Sadar,
diartikan menurut KBBI berarti “insaf”, “merasa tahu dan mengerti”, dapat juga
berarti “ingat kembali” (misalnya dari pingsan) dapat juga berarti “bangun”
(dari tidur). Dalam tulisan ini izinkan saya tidak menterjemahkan ”kesadaran” sebagai sadar dari pingsan atau bangun dari
tidur. Dengan demikian maka Kesadaran, diartikan keinsafan, memiliki
pengertian, merasa mengetahui, labih jauh diartikan sebagai sikap hidup yang
diambil oleh seseorang dengan kemauan sendiri untuk menjalani kehidupan ini.
Kesadaran
ada berlapis-lapis, setidaknya ada tiga lapis yaitu: “Kesadaran materil”, “Kesadaran
intelektual” dan “Kesadaran
spiritual”.
Kesadaran materil
Mengagungkan hal yang
bersifat material dan harta benda. Yang diburu dalam hidup hanya pemenuhan
sebanyak-banyaknya uang. Saya punya teman akrab yang kebetulan tergolong kaya.
Keseharian hidup sohib saya ini, sibuk siang dan malam mencari benda dengan
bekerja keras. Maaf cerita, sampai-sampai agaknya melupakan ibadah kepada agama yang dianutnya.
Kebetulan apa saja
yang diusahakannya membuahkan hasil, alias mendatangkan uang, barang kali kalau
orang lain dengan usaha seperti sohib saya ini ndak akan berhasil, setidaknya
hasilnya tidak sebernas sahabat saya yang satu ini.
Suatu hari, sebab dianya
kawan akrab, saya berani urun rembug memberitahukan yang bersangkutan agar
dalam mencari uang tetap harus ingat waktu-waktu untuk ibadah, sebab saya
bilang itu harta benda tak akan dibawa mati. Saya harus akui bahwa sohib saya
ini usahanya mencari harta, sepanjang pengetahuan saya dengan jalan yang legal,
tidak merugikan pihak lain. Walau, ketika dalam suatu kerja sama menangi suatu
proyek misalnya, dianya yang paling besar dapat bagian. Hal ini juga wajar,
kebanyakan proyek dialah yang mendapatkan, dan bagusnya sebelum proyek dimulai
sudah dibicarakan lebih dahulu, jika ada diantara teman yang diajak kerja sama
tak berkenan sejak awal dengan pembagian, dapat quit secara baik.
Saran urun rembug saya
tentang “Kesadaran materil” yang dimiliki kawan ini, dia jawab:” Memang
harta benda dan uang tidak dibawa mati, tapi kan untuk menuju mati itu perlu
uang”, jawab sohib saya ini. Sejak itu saya tak pernah ulangi lagi
mengemukakan pendapat itu kepada yang bersangkutan.
Beberapa lama kemudian
sekitar pukul 2 dinihari, sohib saya ini menelpon, bahwa dianya ada ruang UGD, dari
(suatu rumah sakit kelas VIV). Sohib ini mengatakan melalui telepon: “Sangat
mengejutkan saya dikatakan dokter, saya terkena cancer harus segera dioperasi.
Padahal saya ini, tidak merokok, tidak peminum, makan-minum teratur dan bergizi”.
Keesokan harinya saya
kunjungi yang bersangkutan, kemudian atas pertimbangan banyak teman dan
keluarga dianjurkan untuk mendapatkan second opinion ke dokter lain, rumah
sakit lain. Ternyata dokter kedua juga berpendapat sama dan menyarankan segera
diambil tindakan operasi.
Dasar sohib ini banyak
uang, maka diambil langkah untuk berobat keluar negeri. Singkat cerita lebih enam bulan dilakukan
pengobatan keluar negeri, memang tidak dioperasi, tetapi dilakukan pengobatan
yang sirius. Pulang dari luar negeri, ternyata penyakit semakin berat, dengan
alasan ihtiar untuk penyembuhan, ybs. sepulang dari luar negeri tidak langsung
pulang kerumah sendiri, terus ke rumah
sakit, dipilih rumah sakit yang paling VIV, dengan biaya yang begitu mahal. baberapa bulan lagi di rumah sakit sampai
akhirnya sohib saya ini menutup mata.
Benar juga bahwa harta
benda dan uang yang dikumpulkan alamarhum cukup membiayai yang bersangkutan
menuju kematian, Alhamdulillah masih
banyak lebihnya, untuk waris yang ditinggalkan. Benar juga ucapannya tentang
menuju kematian perlu banyak uang ternyata rupanya menjadi do’a yang di ajibah
Allah.
Kesadaran intelektual
Mengandalkan kemampuan
akal sehat, material di cari tetapi dengan mengedapankan pertimbangan akal
sehat yaitu dengan cara yang baik. Kelompok ini masih condong untuk
menggumpulkan harta dan uang, sebanyak-banyaknya tetapi sudah mulai
memperhitungkan bahwa semua ini akan berakhir. Disatu sisi karena sadar bahwa
semua akan berakhir, menggunakan kesempatan selagi bisa untuk menumpuk harta
dan uang. Namun dalam mencari uang dan harta senantiasa menggunakan akal sehat,
memperhitungkan waktu, tidak terlalu serakah. Selalu menjaga keseimbangan hidup
sehingga tidak terombang ambing dan silau terhadap persaingan dengan orang
lain. Tetapi bahwa karena serba realitas, maka ukurannya serba riel serba
logis, padahal kenyataannya dalam dunia ini, kadang ada faktor yang tidak dapat
dianggap enteng yang dikenal oleh kelompok intelektual sendiri yaitu biasa
dikenal dengan faktor “X”. Faktor ini kadang menggagalkan suatu rencana yang
sudah didesain sematang-matangnya. Faktor ini pula kadang memberikan keberuntungan
yang tak dinyana.
Ketahuilah pembaca
yang budiman, bahwa andai kan Allah tidak memberikan petunjuk-Nya,
akal/intelektual manusia tidak akan sampai menemukan agama. Semua agama samawi
datangnya bukan kerana kemampuan intelektual para nabi dan rasul, melainkan
terwujud karena wahyu dari Allah swt.
Orang yang saya kagumi
dalam soal ilmu, kalau membagi pengetahuan dalam mengajar, bukan main jelas dan
tuntas, sebagai wujud dari ilmu dan wawasan pengetahuan beliau yang begitu luas.
Secara formal punya sederet title kesarjanaan dengan strata tertinggi yang ada
di dunia ilmu pengetahuan. Menjelang usia beliau lanjut, ternyata beliau
menyadari atas dasar realita, kekuatan tubuh sudah mulai sangat menurun,
kemampuan mengingat juga samakin soak, sakit mulai berentet bermacam-macam yang
datang, obatpun diminum hampir setiap hari. Namun kekuatan phisik tak dapat
kembali seperti ketika 10 atau apalagi 20 tahun lalu. Nah lho ini Prof,
belakangan katakan akan kurangi aktifitas, mau belajar agama yang selama ini
dinomor sekiankan. Rupanya beliau mulai mendapatkan kesadaran spiritual,
setelah diusia senja. Masih lumayan terlambat dari pada tidak punya kesempatan
sama sekali. Sayangnya dipenghujung usia, segalanya sudah mulai lamban,
gerak-gerik dan kemampuan lakoni ibadah sudah tidak leluasa lagi, mungkin
kemampuan menyerap pengetahuan lebih baik sebab dasarnya intelektual tinggi,
namun phisik sudah tidak mendukung. Sudah terserang pengapuran diberbagai
sendi, metabolism tubuh sudah kurang stabil.
Ternyata setinggi
apapun ilmu pengetahuan manusia, bila masuk usia lanjut, akan mulai sadar
kemana lagi akan menuju, pasti akan menuju ke kematian. kalau sudah sampai ke
kematian terasa perlu untuk mempersiapkan bekal menjalani hidup sesudah mati.
Kesadaran spiritual
Bukan hanya
menggunakan akal sehat, tetapi mengutamakan pertimbangan kalbu. Orang yang
menggunakan kesadaran spiritual akan melakukan semua tindakan dengan arif dan
bijak. Kelompok ini berpandangan bahwa harta benda dan uang adalah hanya
sebagai sarana untuk mendekati ILAHI. Giat
bekerja dan tekun beribadah. Setiap Langkah dan perbuatannya mencerminkan
pengabdian kepada Allah di dorong oleh kasadaran spiritual. Prolehan harta
benda selalu disyukuri, sedikit apalagi
berlimpah. Didalam harta orang yang mempunyai kesadaran spiritual, selalu
dianya menganggap adanya tertitip hak orang lain yang harus dikeluarkan. Orang
dengan kesadaran spiritual selalu merasakan bahwa keberhasilnnya bukan hanya lantaran
kepiawaiannya, tetapi sangat besar campur tangah Allah. Sehingga tidak suka
berbangga diri, apalagi menyombongkan diri.
Begitu para pembaca
lapis-lapis kesadaran manusia dalam hidup ini.
Pada lapis yang mana kiranya posisi kita, tentu ada dua pihak yang tau
yaitu anda dan Allah swt. Yang jelas masing-masing kita sudah barang tentu akan
berusaha menjadi yang paling baik untuk kehidupan di dunia ini, lebih-lebih
lagi untuk kehidupan akhirat nanti. Wallahu a’lam bishawab. Barakallahu fiqum.