Usai shalat idul Adha, barak dan kandang sementara
kambing dan sapi di sepanjang taman di pinggir jalan di suatu kawasan Jakarta
Pusat di antaranya di depan kediaman kami, mulai di bongkar. Bongkaran
meninggalkan rusaknya taman-taman yang dibangun sejak beberapa bulan setelah
Idul Adha tahun lalu. Begitulah siklusnya sampai ke Idul Adha berikutnya, rusak
lagi itu taman.
Beberapa bulan setelah taman rusak, datang lagi
petugas yang kelihatannya salah seorang atau beberapa orang berpakaian dinas,
sedang yang lainnya nampaknya pekerja swasta, membawa tali pengukur dan yang
lain mencatat. Agaknya mereka mengkalkulasi berapa jumlah volume taman yang
akan dikerjakan.
Mungkin setengah bulan kemudian datanglah
truck-truck pembawa bibit tanaman, pupuk dan tanah. Tamanpun ditata kembali,
selanjutnya dirawat, kalau musim kemarau setiap pagi lewat mobil tangki yang
memberikan siraman kepada tumbuhan taman. Secara periodik tamanan di pelihara
tukang taman untuk menyiangi dan merawat tanaman yang ada.
Selanjutnya seperti dikisahkan di atas, seminggu
atau sekitar sepuluh hari menjelang Idul Adha tamanpun harus dikurban lagi oleh
para pedagang hewan qurban. Kubingung atas hal ini, kucoba melaporkan kepada
RW, tahun ini mendapat jawaban dari RW bahwa janji mereka para pedagang, hanya
menempati bagian lahan yang tidak ditumbuhi tanaman. Tapi kenyataannya tetap
saja taman dirusak. Sejauh ini tidak ada petugas yang melarang, atau mencegah
perusakan taman itu.
Kucoba mengkalkulasi, dimana jatuh perhitunganku
bahwa harga taman yang rusak di bandingkan keuntungan pedagang hewan qurban
dikumpulkan akan jatuh lebih mahal harga taman yang dirusak, dari keuntungan
yang mereka peroleh. Dengan perumpamaan hitungan okomoni orang bukan sekolahan
saja, misalnya tubuh ini adalah bangsa, si tubuh pakai celana dengan dua kantong,
yaitu kantong kiri dan kantong kanan. Setiap Idul Adha kantong salah satu kantong
mengantongi uang hasil keuntungan dagang hewan qurban katakanlah 10. Kemudian
setiap beberapa bulan setelah Idul Adha kantong yang yang lain mengeluarkan
uang untuk membangun kembali taman yang rusak 12 sampai 15. Si tubuh katakalah
umpama pemda DKI, sebagaimana dimaklumi bahwa duit dikeluarkan adalah duit rakyat, jatuhnya
rakyat juga yang rugi.
Penulis tak punya wewenang, apapun hanya sebagai
rakyat jelata, semoga kiranya pihak yang berwenang ikut mencarikan jalan keluar
agar tahun-tahun mendatang tidak membuat kekonyolan ini terus menerus.
Sebagai rakyat jelata dapat menyarankan jalan
keluar:
1.
Pemda DKI menyediakan lahan di setiap
lokasi perumahan sebuah lahan khusus untuk memajang hewan Qurban, dilarang
keras di taman-taman.
2.
Bagi pelanggar ketentuan dilakukan
tindakan tegas, dengan mengangkut hewan qurban mereka untuk ditempatkan
dilokasi penampungan yang disediakan, seperti penindakan parkir liar.
3.
Pelanggar dikenakan denda sesuai jumlah
hewan qurban yang mereka pajang.
4.
Pembeli juga perlu dikenakan sanksi, agar
kemungkinan kedua pihak bertransaksi ruangnya semakin kecil.
Perlu diingat bahwa hal ini, sangat sensitip karena
menayangkut soal agama, karena itu perlu ada sosialisasi yang intens dengan
meminta peran dari para Da’I, para Ustadz dan Milbaligh. Dititipkan juga
sosialisasi yang berkaitan dengan kepedulian terhadap tanam, keindahan dan
kebersihan ini pada guru-guru sekolah dan para pemuka masyarakat.
Demikian, semoga dimasa yang akan datang orang
semakin paham bahwa agama Islam bukanlah agama yang merusak, Islam bukan agama
yang sambarangan/tidak peduli akan keindahan, Islam bukan agama yang tidak
memperhatikan ketertiban umum. Islam adalah agama yang rahmatan lil alamain.