Dua
malaikat, oleh agama diyakini tetap ikut bersama kita dalam keadaan apapun,
ditempat manapun, sedang berbicara dengan siapa saja dan melakukan perbuatan
apapun. Kedua malaikat itu dikenal Atid dan Raqib. Si Atid tugas mencatat,
merekam segala perbuatan kejahatan, sedangkan Raqib tugasnya adalah mencatat
segala perbuatan kebaikan.
Soal
kebaikan tidaklah jadi masalah kalau tercatat dan terungkap, baik di dunia
apalagi di akhirat. Paling-paling kalau seseorang diungkapkan kebaikannya,
hanya senyum atau tersipu malu. Oleh karena itu maka sepertinya tak terlalu perlu dibicarakan dalam ruang
tulisan ini.
Soal
perbuatan kejelekan atau keburukan, bila terungkap banyak orang akan menyanggah
misalnya mengaku tidak pernah berbuat seperti yang diungkap rekaman dan catatan
itu. Bahkan mungkin kalau nanti yang dihadapkan ke mahkamah Tuhan itu, warga negara yang di negaranya ada
undang-undang melarang orang merekam pembicaraan, dia mungkin akan
mempersoalkan legal standing dari malaikat Atid yang merekam perbuatannya.
Itulah
sebabnya mungkin Allah telah mengantisipasi
keberatan dari warga negara yang dinegaranya ada undang-undang melarang
merekam, dengan menegaskan di banyak ayat dalam kitab suci bahwa kelak di
pengadilan Tuhan, banyak alat bukti lain yang telah dipersiapkan. Alat bukti
lain itu ialah: tangan, kaki, lidah dan seluruh anggota badan kita akan menjadi
saksi. Sehingga percuma saja membatah, sebab tangan yang pernah melakukan
maksiat langsung bersaksi bahwa dianya diperintahkan oleh yang punya tangan
melakukan perbuatan tersebut. Demikian juga kaki, dan anggota tubuh lainnya,
termasuk lidah yang pernah berbica seperti rekaman si Atid, juga mengakui
secara jujur apa yang diucapkannnya.
Mungkin
perlu agaknya kita merenungkan, bahwa sesungguhnya kehidupan kita di dunia ini
hanya mampir sebentar, benar-benar sebentar. Tak mungkin seorang akan hidup
duaratus tahun, untuk hidup sampai seratus tahun saja, agaknya sudah serba
repot. Repot buat si kakek/nenek yang hidup lebih seratus tahun itu, juga buat
kelaurga, anak dan cucu.
Oleh
karena untuk apalah berbuat yang tidak baik, mencari kekayaan dan kesenangan
hidup dengan jalan tidak baik. Yakinlah berapapun banyaknya harta anda, berapa
tinggipun pangkat anda dan berapa muliapun jabatan anda, sama saja hidup di dunia
ini hanya mampir kurang dari seratus tahun. Bahkan kadang dalam usia enam puluh,
tujuh puluh tahun sudah di panggil kepabali ke tempat asalnya. Dalam perantauan
mampir sebentar di dunia ini, dapat saja mendadak anda dipanggil pulang.
Ambil
contoh perumpamaan anda merantau ke dunia, misalnya dipersamakan dengan anda
merantau ke Jakarta. Tempat asal anda misalnya di suatu provensi di ujung timur
atau barat Indonesia. Suatu ketika Ibunda anda memanggil pulang. Begitu penting
kepulangan anda itu diharapkan oleh Ibunda anda, tak sekali-kalinya ia
memanggil pulang setelah anda merantau sejak tahun 60 an. Misalnya anda
orangnya tak sukses-sukses amat di Jakarta, hidup pas pasan, barangkali ATM pun
tak banyak isinya, tapi berkat anda punya hubungan baik dengan handai tolan se
pekerjaan dan tetangga kampung tempat bermukim. Mungkin untuk biaya pulang
tersebut dapatlah usaha cari pinjaman sana-sini, al hasil ongkos pulangpun tersedia.
Segera
anda ke bandara setelah mengantongi tiket ke kampung halaman. Sakin lamanya di
rantau, suasana di kampung sudah banyak berubah. Tidak saja alat transportasi,
tetapi jalan-jalanpun sudah banyak di bangun oleh Bupati daerah kelahiran anda
itu. Begitu banyaknya jalan, maka perjalanan dari bandara menuju rumah andapun,
anda sudah tidak faham lagi. Lagian ketika anda meninggalkan kampung halaman
dulu belum pakai pesawat terbang, numpang kapal dagang lewat laut berhari hari
ber malam-malam baru sampai ke pelabuhan Pasar Ikan Jakarta. Bukan soal jalan
saja, generasi seangkatan andapun sudah dapat dihitung dengan jari, sehingga
anda betul-betul asing di kampung anda sendiri. Oleh karena itu untuk sampai
kerumah tempat “Plasenta” anda dikuburpun anda harus tanya sana tanya sini.
Ketika anda minta antar ke jalan yang
anda sebut, orang juga sudah banyak yang
tidak mengetahui nama jalan itu. Rupanya sepeninggal anda nama jalan ke rumah
anda telah dirubah melalui sidang DPR setempat, diganti dengan nama-nama
pahlawan, padahal dulu nama jalan-jalan adalah nama raja-raja di kerjaan di
daerah anda.
Bagaimanapun
ribetnya, anda akhirnya sampai juga duduk bersimpuh dihadapan ibunda tercinta
yang memanggil anda pulang, karena ada sesuatu yang penting yang ingin
diwasiatkannya. Untuk ongkos pulang, walau sedang tak punya uang, dapat ihtiar
pinjam sana pinjam sini. Sesampai dikampung halaman meskipun sudah banyak
berubah akhirnya sampai jua dengan tanya sana-tanya sini.
Bagaimana
kalau anda dipanggil mendadak untuk pulang ke akhirat, kalau tak cukup
ongkos/amal anda. anda tak dapat meminjam, walau ke orang yang terdekat dengan
anda sekalipun, misalnya istri atau anak anda. Anda tak dapat meminjam shalat
istri anda, tak dapat meminjam puasa anak anda untuk ongkos pulang, tak dapat
minjam infak tetangga anda, pokoknya ibadah orang lain tak dapat dipinjam.
Sedangkan pulang ke akhirat, sangat-sangat mendadak tak dapat digeser dan
ditunda sekejap saja, seperti di tundanya pulang kampung, tunggu jadwal
penerbangan atau jadwal kereta api.
Sesampainya
di alam sana (akhirat) anda tak mungkin dapat bertanya kepada orang-orang telah
mendahului anda. Misalnya anda mencari jalan peristerahatan dekat surga.
Almarhum dan almarhumah yang anda tanya juga, sama-sama ndak tau, jangankan
ngurus orang lain, ngurus diri sendiripun sudah cukup berat.
Semua
orang yakin bahwa dipanggil pulang ke kampung akhirat itu pasti tidak dapat
tidak, tetapi banyak kita lihat, banyak orang sepertinya tidak menyadari hal
tersebut. Bahkan dengan mudahnya menutupi kecurangannya dengan berbagai dalil
dan upaya berlindung dibalik aturan-aturan yang dibuat sendiri, dengan
ditafsirkan sesuai kepentingan sendiri.
Kelak
di akhirat, hanya ada satu tafsir penafsirnya adalah Allah swt, Tuhan yang Maha Kuasa.
Ketika anda menyanggah bahwa rekaman si Atid tidak legal, langsung semua
anggota badan anda bertindak sebagai saksi. Dimahkamah Tuhan itu tak dapat lagi
berkelit dengan menterjemahkan ketentuan-ketentuan kitab suci sesuai dengan
kepentingan sendiri.