Wednesday 15 February 2017

LAPIS-Kesadaran



Sadar, diartikan menurut KBBI berarti “insaf”, “merasa tahu dan mengerti”, dapat juga berarti “ingat kembali” (misalnya dari pingsan) dapat juga berarti “bangun” (dari tidur). Dalam tulisan ini izinkan saya tidak menterjemahkan ”kesadaran”  sebagai sadar dari pingsan atau bangun dari tidur. Dengan demikian maka Kesadaran, diartikan keinsafan, memiliki pengertian, merasa mengetahui, labih jauh diartikan sebagai sikap hidup yang diambil oleh seseorang dengan kemauan sendiri untuk menjalani kehidupan ini.
Kesadaran ada berlapis-lapis, setidaknya ada tiga lapis yaitu: “Kesadaran materil”, “Kesadaran intelektual” dan “Kesadaran spiritual”.
Kesadaran materil
Mengagungkan hal yang bersifat material dan harta benda. Yang diburu dalam hidup hanya pemenuhan sebanyak-banyaknya uang. Saya punya teman akrab yang kebetulan tergolong kaya. Keseharian hidup sohib saya ini, sibuk siang dan malam mencari benda dengan bekerja keras. Maaf cerita, sampai-sampai agaknya melupakan ibadah kepada  agama yang dianutnya.
Kebetulan apa saja yang diusahakannya membuahkan hasil, alias mendatangkan uang, barang kali kalau orang lain dengan usaha seperti sohib saya ini ndak akan berhasil, setidaknya hasilnya tidak sebernas sahabat saya yang satu ini.
Suatu hari, sebab dianya kawan akrab, saya berani urun rembug memberitahukan yang bersangkutan agar dalam mencari uang tetap harus ingat waktu-waktu untuk ibadah, sebab saya bilang itu harta benda tak akan dibawa mati. Saya harus akui bahwa sohib saya ini usahanya mencari harta, sepanjang pengetahuan saya dengan jalan yang legal, tidak merugikan pihak lain. Walau, ketika dalam suatu kerja sama menangi suatu proyek misalnya, dianya yang paling besar dapat bagian. Hal ini juga wajar, kebanyakan proyek dialah yang mendapatkan, dan bagusnya sebelum proyek dimulai sudah dibicarakan lebih dahulu, jika ada diantara teman yang diajak kerja sama tak berkenan sejak awal dengan pembagian, dapat quit secara baik.
Saran urun rembug saya tentang “Kesadaran materil” yang dimiliki kawan ini, dia jawab:” Memang harta benda dan uang tidak dibawa mati, tapi kan untuk menuju mati itu perlu uang”, jawab sohib saya ini. Sejak itu saya tak pernah ulangi lagi mengemukakan pendapat itu kepada yang bersangkutan.
Beberapa lama kemudian sekitar pukul 2 dinihari, sohib saya ini menelpon, bahwa dianya ada ruang UGD, dari (suatu rumah sakit kelas VIV). Sohib ini mengatakan melalui telepon: “Sangat mengejutkan saya dikatakan dokter, saya terkena cancer harus segera dioperasi. Padahal saya ini, tidak merokok, tidak peminum, makan-minum teratur dan bergizi”.
Keesokan harinya saya kunjungi yang bersangkutan, kemudian atas pertimbangan banyak teman dan keluarga dianjurkan untuk mendapatkan second opinion ke dokter lain, rumah sakit lain. Ternyata dokter kedua juga berpendapat sama dan menyarankan segera diambil tindakan operasi.
Dasar sohib ini banyak uang, maka diambil langkah untuk berobat keluar negeri.  Singkat cerita lebih enam bulan dilakukan pengobatan keluar negeri, memang tidak dioperasi, tetapi dilakukan pengobatan yang sirius. Pulang dari luar negeri, ternyata penyakit semakin berat, dengan alasan ihtiar untuk penyembuhan, ybs. sepulang dari luar negeri tidak langsung pulang kerumah sendiri, terus  ke rumah sakit, dipilih rumah sakit yang paling VIV, dengan biaya yang begitu mahal.   baberapa bulan lagi di rumah sakit sampai akhirnya sohib saya ini menutup mata.
Benar juga bahwa harta benda dan uang yang dikumpulkan alamarhum cukup membiayai yang bersangkutan menuju kematian,  Alhamdulillah masih banyak lebihnya, untuk waris yang ditinggalkan. Benar juga ucapannya tentang menuju kematian perlu banyak uang ternyata rupanya menjadi do’a yang di ajibah Allah.

Kesadaran intelektual
Mengandalkan kemampuan akal sehat, material di cari tetapi dengan mengedapankan pertimbangan akal sehat yaitu dengan cara yang baik. Kelompok ini masih condong untuk menggumpulkan harta dan uang, sebanyak-banyaknya tetapi sudah mulai memperhitungkan bahwa semua ini akan berakhir. Disatu sisi karena sadar bahwa semua akan berakhir, menggunakan kesempatan selagi bisa untuk menumpuk harta dan uang. Namun dalam mencari uang dan harta senantiasa menggunakan akal sehat, memperhitungkan waktu, tidak terlalu serakah. Selalu menjaga keseimbangan hidup sehingga tidak terombang ambing dan silau terhadap persaingan dengan orang lain. Tetapi bahwa karena serba realitas, maka ukurannya serba riel serba logis, padahal kenyataannya dalam dunia ini, kadang ada faktor yang tidak dapat dianggap enteng yang dikenal oleh kelompok intelektual sendiri yaitu biasa dikenal dengan faktor “X”. Faktor ini kadang menggagalkan suatu rencana yang sudah didesain sematang-matangnya. Faktor ini pula kadang memberikan keberuntungan yang tak dinyana.
Ketahuilah pembaca yang budiman, bahwa andai kan Allah tidak memberikan petunjuk-Nya, akal/intelektual manusia tidak akan sampai menemukan agama. Semua agama samawi datangnya bukan kerana kemampuan intelektual para nabi dan rasul, melainkan terwujud karena wahyu dari Allah swt.
Orang yang saya kagumi dalam soal ilmu, kalau membagi pengetahuan dalam mengajar, bukan main jelas dan tuntas, sebagai wujud dari ilmu dan wawasan pengetahuan beliau yang begitu luas. Secara formal punya sederet title kesarjanaan dengan strata tertinggi yang ada di dunia ilmu pengetahuan. Menjelang usia beliau lanjut, ternyata beliau menyadari atas dasar realita, kekuatan tubuh sudah mulai sangat menurun, kemampuan mengingat juga samakin soak, sakit mulai berentet bermacam-macam yang datang, obatpun diminum hampir setiap hari. Namun kekuatan phisik tak dapat kembali seperti ketika 10 atau apalagi 20 tahun lalu. Nah lho ini Prof, belakangan katakan akan kurangi aktifitas, mau belajar agama yang selama ini dinomor sekiankan. Rupanya beliau mulai mendapatkan kesadaran spiritual, setelah diusia senja. Masih lumayan terlambat dari pada tidak punya kesempatan sama sekali. Sayangnya dipenghujung usia, segalanya sudah mulai lamban, gerak-gerik dan kemampuan lakoni ibadah sudah tidak leluasa lagi, mungkin kemampuan menyerap pengetahuan lebih baik sebab dasarnya intelektual tinggi, namun phisik sudah tidak mendukung. Sudah terserang pengapuran diberbagai sendi, metabolism tubuh sudah kurang stabil.
Ternyata setinggi apapun ilmu pengetahuan manusia, bila masuk usia lanjut, akan mulai sadar kemana lagi akan menuju, pasti akan menuju ke kematian. kalau sudah sampai ke kematian terasa perlu untuk mempersiapkan bekal menjalani hidup sesudah mati. 

Kesadaran spiritual
Bukan hanya menggunakan akal sehat, tetapi mengutamakan pertimbangan kalbu. Orang yang menggunakan kesadaran spiritual akan melakukan semua tindakan dengan arif dan bijak. Kelompok ini berpandangan bahwa harta benda dan uang adalah hanya sebagai sarana untuk mendekati  ILAHI. Giat bekerja dan tekun beribadah. Setiap Langkah dan perbuatannya mencerminkan pengabdian kepada Allah di dorong oleh kasadaran spiritual. Prolehan harta benda  selalu disyukuri, sedikit apalagi berlimpah. Didalam harta orang yang mempunyai kesadaran spiritual, selalu dianya menganggap adanya tertitip hak orang lain yang harus dikeluarkan. Orang dengan kesadaran spiritual selalu merasakan bahwa keberhasilnnya bukan hanya lantaran kepiawaiannya, tetapi sangat besar campur tangah Allah. Sehingga tidak suka berbangga diri, apalagi menyombongkan diri.

Begitu para pembaca lapis-lapis kesadaran manusia dalam hidup ini.  Pada lapis yang mana kiranya posisi kita, tentu ada dua pihak yang tau yaitu anda dan Allah swt. Yang jelas masing-masing kita sudah barang tentu akan berusaha menjadi yang paling baik untuk kehidupan di dunia ini, lebih-lebih lagi untuk kehidupan akhirat nanti. Wallahu a’lam bishawab. Barakallahu fiqum.

Monday 6 February 2017

LIDAH dan HATI



Al-Kisah, Luqman Al-Hakim adalah orang Sudan, dianya sebagai P.R.T. dengan majikan seorang pengusaha kaya. Suatu hari sang majikan menyuruh menyembelih seekor kambing, minta dimasakkan dari irisan bagian daging kambing itu yang paling lezat dan paling berkhasiat. Perintah itupun dilaksanakan, Luqman mengambilkan Lidah dan Hati kambing tersebut, dimasakkan dan kemudian dihidangkan kepada majikannya.
Beberapa hari berikut, majikan minta lagi Luqman Al-Hakim agar menyembelih seekor kambing, juga minta dimasakkan dari daging kambing itu KINI dari irisan daging yang paling TIDAK enak dan paling TIDAK berkhasiat dan menjijikkan agar diolah menjadi makanan yang layak disantap. Lagi-lagi Luqman mengiris lidah dan hati kambing itu serta memasaknya dan selanjutnya menghidangkan ramuan masakan lidah dan hati kambing tersebut.
Majikan dari Luqman, terheran-heran kenapa Luqman juga memasakkan bagian yang sama dari kambing itu, baik ketika diperintah untuk  memilih daging yang paling lezat dan berkhasiat, maupun daging yang paling tak enak dan menjijikkan. Keadaan ini membuat sang majikan bertanya kepada Luqman.
Penjelasan Luqman, benar-benar pas benar dengan namanya “Luqman Al-Hakim”, mengandung hikmah yang kayaknya pantas untuk kita simak menilai kondisi  masyarakat akhir-akhir ini.
Menurut Luqman dalam tubuh manusia ini bagian yang paling enak dan berkhasiat sekaligus menjadi bagian yang tidak mengenakkan dan bagian yang membuat malapetaka adalah LIDAH dan HATI.
Dengan lidah, orang dapat mengucapkan kata-kata yang menyejukkan, menentramkan jiwa, mendamaikan. Dalam pada itu dengan lidah, orang dapat meluncurkan kata-kata yang menyakitkan, kata-kata yang mengajak permusuhan dan bahkan perperangan, dengan lidah hati terluka lebih hebat lukanya dari ditusuk sebilah keris. Dengan kata-kata orang yang tadinya rukun dapat menjadi berselisih paham kemudian bentrok.
Ku pernah menulis di FB ini tentang tiga hal yang TIDAK dapat ditarik, yaitu pertama; anak panah yang meluncur dari busurnya. Kedua; kata-kata yang diucapkan lidah, baik atau tidak baik, kalau salah ucap biarpun diikuti sejuta maaf tak akan dapat memasukkan kembali ucapan itu ke dalam mulut. Ketiga; tulisan yang telah terpublikasi di dunia maya ini, tetap tersimpan dan dapat dilihat kembali. Contohnya tulisan saya yang lalu oleh FB di keluarkan lagi sebagai kenangan pada tanggal saya mempublikasi tulisan itu. Apapun isi tulisan itu ndak dapat dibatalkan, apabila tulisan sudah di publish sudah bukan milik penulis lagi tapi sudah milik public.
Selanjutnya dari hatilah manusia mempunyai perasaan yang halus, mempunyai pekerti yang baik, menaruh belas kasihan, dengan hati pula dapat diukur ikhlas tidaknya seseorang.  Sementara itu dengan hati pula orang dapat menjadi kejam, orang dapat berbuat curang, menyakiti orang lain, iri dengki dan segala macam penyakit hati yang membuat kerusakan buat orang lain bahkan masyarakat.
Begitu hebatnya lidah, kadang dengan lidah dapat menggerakkan hati. Seeorang yang sedang stress, putus asa, akan mengakhiri hidupnya dengan meloncat dari gedung bertingkat tinggi. Seorang Polwan menghampirinya dari jendela tak jauh dari si stress sudah siap melompat. Dengan satu gerakan saja dunia ini berakhir buat orang yang mau bunuh diri itu. Dengan kata-kata bijak yang mampu menggugah hati si nekad. Perlahan-lahan ditariknya langkahnya mundur menuju jendela, tempat si Polwan dengan tenang menunggu. Taaap, tangannya maraih tangan Polwan yang sanggup menggerakkan hati ybs mengurungkan niatnya. Ini semua adalah peranan lidah yang dengan lidah itu meluncur kata-kata bijak si Polwan yang arif  yang sanggup meluluhkan hati orang yang sudah putus asa itu.
Oleh karena itulah maka hati-hatilah menggunakan lidah. “Lidah lebih tajam dari sebilah pedang”.  Sebab kalau kata-kata yang sudah dikeluarkan bagaimanapun caranya tidak dapat ditarik kembali, walau dengan bermiliar maaf. “luka ditangan dapat dibebat. luka di hati bagaimana dan kemana mencari obat” Patut kiranya  kita cermati pesan nabi Muhammad saw hadist berikut:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ.

Man kana yukminu billahi wal yaumil akhir, fal yakul khairan au liyashmut (“Barangsiapa  yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah dia berkata  yang baik atau hendaklah diam.”) (HR. al-Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Hurairah).
Billahi Taupiq Wall Hidayah, barakallahu fikum.

Friday 3 February 2017

Ramalan - KITAB SUCI- Al-Qur’an



Jangan dikira bahwa kitab suci (Al-Qur’an) hanya berisikan ramalan kehidupan akhirat yang oleh kelompok faham “Atheis” adalah tak dapat dibenarkan, tidak dapat dibuktikan, karena belum pernah ada yang pengalaman ke sana.
Faham atheis ini dibantah oleh Al-Qur’an, seperti yang dapat kita simak di ayat 4 surat Ar-Rum:
 
Fi bidh’i siniina lillahil amru min qablu wamin ba’du wayaumaidzin yafrakhul mu’minuuna.
(Dalam beberapa tahun lagi[*]. Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman),
[*]. Ialah antara tiga sampai sembilan tahun. Waktu antara kekalahan bangsa Rumawi (tahun 614-615) dengan kemenangannya (tahun 622 M.) bangsa Rumawi adalah kira-kira tujuh tahun.


Bahwa bangsa Rum, ketika Nabi Muhammad s.a.w. masih berda’wah di Makkah, dikalahkan oleh bangsa Persia. Kekalahan telak itu sampai- sampai pasukan Persia masuk ke jantung kota bangsa Rumawi. Boleh dikata luluh lantak. Logika mangatakan tak mungkin berkutik lagi.
Kalau diumpamakan negara kita barang kali, ketika kita dijajah 350 tahun sudah tak mungkin untuk merdeka. Sebab semua sektor kekuatan ekonomi sudah dipegang oleh penjajah, setidaknya bangsa asing selain pribumi yang dekat dengan penjajah yang menjadi pemegang peran di perekonomian. Pribumi yang perekonomian baik, kalaupun ada sekelompok elit pribumi yang dipelihara oleh penjajah untuk menindas rakyat. Kekuatan senjata mutlak dimiliki oleh penjajah, kalaupun ada orang pribumi yang pegang bedil, mereka adalah orang pribumi yang direkrut penjajah untuk memusuhi rakyat, meskipun itu bedil ditangan mereka dibeli dari blasting (pajak) yang dipungut dari rakyat. Kekuatan ilmu pengetahuan, demikian dilumpuhkan, hanya kelompok elit saja boleh masuk sekolah yang lebih tinggi. Orang pribumi biasa hanya boleh masuk sekolah sekadar dapat membaca menulis saja.
Kekalahan bangsa Rum dari bangsa Persia, diikuti prediksi  Al-Qur’an di ayat 4 surat Ar-Rum ikutip di atas, di ejek oleh kaum kafir Makkah waktu itu. Tersebutlah dua bersaudara bernama Ubay bin Khalaf dan Umaiyah bin Khalaf, mereka mengajak bertaruh 100 ekor unta kepada Abubakar Siddiq yang selalu konsisten membenarkan apa yang termuat dalam Al-Qur’an. Waktu itu belum turun ayat Al-Qur’an melarang untuk bertaruh.
Karena pengertian “Fi bidh’i siniina” diartikan dalam kaidah bahasa Arab adalah antara 3 sampai 9 tahun. Maka pertaruhan ditetapkan bila bangsa Rum tidak juga dapat mengalahkan bangsa Persia dalam 10 tahun, unta muda yang sudah ditandai saat itu yang 10 tahun nanti menjadi unta dewasa, akan diserahkan kepada Ubay bin Khalaf dan Umaiyah bin Khalaf, oleh Abubakar.
Yang terjadi adalah 7 tahun berikutnya, maha benar Allah dengan segala firman-Nya, bangsa RUM dibawah pimpinan HERCLUS kaisar mereka, menyerang Persia dan menundukkan negara penyembah Api ketika itu. Al hasil Abubakar menjadi pemenang. Unta 100 ekor itu diterima Abubakar menang tarohan dan dibagikan kepada sabahat sesama muslim.
Yang penting disini adalah bahwa ramalan Al-Qur’an itu bukan hanya untuk masa depan akhirat, tetapi juga masa depan di dunia ini. Banyak informasi Al-Qur’an yang berabad silam belum dimengerti atau belum terbukti, sekarang sedikit demi sedikit mulai menjadi kenyataan atau dapat dibuktikan.
Bagi yang tidak percaya kehidupan akhirat, mari kita saksikan sama-sama nanti disana. Wallahu a’lam bishawab. Bararakallu fikum.