Beberapa saat tengah azan zuhur berkumandang, sebuah
mobil lumayan mewah masuk di halaman parkir
sebuah apotik. Tak berapa lama keluar seorang pria muda sekitar 30an
dengan pakaian rapi, kemeja lengan panjang kelihatannya bermerk mahal, berdasi, tapi di kakinya ketika turun dari
mobil memakai sandal jepit.
Rupanya si pemuda, bukan bermaksud mampir ke apotik,
ia titipkan mobil ke tukang parkir selanjutnya menyeberang jalan menuju masjid.
Kami suami istri sedang nunggu penebusan
obat di sebuah apotik langganan ex kantorku. Di apotik itu, sepanjang resep
berasal dari dokter keluarga, kami tidak perlu merogoh kocek asalkan obat di
resep terdaftar obat yang dibolehkan/ditanggung dan plafond tersedia masih meng
cover.
Karena mungkin masih lama antri resep kami, diriku
juga memilih untuk menyeberang jalan yang dibatasi oleh selokan besar menuju masjid, untuk ikut shalat zuhur, istriku
harus mengalah menunggu, kalau-kalau nanti giliran dipanggil.
Istriku mengisahkan dalam perjalanan kami pulang dari
Jakarta Timur ke Jakarta Pusat itu, bahwa sepeninggalku shalat zuhur tadi ada seorang
ibu duduk dekat istriku di ruang tunggu apotik, mengomentari tentang pemuda
yang memparkir mobil yang kukisahkan di atas.
Komentarnya begini:
“Bukan
main pemuda itu; sudah Muda, Ganteng,
Kaya, Taat ibadah pula. Sangat beda dengan tetangga saya, Udah Tuwek, Jelek,
Melarat dan membelakang kelangit lagi” (mungkin
maksudnya tidak taat ibadah dan melanggar aturan agama).
Kumulai membahas komentar ibu itu dengan kajian
agama melalui referensi hadits di bawah
ini:
عَنْ زَيْدِ بْنِ وَهْبٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
قَالَ حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ
الصَّادِقُ الْمَصْدُوقُ إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا ثُمَّ يَكُونُ فِي
ذَلِكَ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ
ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ
كَلِمَاتٍ بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ
فَوَالَّذِي لَا إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ
الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ
عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا وَإِنَّ
أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ
وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ
أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا
Diriwayatkan dari Zaid bin Wahb, dari Abd.Allah yang
berkata: Telah menyampaikan hadits pada kami, Rasul SAW. yang benar dan
dibenarkan: sesungguhnya individu kamu dikumpulkan penciptaannya dalam rahim
ibunya empat puluh hari, kemudian menjadi alaqah selama itu juga, kemudian
menjadi mudghah selama itu pula, kemudian diutuslah malaikat meniupkan ruh
padanya. Diperintahlah untuk menuliskan empat kalimat yaitu rezekinya, ajalnya,
amalnya dan bahagia atau susah. Demi Dzat yang tiada Tuhan selain-Nya,
sesungguhnya seseorang mengamalkan amalan ahli surga, sehingga jarak antara dia
dengan surga itu sehasta, kemudian lewat atasnya ketetapan yang tertulis, maka
beramal dengan amalan ahli neraka, masuklah ia ke neraka. Sesungguhnya
seseorang yang beramal amalan ahli neraka hingga antara dia dengan neraka jarak
sehasta, lewatlah ketetapan yang tertulis itu, kemudian beramal amalan ahli
surga, maka masuklah ia ke surga.
Hr. Ahmad (164-241H), al-Bukhari (194-256H), Muslim (206-261H), al-Tirmidzi
(209-279H) al-Bayhaqi (384-458H). Redaksi yang dikutip di sini adalah riwayat
Muslim.
Dari hadits di atas dapat kita pahami bahwa tentang
sudah ada empat ketentuan nasib seseorang selama menjalani hidup di dunia
yaitu:
1. Tentang rezekinya. Sehingga kalau kita renungkan, kehidupan
ini; kita kaya, kita miskin, kita biasa-biasa saja, sudah menjadi ketentuan dan
merupakan pilihan yang maha kuasa dan sudah ditentukan sebelumnya. Kata lain
kalau anda kebetulan jadi orang kaya, bukan hanya lantaran anda pintar,
lantaran anda rajin, tetapi sesungguhnya
sudah dipilih oleh pencipta anda. Begitu pula jika anda miskin, atau biasa-biasa
saja. Oleh karena itu, apapun posisi kita hendaklah diterima dengan penuh
kesabaran untuk menjalaninya. Dalam posisi apapun anda tergantung bagaimana
cara membawa diri. Jadi orang kaya, hendaklah penuhi kewajiban anda sebagai
orang kaya. Jadi orang miskin, hendaklah anda menjadi orang miskin yang
beriman, berbudi dan beradab, jadilah orang miskin yang sabar dan tahu hak-hak sebagai
orang miskin.
2. Ajalnya. Kalau begitu bahwa takaran umur sudah
ditetapkan, tapi tak seorangpun yang mengetahui batasan umurnya dengan pasti,
itu rahasia sang pencipta. Oleh karena itu setiap kita tidak boleh membiarkan
diri kita untuk menantang segera mengakhiri umur kita. Bila sakit wajib
berobat, bila ada bahaya mengancam jiwa yang diketahui di depan mata, wajib
kita untuk menghindar.
3. Amal dan bahagia dan susahnya. Perbuatan kita, jadikah
kita ini seperti pemuda dikisahkan di atas, atau kita jadi orang yang amalnya
sebaliknya. Apakah kehidupan kita jadi orang kaya yang sekaligus bahagia. Apakah anda menjadi orang kaya enak benar
menurut orang yang melihatnya, tetapi sesungguhnya anda dalam ketidak bahagiaan,
penuh kegelishan, penuh kecemasan. Apakah anda menjadi orang yang miskin tapi
bahagia, atau sudah miskin harta miskin pula jiwa.
4. Termasuk tentang apakah calon bayi nantinya, setelah
singgah di dunia kembali ke akhirat akan
menjadi penghuni surga atau neraka.
Khusus butir 4, agaknya kehidupan ini akan ditentukan
oleh bagaimana akhir dari kehidupan ini. Dapat saja orang yang semasa muda
taat, tetapi menjelang tua entah pengaruh apa menjadi terpeleset ke jurang
nista.
Kalau kita renung-renung agak mendalam bahwa kehidupan
manusia ini dari muda sampai tua dapat termasuk dalam kelompok:
1. Sejak muda sampai tua terus dalam iman dengan demikian
amalnya baik, akhir hayat khusnul khatimah.
2. Semasa muda beriman dan beramal baik, karena sesuatu
sebab masa menjelang tua terpengaruh membuat iman melorot dan akhirnya menutup
usia dalam kedaan kemerosotan iman.
3. Semasa muda
beriman dan beramal baik, semasa pertengahan usia karena pengaruh lingkungan
merosot imannya dan tak sempat beramal baik. Untunglah semasa tua sebelum wafat
sempat tobat dan kembali menjadi orang saleh.
4. Semasa muda belum mengenal iman, belum mengenal
ibadah, belum melakukan perbuatan baik. Masa menjelang tutup usia, sempat
bertobat dan menjadi orang yang beriman kuat dan beramal saleh.
Pernah kami mempunyai teman sekantor dulu, semasa
awal-awal saya kenal tergolong bukan
ahli ibadah, tak jauh dari meja mengadu nasib, tangannya tak jauh dari mencekek
botol. Tapi Subhanallah, menjelang tutup usia berubah menjadi orang yang taat
ibadah, sama sekali melepaskan diri dari duduk dimeja judi dan tidak lagi
mengenal leher botol yang biasanya ia cekek. Terakhir kudengar temanku itu
sudah tutup usia dan dalam keadaan istiqamah dalam ibadah dan imannya. Inikah
yang dimakaud dalam hadis di atas ”Sesungguhnya seseorang yang beramal
amalan ahli neraka hingga antara dia dengan neraka jarak sehasta, lewatlah
ketetapan yang tertulis itu, kemudian beramal amalan ahli surga, maka masuklah
ia ke surga”
Jadi
siapapun kita, tidak dapat memastikan nantinya seseorang akan bagaimana nanti,
dan yang menentukan adalah kehidupan terakhir. Lebih ekstrim lagi ditentukan
pada saat lepasnya roh dari jasmani atau sering disebut dengan sakaratul maut.
Semoga
kita semua ditakdirkan Allah menjadi orang-orang yang dapat menjalani hidup ini
dengan iman dan amal saleh sejak sekarang sampai akhir hayat. Aamien, Barakallahufik.