Seorang
tokoh Sufi perempuan “Rabi’ah al-Adawiyah dari Bashrah dikisahkan ingin
membakar Surga dan memadamkan api Neraka. Demikian di kutip dari Buku “Ajaran
Manunggaling Kawula-Gusti”, ditulis oleh Sri Muryanto Cetakan ke tiga tahun 2007
penerbit Kreasi Wacana Yogyakarta halaman 126-127. Keinginan ini tentu tidak akan terlaksana,
kalaulah ada di zaman kini orang yang
membawa obor menyala dan ember berisi air seperti yang dilakukan oleh Rabi’ah
itu akan pergi kelangit, untuk membakar Surga dan memadamkan api Neraka, jelas
akan dikatakan orang tak beres, segera akan diproses ke rumah-sakit jiwa.
Tidaklah
kita bermaksud membahas mendalam makna tersirat tindakan sang Sufi. Kita
ketahui selama ini Surga adalah dambaan setiap insan di dunia ini untuk menjadi
tempat kediaman abadi di alam sana setelah meninggalkan dunia ini. Meninggalkan
dunia ini adalah kontrak yang harus dipenuhi setiap orang yang hidup. Motivasi
itulah kebanyakan orang awam melakukan kebaikan dan meninggalkan hal yang tidak
terpuji/melanggar norma selama hidup.
Begitu
juga Neraka, siapapun orangnya asalkan berpikiran jernih, dia mempersiapkan
diri selama hidup ini untuk kelak terhindar setelah mati nanti dari dibenamkan
ke dalam Neraka, sebab agamawan memberi kabar kepada ummatnya bahwa Neraka itu
tempat penyiksaan bagi yang berbuat dosa. Oleh karena itulah sejauh mungkin
setiap orang yang percaya adanya alam akhirat, berupaya untuk menghidari
perbuatan-perbuatan yang tercela berbuah dosa, serta terus-menrus menabung kebajikan.
Kalau
Surga sudah terbakar dan Neraka sudah padam, mungkin orang tinggal di dunia ini
tenang-tenang saja dan bahkan mungkin tak terkendali. Jika punya kesempatan
untuk melahap harta benda dunia ini, dilahap sebanyak-banyaknya tak peduli lagi
bagaimana caranya. Jika untuk mendapatkan jabatan lazim sebagai jembatan menuju pelahapan harta
dunia itu, dengan cara apapun dilakukan juga. Toh Neraka sudah padam dan Surga
sudah terbakar. Maka kalau sampai disana nanti dan pasti setiap orang yakin
pasti sampai kealamat yang namanya mati, masuk Neraka pun sepertinya dianya
bersedia, sebab sudah padam. Justru masuk Surga dianya malah repot karena sudah
terbakar harus membenahi puing-puing. Mungkin inilah gambaran banyak kalangan
di akhir zaman ini, mengacu pada tingkah laku yang mereka laksanakan, sudah
menganggap bahwa Surga sudah musnah terbakar dan masuk Neraka pun ndak soal karena
sudah padam.
Gejala
ini makin gencar dipertontonkan dan dipublikasikan media. Banyak orang seharusnya
sudah berkecukupan, tetapi tetap saja dengan rakus menghimpun harta dunia
dengan cara korupsi dan menerima suap. Diantara mereka tak kurang berpredikat
terkemuka dan merk agamanyapun meyakinkan. Sementara itu tindakan kriminal seperti
perampokan dimana-mana dilakukan penjahat. Juga menghilangkan nyawa sesama sangat
mudah dilakukan dengan alasan yang hanya sepele. Semua itu mungkin dilakukan
karena sanksi pelaku korupsi, perampok, pembunuh, kejahatan seksual tidak
sepadan dan belum sesuai dengan arahan “Yang Mencipta Dunia” ini. Selain itu karena mungkin orang sudah tidak
takut lagi dengan Neraka karena sudah padam dan tak ingin Surga lagi karena
sudah musnah terbakar.