dunia.. ………………….”. Khusus residivis misalnya “Curanmor” yang “kapok Lombok”, jadinya teringat pada ayat Alqur’an surat Al-Maidah 38: وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْٓا اَيْدِيَهُمَا جَزَاۤءًۢ بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِّنَ اللّٰهِۗ وَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ ۝٣٨ “Laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana” Andaikan hukuman petunjuk Al-Qur’an ini diterapkan, maka si residivis tak akan dapat mencuri lagi, karena tangan buat mencuri sudah terpotong. Sementara itu orang2 dapat lebih waspada ketika si residivis mendekat, terlihat pada tanda pernah mencuri. Tidak semua pencuri menurut hukum Islam itu di potong tangan, akan tetapi menurut mayoritas ulama (Syafi’i, Maliki, Hanafi, Hanbali), hukuman potong tangan hanya berlaku jika seluruh syarat berikut terpenuhi: 1. Barang yang dicuri mencapai nisab: Ada batas minimum nilai barang. Contoh: dalam beberapa mazhab setara dengan ¼ dinar emas (1 dinar emas = 4,25 gram), kira-kira beberapa juta rupiah (tergantung nilai emas). 2. Barang dicuri dari tempat penyimpanan aman, bukan sekadar mencuri barang di tempat terbuka. 3. Pencurian dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Jika dilakukan secara terang-terangan atau dengan kekerasan, bukan potong tangan, tetapi hukuman lebih berat ditentukan oleh hakim. 4. Pelaku waras dan baligh, anak kecil atau orang yang tidak waras tidak dikenai hukuman potong tangan. 5. Tidak dalam kondisi darurat / kelaparan ekstrem. Jika mencuri karena lapar atau kebutuhan mendesak, ulama sepakat tidak dikenai potong tangan. 6. Kepemilikan barang jelas; Harus jelas bahwa barang itu milik orang lain, bukan milik bersama. 7. Adanya bukti yang kuat, minimal dua saksi adil, atau pengakuan pelaku secara sadar. Siapapun yang pernah melakukan perbuatan dosa, apapun bentuk dosa yang pernah dibuat, segeralah bertaubat, akan diampuni Allah yang dijamin oleh Allah (lihat surat Az-Zumar 53) ۞ قُلْ يَٰعِبَادِىَ ٱلَّذِينَ أَسْرَفُوا۟ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا۟ مِن رَّحْمَةِ ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَغْفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلْغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Semoga setiap kita yang bertaubat, taubat bukan “Kapok Lombok”, sehingga taubat diterima Allah. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 28 Jumadil Awal 1447H. 18 November 2025.

Wednesday, 12 November 2025

PENGGERUS nilai DZIKIR

Dihimpun: M. Syarif Arbi No: 1.370.02.11-2025 Sudah kutulis pada artikel (No: 1.365.08.10-2025 tgl 28 Rabiul Akhir 1447H. 20 Oktober 2025) bahwa berdzikir merupakan salah satu bentuk amal dalam agama Islam yang berarti mengingat Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dengan menyebut nama-nama-Nya, memuji-Nya, serta mengingat kebesaran-Nya melalui ucapan dan hati dan juga perbuatan. Dzikir dilakukan dengan 3 (tiga) cara: 1. Dzikir lisan, yaitu berdzikir diucapkan dengan mulut., 2. Dzikir Qalbi, yaitu mengingat Allah dalam hati, merenungi kebesaran-Nya., 3. Dzikir Fi’li (perbuatan): Menunjukkan ketaatan kepada Allah melalui tindakan, seperti shalat, menunaikan zakat, sedekah, berhaji, berumrah, aktivitas phisik dan harta dalam rangka ibadah. Cara apapun yang dilakukan untuk berdzikir, berpeluang akan “tergerus” nilainya atau setidaknya berkurang nilainya apabila berdzikir; tidak ikhlas, tidak khusyuk, tak sesuai petunjuk Rasululah, tidak mengerti maknanya dan berdzikir sambil melakukan berbuatan maksiat. PERTAMA; Niat Tidak Ikhlas. Tidak dilakukan dengan niat yang ikhlas, misalnya melakukan dzikir lantaran bukan kemauan sendiri, harus ikutan dalam suatu upacara, ketika diundang tahlilan para undangan berdzikir mengucapkan tahlil, awakpun ikutlah sekedar bunyi, atau tahlil bersama di masjid sesudah shalat wajib, dipimpin imam, si makmum ikutan, karena kalau langsung pulang, ndak enak sama Jemaah lain. Sedangkan Allah memerintahkan فَٱعْبُدِ ٱللَّهَ مُخْلِصًا لَّهُ ٱلدِّينَ (Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; Az-Zumar ayat 2). Jadi bila dzikir hanya diucapkan dengan lidah, tidak dengan niat yang ikhlas, maka akan berkurang dan bahkan tergerus nilainya. KEDUA; Tidak Khusyuk. Sudah berniat ikhlas, tetapi dilaksanakan tidak khusyuk, apa yang diucapkan tidak sejalan dengan hati dan pikiran. Diucapkan tahlil, diucapkan tasbih, tahmid dan kalimat2 dzikir lainnya namun pikiran menerawang kemana-mana. Maka kondisi yang demikian ini tidak memenuhi apa yang dimaksud Allah dalam surat Al-Mu’minun ayat 1-2 . قَدْ أَفْلَحَ ٱلْمُؤْمِنُونَ (Sesungguhnya beruntunglah orang yang beriman), ٱلَّذِينَ هُمْ فِى صَلَاتِهِمْ خَٰشِعُونَ ((yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalat-nya). Shalat adalah merupakan salah satu wujud dari berdzikir. KETIGA; Kalimat Dzikir tak sesuai petunjuk Rasulullah. Sudah niat Ikhlas, dengan khusyuk pula, hendahlah hati-hati, ada harapan dzikirnya tak bernilai, bilamana kalimat dzikirnya di tambah2 kalimat, dibumbui dengan kata-kata atau “apalah” yang tak ada rujukannya dalam agama. Sebab agama Islam sudah sempurna, tak usah ditambah-tambah lagi. اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ (Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu). Al-Maidah ayat 3. KEEMPAT; Tak dimengerti Makna Dzikir. Berdzikir sudah memenuhi syarat yaitu “niat ikhlas”, “khusyuk”, kalimat dzikir “sesuai petunjuk agama”, namun keikhlasan, kekhusyukan, menggunakan kalimat sesuai petunjuk agama, akan menjadi hampa bilamana kalimat2 yang di dzikirkan tidak dimengerti apa maksud atau makna yang diucapkan. Perhatikan surat Al A’raf 204 وَاِذَا قُرِئَ الْقُرْاٰنُ فَاسْتَمِعُوْا لَهٗ وَاَنْصِتُوْا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ ۝٢٠٤. (Jika dibacakan Al-Qur’an, dengarkanlah (dengan saksama) dan diamlah agar kamu dirahmati). Akan hal bagian “keempat” ini, Alhamdulillah bahwa kalimat2 dzikir standar yang umumnya di dzikir kan oleh ummat Islam baik billisani maupun bilqalbi, adalah sangat mudah dimengerti contohnya: Tasbih: Subhanallah (Maha Suci Allah), Tahmid: Alhamdulillah (Segala puji bagi Allah). Takbir: Allahu Akbar (Allah Maha Besar). Tahlil: La ilaha illallah (Tiada Tuhan selain Allah). Istighfar: Astaghfirullah (Aku memohon ampun kepada Allah). KELIMA; Berdzikir ketika berbuat maksiat. Bahwa orang yang sedang bermaksiat, dianya sudah mengeluarkan dirinya dari beriman. Sebagai syarat utama ibadah, ibadah apapun haruslah dilaksanakan oleh orang yang ber iman. Jika dalam keadaan tidak beriman berarti ibadahnya tertolak, demikian juga dzikirnya. Sebagai referensi bahwa orang yang sedang bermaksiat itu kehilangan iman mari cermati hadits berikut ini: صحيح البخاري ٦٣١١: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى أَخْبَرَنَا إِسْحَاقُ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا الْفُضَيْلُ بْنُ غَزْوَانَ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَزْنِي الْعَبْدُ حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَشْرَبُ حِينَ يَشْرَبُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَقْتُلُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ قَالَ عِكْرِمَةُ قُلْتُ لِابْنِ عَبَّاسٍ كَيْفَ يُنْزَعُ الْإِيمَانُ مِنْهُ قَالَ هَكَذَا وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ ثُمَّ أَخْرَجَهَا فَإِنْ تَابَ عَادَ إِلَيْهِ هَكَذَا وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ Shahih Bukhari 6311: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Al Mutsanna] Telah mengabarkan kepada kami [Ishaq bin Yusuf] Telah mengabarkan kepada kami [Al Fudhail bin Ghazwan] dari [Ikrimah] dari [Ibnu Abbas] radliallahu 'anhuma mengatakan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidaklah berzina seorang hamba yang berzina ketika ia berzina dalam keadaan beriman, dan tidaklah mencuri ketika ia mencuri dalam keadaan beriman, tidaklah ia meminum khamr ketika meminumnya dan ia dalam keadaan beriman, dan tidaklah dia membunuh sedang dia dalam keadaan beriman." Kata Ikrimah, saya bertanya kepada 'Ibnu 'Abbas: 'bagaimana iman bisa dicabut padanya? ' ia menjawab: 'begini', sambil menjalinkan jari-jemarinya, kemudian ia keluarkan, 'maka jika ia bertaubat, iman itu kembali kepadanya, ' sambil ia menjalin jari jemarinya. Oleh karena itu berdzikir seyogyanyalah mensinergikan antara lisan dan hati, menyempurnakan niat dan memahami apa yang didzikirkan serta tidak menambah, merubah ucapan2 dzikir. Selain itu hendaklah tidak bermaksiat, karena dzikir dalam keadaaan bermaksiat tertolak karena telah kehilangan iman. Semoga Allah menjadikan kita para pembaca semuanya menjadi akhli dzikir dan mudah2an seluruh dzikir kita diterima oleh Allah. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 22 Jumadil Awal 1447H. 13 November 2025.

Friday, 7 November 2025

UCAPAN ORTU adalah DO’A

Disarikan: M. Syarif Arbi No: 1.369.01.11-2025 Manusia normal sanggup berbicara menggunakan ayunan lidah dan gerakan bibir. Panjang lidah pria rata-rara 8,5 cm dan wanita 7,9 cm. Sepasang bibir manusia "rata-rata" memiliki ukuran 7,8 mm untuk bibir atas di garis tengah dan 12,2 mm untuk bibir bawah. Kalau sudah menjadi ayah dan ibu, meskipun lidah wanita (ibu) lebih pendek dari lidah pria (ayah), tetapi dalam hal berdo’a menurut anggapan umum bahwa do’a dari lidah ibu lebih manjur dari lidah si ayah. Sesungguhnya belum ditemukan dalil yang menyatakan bahwa do’a ibu lebih dikabulkan daripada do’a ayah. Al-Qur'an dan hadits menegaskan bahwa do’a orang tua (baik ayah maupun ibu) untuk anaknya adalah do’a yang sangat mustajab dan memiliki kedudukan istimewa, seperti do’a seorang nabi. Kedua orang tua memiliki hak yang sama dalam Islam. Dalam Al-Qur'an, perintah untuk berbhakti kepada ayah dan ibu sering disebutkan secara bersamaan (QS. Al-Ahqaf: 15), yang menunjukkan bahwa keduanya memiliki kedudukan yang sama di mata Allah: “……………………... وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ إِحْسَٰنًا” Dalam pada itu akan hal berdo’a untuk anak, baik dicermati hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ يُسْتَجَابُ لَهُنَّ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ لِوَلَدِهِ “Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang yang dizholimi, doa orang yang bepergian (safar) dan doa baik orang tua pada anaknya.” (HR. Ibnu Majah no. 3862. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan). Riwayat ini menyebutkan bahwa doa baik orang tua pada anaknya termasuk doa yang mustajab. Anggapan umum selama ini bahwa do’a ibu lebih ampuh dari do’a ayah, lantaran ibu pada umumnya sangat dekat kepada anak-anak ketimbang ayah. Selain itu kedudukan ibu memiliki prioritas lebih, dalam hal penghormatan karena perjuangannya dalam mengandung dan melahirkan. Juga dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad ﷺ: Dari Mu’awiyah bin Haidah Al Qusyairi radhiallahu’ahu, beliau bertanya kepada Nabi: يا رسولَ اللهِ ! مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ : قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أباك ، ثُمَّ الأَقْرَبَ فَالأَقْرَبَ “wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak aku perlakukan dengan baik? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: ayahmu, lalu yang lebih dekat setelahnya dan setelahnya” (HR. Al Bukhari dalam Adabul Mufrad, sanadnya hasan). Ditulisan singkat ini, meskipun do’a ayah dan do’a ibu sama keampuhannya, tetapi ibu lebih banyak berinteraksi dengan anak2nya ketimbang ayah. Terutama ketika anak2 masih kecil menjelang remaja, sebab ibu umumnya berada dirumah, sedangkan si ayah sibuk diluar rumah mencari nafkah, berangkat pagi sebelum si kecil bangun, pulang setelah di bocah tertidur. Wajar jika ibu-lah yang banyak memberi nasihat, menegur dan melarang sesuatu terhadap anak-anak. Dalam hal teguran, larangan dan ucapan untuk anak2 sesuatu kalimat walau yang tak terasa, tak sengaja kata-kata yang keluar dari mulut ibu merupakan do’a. Oleh karena ibu seorang ibu harus ber hati2 dalam melarang, atau menegur atau marah kepada si anak. Ucapkanlah kata2 yang baik senakal apapun seorang anak, marahilah anak dengan kata yang baik. Bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda: لا تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ وَلَا تَدْعُوا عَلَى أَوْلَادِكُمْ وَلَا تَدْعُوا عَلَى أَمْوَالِكُمْ لَا تُوَافِقُوا مِنْ اللهِ سَاعَةً يُسْأَلُ فِيهَا عَطَاءٌ فَيَسْتَجِيبُ لَكُمْ “Jangan kalian mendoakan keburukan untuk diri kalian, atau anak-anak kalian, atau harta kalian. Jangan sampai kalian menepati suatu waktu yang pada waktu itu Allah Subhanahu wa ta’ala diminta sesuatu lantas Dia kabulkan doa kalian itu.” (HR. Muslim). Menarik seorang ibu pernah kuketahui, anaknya nakal sekali, istilah kampungku smeriwit, apa saja yang ditemuinya dipegangnya dimainkan kadang jadinya rusak. Suatu hari si anak menemukan sekotak korek api, tanpa sepengetahuan ibunya. Anak itupun pergi keruangan lain, menyalakan korek api hampir habis satu kotak. Ibu itu menegur anaknya: “anak betuah*……… ini bukan mainan nak……….” sambil meraih kotak korek api yang tersisa, lalu mengganti dengan sesuatu untuk dipegang anaknya. * (istilah setempat sangat beruntung). Alhamdulillah setelah anak2 ibu itu dewasa kulihat keadaan cukup “betuah”, do’a ibunya di ijabah Allah. Syekh Sudais yang bernama lengkap Syeikh Abdurrahman bin Abdul Aziz As-Sudais adalah Imam Masjidil Haram , Mekkah, Arab Saudi. Jabatan mulia ini bisa dia raih karena doa sang bunda tatkala beliau masih kecil. Alkisah, Syeikh Sudais kecil tengah asyik bermain tanah. Di saat yang sama, ibunya sibuk menyiapkan hidangan makanan untuk tetamu yang hendak berkunjung. Ketika jamuan telah tersaji, lantaran para tamu belum datang, tiba-tiba tangan mungil Syeikh Sudais kecil dengan segenggam tanah ditaburkannya debu itu ke atas makanan. Sontak, mendapati kelakuan nakal sang anak, ibu pun marah besar. “idzhab ja’alakallahu imaaman lil haramain (pergi kamu, biar kamu jadi Imam di Haramain),” ujar sang ibu dengan nada marah. Dalam keadaan marah besar itupun si ibu mengucapkan kata2 yang intinya menginginkannya anaknya menjadi orang yang bermanfaat bagi umat. (Istilah dikampungku “betuah” tadi, tapi bundanya Sudais lebih spesifik). Konon kesehariannya, sang ibunda Sudais kerap memanggil Syeikh Sudais kecil dengan sebutan “Ya Abdurrahman, ya hafidzal quran, ya imamal masjidil haram.” Rupanya lewat panggilan itulah doa yang kerap diucapkan ibu kepadanya. Paparan di atas, mengajak kita semua sebagai orang tua ayah dan bunda dari anak2 kita, terutama ibunda dalam keadaan sangat marahpun ucapkan kata2 yang baik buat anak2 kita, karena ucapan orang tua adalah merupakan do’a. Semoga Anak2 kita menjadi anak2 yang shaleh dan shalehah, jadi anak yang “BETUAH”, berbhakti kepada kedua ortunya, berguna bagi agama nusa dan bangsa. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 17 Jumadil Awal 1447H. 8 November 2025.