Sudah
lama kutidak sempat mengisi blogspotku, lantaran terakhir ini aku tengah
sibuk mengerjakan tugas-tugas dari tempatku menambah pengetahuan. Hampir-hampir
tidak ada hari tanpa tugas, kebanyakan tugasnya berupa tulis menulis. Diantara tugas
tersebut ada juga penggalannya cocok sebagai
pengisi blog seperti kumuat ini.
Pengetahuan
(knowlegd)
“Pengetahuan
pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek
tertentu, termasuk kedalamnya adalah ilmu, jadi ilmu merupakan bagian dari pengetahuan
yang diketahui oleh manusia disamping berbagai pengetahuan lainnya seperti
seperti seni dan agama. Bahkan seorang anak kecil pun sudah mempunyai berbagai
pengetahuan sesuai dengan tahap
pertumbuhan dan kecerdasannya.”[1] Dengan demikian dapatlah dipahamkan bahwa
pengetahuan diketahui dari seseorang anak manusia atas dasar pengalaman yang dialaminya.
Oleh sebab itu pengetahuan manusia itu tidak seragam, baik secara individu maupun
kelompok. Secara individu pengetahuan seseorang tergantung dari mana asal
usulnya, di mana mereka dibesarkan, kemana saja dia pernah mencari pengalaman.
Saya pernah menyaksikan bagaimana orang yang dibesarkan dari keluarga nelayan
yang berumah dekat pantai. Secara individu orang-orang pantai ini mempunyai
pengetahuan untuk mencari kehidupan dan mengatasi masalah-masalah yang
berkaitan dengan lingkungan pantai. Demikianpun terbentuklah budaya khusus
komonitas kelompok orang yang berdiam ditepi pantai dan menjadi nelayan,
sehingga dapat di bedakan dengan komonitas orang-orang yang berdiam
dipegunungan yang jauh dari laut.
Suatu
ketika semasa muda saya pernah mengikuti salah seorang kerabat dekat yang
dianya seorang nelayan, tujuan saya untuk menimba pengalaman bagaimana pergi
kelaut menangkap ikan. Sedikit tergeser tangah malam, sekitar pukul tiga
dinihari kami berdua bertolak ke laut dengan sampan dayung. Saya ditugaskan
memegang kemudi duduk di buritan perahu dengan dayung di tangan. Kami ke laut
bukan akan menebar jala, tetapi melihat peralatan penangkap ikan, setempat
disebut “Rawai”. Peralatan tersebut berupa seutas tali yang panjang, dimana
pada jarak kurang lebih setengah meter dari tali itu digantungkan mata pancing
terikat di tali lebih kecil bergelantungan di seutas tali panjang sampai
sekitar 500 meter itu. Rawai dipasang jauh dari tepi pantai kira-kira air
laut sedalam enam-tujuh meter dikala air
surut. Rawai tersebut dibiarkan beberapa lama disuatu lokasi yang diperkirakan
banyak ikan berlalu lalang pada musim tertentu. Sesampainya dilokasi “Rawai”
yang sudah jauh dari pantai itu, kerabat saya yang saya kenal sejak dirumah dan
dalam pergaulan sehari-hari demikian santun dalam bertutur, sopan dalam
bersikap itu telah terjadi perubahan yang sangat drastis, boleh dikatakan 180
derajat. Kata-kata keluar dari mulutnya keras dan kasar, dalam memberikan
instruksi kepada saya mengarahkan perahu kami. Demikian juga ketika mengangkat
ikan yang dilepaskan dari mata pancing, menyuruh saya mempercepat dan
mempertahankan posisi perahu. Pokoknya intruksi-instruksinya tidak menggunakan
kata-kata yang sopan bahkan keluar kata-kata “pakai otak”, “matamu kemana” dan
lain-lain kata-kata kasar, untunglah tidak ada kata-kata menyangkut nama-nama
hewan di zoological garden. Pulang dari laut itu, badan saya serasa teruk,
diikuti hati saya juga merasa remuk. Apa mau dikata di laut yang jauh dari
pantai kami hanya berdua, suka-tidak suka harus saya jalani.
Dari
pengalaman di atas saya dapatkan pengetahuan bahwa:
a. Bagaimana
caranya orang menangkap ikan. Sehingga pernah kutulis dalam blog dengan judul
“Di balik sepiring nasi”. Kunasihatkan kepada anak-anakku jangan sombong dan
jangan takabur, jangan menyia-nyiakan makanan yang kita nikmati di meja makan.
Ketahuilah bahwa disepiring nasi yang kita santap telah terlibat sejumlah orang
dengan susah payah menghimpun segala yang tersedia dipiring nasi yang kita
santap diantaranya bagaimana sulitnya orang menangkap ikan. Tidak jarang nyawa menjadi
taruhannya.
b. Kenapa
orang-orang di pekerjaan sebagai nelayan dan orang-orang pekerja kasar
cenderung bertabiat keras. Mereka terbiasa harus mengambil keputusan yang cepat
sekaligus tepat, tanpa pikir panjang. Sebab salah mengambil keputusan,
terlambat memutuskan harus bertindak apa, peluang akan lewat dan bukan tidak
mungkin bahaya akan mengancam jiwa.
c. Keadaan
itu mengajarkan saya tentang bersikap sesuai situasi. Kerabat saya tadi sanggup
bertutur teratur, bersikap sopan berbudi luhur, ketika berada di darat. Setelah
sampai ke laut dalam pekerjaan yang berlomba dengan waktu, bersaingan dengan
cuaca laut tak menentu, diapun sanggup berbuat yang kasar, tegas dan keras
tanpa basa-basi sopan santun. Sebab salah artikulasi dalam intruksi akan berakibat
vatal untuk keselamatan kami berdua, dapat saja bila saya salah mengarahkan
haluan perahu, disebabkan arus air laut dan deburan ombak serta tiupan angin,
perahu kami akan terbalik dan selanjutnya akan digulung oleh “Rawai” dengan
mata pancingnya yang runcing.
d. Peristiwa
itupun membuat saya setidaknya akan dapat memahami kenapa seseorang bersikap
tertentu. Seseorang dapat saja berubah sikap bila dihadapkan siatuasi tertentu,
dihadapkan kepada problem tertentu. Oleh karena itu dalam menghadapi hidup ini
harus bijak membuat kesimpulan. Dalam artian jangan cepat membuat kesimpulan
baik positif ataupun negative terhadap sikap seseorang. Hendaklah dikaji dengan seksama kalau punya
waktu yang cukup. Tetapi dikala harus memutuskan sesuatu kesimpulan terhadap
seseorang dalam waktu yang singkat, kembali lagi kita merujuk kepada
“pengetahuan” yang pernah kita alami selama berinteraksi dengan orang. Sebagai
manusia yang sudah berumur masuk 65 tahun dan sudah berinteraksi dengan ribuan
manusia, insya Allah sudah dapat membuat kesimpulan bila bertemu dengan
seseorang yang baru di kenal dalam waktu singkat. Itulah sebabnya seseorang
mengikuti test penerimaan pegawai misalnya, melalui wawancara tatap muka,
karena dengan tatap muka itu, secara garis besar, secara cepat dapat diputuskan
mengenai sikap seseorang, walau tentu tidak tepat-tepat seratus persen.
Pengalaman-pengalaman
itu merupakan pengetahuan untuk saya. Untuk itu maka saya berpendapat pengalaman-pengalaman
itulah yang membuat orang mengetahui. Jadi pengetahuan itu adalah sesuatu
diperoleh dari apa yang dialami oleh diri sendiri melalui perasaan,
penglihatan, pendengaran dan perbuatan. Juga pengetahuan itu dapat diperoleh
melalui orang lain yang telah lebih dahulu mengalami, merasakan, mendengar,
melihat tentang sesuatu. Dengan demikian “Pengetahuan” dapat di difinisikan
adalah “Sesuatu yang diketahui baik oleh diri sendiri maupun melalui orang lain
yang dapat dipercayai tentang sesuatu objek atas dasar indra dan perbuatan manusia.
[1]
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: CV.
Muliasari, 2012) p. 104