Sunday 29 January 2017

TANGGA ke LANGIT



Lama sudah konotasi orang beragama bahwa, alam akhirat itu adanya di LANGIT. Belakangan ini memang pengertian langit, sudah tidak lagi diartikan dengan akhirat, tapi sudah banyak di artikan sebagai cakrawala yang ada di atas penglihatan kita. Namun arti langit sebagai akhirat, sebagai  alam ghaib tetap saja, masih sampai sekarang.
Fir’aun, dulu beranggapan bahwa Tuhan nabi Musa adanya di langit, sehinga tersurat dalam Al-Qur’an di surat  Al-Qashash ayat 38.  Fir’aun memerintahkan pejabat kepercayaannya; HAMAN untuk membangunkan “tangga ke langit” untuk melihat Tuhannya Musa.

38. Dan berkata Fir'aun: "Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat*) kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta."
*)Maksudnya: membuat batu bata.
Sebenarnya;  jika mau naik ke langit secara hakikat melihat alam ghaib, atau berwisata ke akhirat, maka tangganya bukan dari batu Bata seperti logikanya Fir’aun tetapi tangganya adalah ROH DAN JASMANI kita sendiri.
Bila tangga terbuat dari bambu atau kayu, maka ada dua balok atau dua bambu sebagai tempat anak tangga. Salah satunya adalah ROH dan yang lainnya adalah JASMANI. Roh berfungsi Menghidupkan, Menumbuhkan dan Mengembang biakkan. Sedangkan Jasmani berasal dari tanah berfungsi sebagai tempat bersarangnya ROH dan terpasangnya Panca indra.
Adapun anak tangganya adalah:
1.       Akal
a.       Mengingat
b.      Berfikir
c.       Mencari sebab akibat
d.      Menghayal
2.       Qalbu
a.       Iba, terpesona, bersimpati, menaruh hormat
b.      kasih sayang, cinta dan benci
c.       rindu, kangen dan bosan
d.      riang gembira, berduka cita
3.       Nafsu
a.       Keinginan
b.      Cita-cita
c.       Kehendak
4.       Penglihatan
5.       Pendengaran
6.       Pencicipan
7.       Penciuman
8.       Perabaan
Kedelapan anak tangga ini, jika diuraikan terlalu panjang diruang tulisan yang sempit ini. Benar juga saran pembaca tulisan-tulisan saya, agar jangan terlalu panjang biar ndak malas membacanya. “Kalau perlu tulis berseri” kata yang nyarankan. Jadi dikesempatan ini saya akan kemukakan anak tangga lingkup ROH saja yaitu: Akal, Qalbu dan Nafsu.
Kalaulah Fir’aun mau menggunakan tangga ini, maka dianya mempercayai adanya akhirat, tidak usah sampai hampir mengeluarkan ROH dari tubuh di tengah laut Merah baru percaya adanya akhirat.
Roh sendiri, tak seorangpun diantara ummat manusia, dengan pendidikan setinggi apapun, dokter dengan spesialis apapun, belum ada yang mengetahui bagaimana bentuk ROH itu, dimana persisnya dalam tubuh ini ROH bersemayam. Tetapi tidak seorangpun dari kita yang tidak percaya bahwa dalam diri kita ini terdapat ROH yang membuat kita hidup.
Roh berfungsi:
·         Menghidupkan,
·         menumbuhkan, dan
·         mengembang biakkan.
Dengan Roh yang ada, di dalam tubuh kita yang semula bayi sepanjang hanya 50 cmeteran, bertumbuh menjadi tinggi dan besar sampai batas tertentu. Ada yang sampai tinggi kurang dari 2 mtr, berat lebih 100 kg. Ada yang tak seberapa tinggi dan langsing, itu semua peranan ROH. Bagaimana kalau seorang anak ketika umur di bawah 5 tahun meninggal dunia, roh tidak lagi ada di jasmaninya, makapun pertumbuhan itu berhenti sampai disitu, tidak sampai tinggi hampir 2 mtra. Ini bukti bahwa ROH lah yang menumbuhkan sekaligus Roh lah yang menghidupkan.
Roh berfungsi sebagai pengembang biakan. Dalam jasmani ini terdapat berjuta sel yang dengannya terbangun tubuh ini. Sel-sel tersebut setiap hari berganti, ada yang hilang dan mati, kemudian berkembang biak sel baru yang tumbuh, disamping menggantikan yang lama dan membentuk yang baru, sehingga secara berkeseimbangan dan berkelanjutan dari hari ke hari semanjak orang hidup baru berhenti ketika mati. Anda dapat banyangkan, kalau seseorang bertumbuh organ tubuhnya bagian tangan, sementara kakinya tidak bertumbuh tetap saja sebagai bayi, atau tangannya bertumbuh menjadi orang yang berusia 30 tahun sementara kakinya, daun telinganya, alat kelaminnya masih saja tidak bertumbuh berhenti di umur 5 tahun. Tentu hal ini akan menyulitkan bagi yang bersangkutan. Andaikanlah mau tafakur sejenak, kitapun menyadari bahwa rupanya wajah kita yang hampir setiap hari kita liat di cermin, berubah dari hari kehari. Cuma saja berubahan itu tidak terasa, tak tampak jelas oleh kita, kerena berangsur-angsur, tau tau setelah sekarang bagi yang umurnya diatas enampuluhan, melihat wajahnya mulai banyak lisu-lisunya.
Roh ini bukan hanya dimiliki oleh manusia, tetapi juga tumbuh-tumbuhan dan juga hewan. Bedanya adalah: Tumbuh-tumbuhan dan Hewan fungsi Roh hanya menghidupkan, menumbuhkan, mengembang biakkan. Sedangkan untuk manusia di dalam ROH ada lagi unsur  Akal, Qalbu dan nafsu. Bagi Hewan fungsi Roh ditambah dengan Nafsu dan insting. Tumbuh-tumbuhan, sebabnya dinamakan tumbuh-tumbuhan karena rohnya hanya berfungsi untuk menumbuhkan, mengembang biakan dan menghidupkan. Hewan disebut hewan, karena disamping punya Roh untuk menumbuhkan, menghidupkan dan mengembang biakan, juga dilengkapi dengan Nafsu dan Isting.
Akal, dengannya manusia dapat beraktifitas, memilih apa yang harus dilakukan dari berbagai pilihan yang tersedia, untuk memilih yang terbaik. Akal bertumbuh kembang sesuai kedewasaan manusia diikuti pengalaman dan juga pendidikan. Tetapi jangan salah, bagaimanapun dewasanya seseorang, berapa banyakpun pengalamannya, sepanjang apapun gelar kesarjanaannya, bila Akal hilang dari Roh yang ada di jasmani ini, maka itu semua hilang tak ada artinya. Saya punya contoh seorang teman, semasa Akalnya belum hilang, demikian piawainya berpresentasi sebagai wujud dari banyak ilmu pengetahuannya. Tetapi suatu saat terkena sakit, Akal nya mengilang (bukan gila), yang bersangkutan sama sekali tak sanggup lagi beraktifitas, kecuali sekedar hanya berjalan dan makan/minum mempertahankan hidup, sampai-sampai namanya sendiripun dia sudah tidak tau lagi jangankan menunis dan membaca. Ini buktinya Akal demikian penting fungsinya dalam tubuh. Kalau kita mentafakuri ini, bukankan kita dapat melihat akhirat itu ada.
Begitu juga dengan Qalbu yang dapat membuat orang mengenal rindu cinta dan kasih sayang, rasa iba dan kasihan. Dapat dibayangkan bila manusia sudah kehilangan Qalbu ini, dia akan sama dengan hewan. Manusia akan menjadi musuh bagi manusia lain, manusia akan sadis, kejam, bringas bila tidak ada Qalbu di dalam rohnya. Sekaligus dari menelaah adanya Qalbu buat manusia dan tidak diberikan Qalbu buat hewan dan tumbuhan ini, maka kitapun paham bahwa Roh manusia yang memiliki Qalbu ini akan kekal, tidak seperti Rohnya hewan. Sebab roh manusia yang mebuat manusia dapat berbuat baik, roh dengan Qalbu didalamnya sekaligus berpotensi membuat manusia menjadi penjahat. Ini Roh akan hidup terus untuk mempertanggung jawabkan apa yang digerakkannya ketika dia bersemayam di tubuh seseorang.  Pertanggung jawaban inilah yang akan dilaksanakan di akhirat.
Sedangkan berikutnya, akhir pembahasan kita kali ini adalah Nafsu. Hewan dan manusia di dalam Roh nya terdapat unsur ini. Bedanya bagi manusia, karena Roh nya ada unsur Qalbu, maka manusia tidak begitu saja mengumbar nafsu, dikendalikan oleh qalbu, apa yang dibuat oleh nafsu akan dimintai pertanggungan jawab atas ROH ber Qalbu itu nanti di alam akhirat. Nafsu hewan hanya dipergunakan untuk memenuhi keingan makan minum dan meneruskan keturunan, sedangkan manusia nafsu ini pula yang membuat manusia mempunyai cita-cita. Kesemua pemenuhan nafsu manusia ini, seperti makan/minum dan meneruskan keturunan serta mencapai cita-cita, semuanya nanti akan dimintai pertanggungan jawab di akhirat bagaimana mendapatkan dan melaksanakannya.
Demikian, semoga TANGGA ke LANGIT ini dapat kita naiki trap demi trap dengan baik sehingga kitapun sampai ke langit dengan keadaan yang di Ridhai Allah dan kitapun Ridha kepada Allah. seperti yang disebutkan Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Fajr ayat 28-30
28. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.
29. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku,
30. masuklah ke dalam syurga-Ku.
Amien. Wabillahi Taufiq Wall Hidayah. Barakallahu fikum.


Monday 23 January 2017

PEDULI kah QT kpd YANG LEMAH



Ku sempat pernah berfikir, bahwa kemiskinan di dunia ini tak mungkin ditiadakan, sebab diinformasikan Allah dalam kitab suci, bahwa adanya orang miskin. Lantas ada orang kaya, dimana si kaya diperintahkan harus menyantuni si miskin dengan sebagian kakayaan yang dimilikinya. Fikiran ku itu didukung logika, bahwa kitab suci kan berlaku sepanjang masa sampai kiamat, jadi logikapun sampai kepada kesimpulan bahwa orang miskin harus tetap ada.  Kalau nanti misalnya sepuluh tahun kedepan di dunia ini ndak ada lagi orang miskin, nah bagaimana generasi yang akan datang, ketika dia membaca kitab suci yang di dalamnya disebut tentang orang miskin, padahal ketika itu ndak ada orang miskin. Jadi nanti ada komentar bagi yang lemah imannya “kandungan kitab ini, hanya kisah orang dahulu, buktinya ndak ada orang miskin”.
Fikiran dan logika ku ini selanjutnya terbantahkan oleh logika juga, di dalam ajaran agama (Islam), dalam banyak hal amal yang sangat baik diwujudkan dengan “memerdekakan Budak”. Banyak denda-denda pelanggaran pantangan agama, dengan “memerdekakan Budak”. Sampai-sampai ada fadhilah zikir sesudah shalat wajib yaitu  seperti  yang dikatakan Abu Ayyub Al-Anshari, r.a. bahwa Rasulullah pernah berkata “SIAPA YANG MEMBACA:   LAA ILAAHA ILLALLAH WAHDAHU LAA SYARIKALAH, 10 kali maka seperti orang yang memerdekakan 4 jiwa (Budak) dari keturunan Nabi Ismail” Bulughul Maram (terjemahan) 1992:786.  Berkat anjuran sangat kuat dari Islam untuk membebaskan Budak, walaupun ketika itu masih dilegalisir, berangsur-angsur perbudakan hapus di negeri-negeri Islam dan Alhamdulillah sekarang di duniapun kini hapus perbudakan.  Sejarah harus mengakui bahwa pelopor pembebasan Perbudakan diawali oleh ajaran Islam.
Sandaran logika inipun, meyakinkan kita bahwa kemiskinanpun akan tertuntaskan di dunia ini, asalkan semua pihak terutama orang kaya mau menunaikan kewajibannya sebagai orang kaya, yaitu membagi kan sebagian rezeki yang diperolehnya kepada orang miskin. Semua yang wajib zakat, menunaikan zakatnya dan dikelola dengan baik oleh badan yang jujur, maka miskinpun akan dapat dituntaskan, bukan sebaliknya kemiskinan ditetaskan. Habisnya kemiskinan ini bukan hal yang belum pernah terjadi, sejarah mencatat bahwa di zaman ke Khalifahan, Khalifah Umar bin Abdul Aziz, tidak terdapat orang miskin, sehingga tidak seorangpun menjadi mustahiq penerima zakat. Orang semua berzakat dihimpun di Baitul Mal, penggunaannya untuk kepentingan kemajuan negara, membangun infrastruktur. Salah satu syarat tentunya adalah pemimpin yang adil, hidup sederhana dan taqwa kepada Allah.
Sekarang tibalah giliran kita mengukur, sampai kemana sudah kepedulian kita kepada orang miskin yang sering diistilahkan kaum Duafa, kaum lemah, agar cita-cita kitab suci menghapuskan kemiskinan dapat terwujud.
Memenuhi undangan kaum lemah
Banyak diantara kita bila datang kondangan ke kaum lemah, seringnya memberikan sumbangan ke dalam “tempayan sumbangan” dengan uang, banter lima digit. Jarang yang memasukkan ke tempat sumbangan dengan enam digit. Sementara itu bila yang mengundang adalah orang terkemuka dan kaya maka  amplop yang diberikan bukan saja lembaran enam digit kadang beberapa lembar diikuti kartu nama. Apa yang kita lalukan ini agaknya terbalik. Mestinya orang lemahlah yang diberi sumbangan lebih banyak. Sedangkan orang terkemuka dan kaya, mereka sudah berkecukupan untuk apa lagi ditambah oleh kita, cukup berikan sekedarnya saja.
Belanja di pasar tradisional
Sangat getol menawar, sebegitu rupa kadang sampai si penjual dalam posisi yang mengalah, karena daripada tidak habis terjual, barang dagangannya dilepas walau untung sangat tipis bahkan rugi dari pada akan layu atau kedaluarsa.  Dalam pada itu jika belanja di super market, tanpa tawar menawar, padahal super market milik orang kaya dan perekonomiannya kuat.
Membayar jasa tukang sol sepatu, Tukang jahit keliling
Seharian tukang sol sepatu berkeliling kampung memikul alat-alatnya sambil mulutnya berteriak has “Sol Sepatu”. Kita yang bersangkutan minta menjahitkan atau mengelem sepatu yang terbuka solnya padahal keadaan sepatu masih baik. Jasa tukang sol tersebut ditawar habis, sampai akhirnya si tukang sol yang lemah posisi tawarnya, harus menyerah dengan tawaran pemilik sepatu, daripada ndak ada kerjaan hari ini “belum dapat penglaris” katanya. Hal serupa bila menjahitkan retsleting celana rusak atau ada pakaian anda perlu d jahit dengan penjahit keliling. Bandingkan bila anda membayar jasa parkir ketika masuk di mall, tanpa dapat menawar anda harus membayar puluhan ribu karena parkir anda sekian jam, hebatnya lagi kalau mobil anda parkir 4 jam lebih beberapa menit maka dibeberapa tempat parkir dihitung menjadi 5 jam. Andapun tak pernah dapat protes, padahal pengelola parkir dan gedung adalah orang kaya-raya.
Antara Pizza dan Makanan Gerobak
Kitapun juga lebih suka memesan dengan telepon dari rumah untuk diantarkan sekotak Pizza, ketimbang menghentikan Makanan Grobak yang didorong oleh si ekonomi lemah. Padahal mereka lebih butuh akan lakunya dagangan mereka. Sedangkan outlet Pizza dikelola pengusaha kaya dan harganyapun lebih mahal ketibang makanan grobal, semisal sate, siomay, ketoprak dll. Seharusnya minimal untuk menerapkan kepedulian kita kepada yang lemah, dari pada membeli Pizza mendingan lariskan pedagang kecil. Sudahkan anda peduli dengan mereka, jika anda karena sesuatu penyakit sehingga ada larangan makan dari makanan gerobak, setidaknya dalam hati anda berdo’a semoga orang yang mencari rezeki halal ini, dimudahkan Allah, dilariskan dagangannya. Ketahuilah do’a anda yang tak diketahui orang yang di do’akan lebih manjur, karena dilaksanakan dengan tulus.
Itu sebagian kecil contoh sikap sebagian kita terhadap orang lemah. Semakin terbalik cara bersikap kita terhadap orang lemah ini, maka semakin jauhlah kita dapat MENGENTASKAN kemiskinan dan bahkan mungkin-mungkin malah dapat MENETASKAN KEMISKINAN.
Semoga kepedulian kita kepada pihak yang lemah selama ini dapat dikoreksi, bila kebetulan sebagian kita berperilaku yang kurang berpihak kepada yang lemah dan bahkan dermawan kepada pihak yang kuat. Baik sama kita renungkan apakah perilaku kita itu tepat. Wallahu a’lam bishawab.

Tuesday 10 January 2017

MUHASABAH



Kalau tidak keliru, terjemahan bebas “Muhasabah”, adalah berhitung condong untuk menilai diri sendiri. Karena selama di dunia ini perhitungan dapat dilakukan oleh diri sendiri untuk diri. Sementara di akhirat nanti kita sudah tak punya kemampuan lagi untuk memperhitungkan diri kita sendiri. Perhitungan di akhirat mutlak oleh Allah semata. Hal  itulah maka Allah memberitahukan kepada manusia a.l. dengan surat Ibrahim. ayat 42-43.  
·         Ayat 42. Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang dzalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak,
·         Ayat 43. Mereka datang bergegas-gegas memenuhi panggilan dengan mangangkat kepalanya, sedang mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong.
Langkah-langkah memperhitungkan diri di dunia ini dapat dilakukan setidaknya  empat Langkah yaitu:
1.       Hitunglah hal-hal yang wajib, jika ada yg kurang, segeralah melengkapinya. Allah telah mewajibkan kita untuk melakukan amaliah didunia ini berupa ibadah langsung kepada Allah dan ibadah berhubungan dengan masyarakat, dikenal dengan ibadah sosial. Setiap hari orang bijak dalam agamanya menghitung dirinya. Hari ini apakah ibadah yang sudah dilakukan sudah maksimal, atau masih ada kekurangan, baik dalam kualitas atau kuantitasnya. Kualitas artinya kadar niat yang terkandung dalam ibadah itu, apakah masih tercampur karena selain Allah, apakah sudah benar-benar bulat karena Allah. Kuantitas, sudah seberapa banyak dilakukan, apakah sudah maksimal, apakah sudah sekuat tenaga. Tidak kalah pentingnya dalam melaksanakan ibadah haruslah terpenuhi dua unsur yaitu:
a.       Ikhlas hanya karena Allah, ibadah terhindar dari riya’, jauh dari ingin dinilai oleh manusia dan bukan karena menginginkan sesuatu urusan dunia, misalnya beribadah untuk mendapatkan jabatan.  Dapat diangkat sebagai contoh misalnya, ketika sedang disiapkan untuk memilih katua RW baru, disuatu RW, maka si calon yang berharap mendapatkan dukungan suara, oleh penasihat suksesnya, di sarankan untuk shalat berjamaah setiap waktu di masjid-masjid yang ada dalam wilayah RW. Yang terjadi setelah pemilihan RW selesai, baik yang terpilih maupun yang gagal, sudah jarang shalat berjamaah ke masjid. Kalau demikian shalat berjamaahnya agaknya belum murni karena Allah.
b.      Mengacu kepada apa yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Tidak dibuat-buat ibadah yang baru. Tidak pula mengurangi bagaimana seharusnya ibadah dilakukan. Bukankah ummat terdahulu ada yang dimurkai Allah karena mengurangi apa yang telah digariskan Allah, dan ada pula ummat terdahulu yang dimurkai Allah karena menambah-nambah ibadah kepada Allah. Patut kita muhasabah, apakah ritual ibadah yang kita ikuti sehari-hari sudah terkontaminasi ibadah-ibadah tambahan yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah.  Juga patut dikaji lagi apakah ada pengurangan ibadah yang kita ikuti di komunitas biasanya kita berjamaah. Untuk memahami apakah ada penambahan ritual ibadah yang kita ikuti atau ada pengurangan ibadah yang kita jalani di komunitas kita, maka tentu jalan keluarnya, belajar dan belajar dari sumber-sumber yang akurat. Bagi ummat Islam sumber akuratnya sudah jelas yaitu Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah. Konsep ibadah kepada Allah dalam Islam, sudah jelas: “beribadah sesuai dengan perintah, baik langsung dari Allah atau contoh Rasulullah”. Sedangkan amalan lainnya selain Ibadah kepada Allah panduannya adalah “ber-amallah sepanjang tidak ada larangan dari Allah dan Rasul-Nya”.
2.       Hitung-hitung  hal-hal yang dilarang, jika ada yg dilanggar; istighfar, taubat dan imbangi dengan perbuatan baik menghapuskan dosa. Sebagai manusia yang tak luput dari kekhilafan dan kesalahan, maka sudah lazim terjadi kesalahan dilakukan terlanjur melanggar larangan Allah. Jika hal ini terjadi segeralah memohon ampunan kepada Allah bukan saja dengan istighfar, tetapi diiringi dengan perbuatan baik. Karena perbuatan baik oleh Rasulullah ditegaskan akan menebus dosa. Bahwa seorang berbuat salah dan  menyesali kasalahannya, serta bertaubat kemudian tidak mengulangi kesalahan yang sama, adalah lebih baik dari orang yang belum pernah berbuat kesalahan karena belum mengalami ujian. Sebagai contoh; bila seorang yang lingkungannya baik, tidak pernah mendapat kesempatan berbuat kesalahan, wajar kalau dianya tidak pernah berbuat kesalahan. Lain hal nya dengan seorang yang punya kesempatan untuk melakukan kesalahan, misalnya, lalu dianya tidak melakukan kesalahan tersebut, ini barulah dapat dipandang orang yang kuat mempertahankan imannya. Dalam hal seorang yang ada peluang melakukan kesalahan dan terlanjur melakukan kesalahan itu, maka orang ini dapat minta ampun dan bertaubat dengan mengiringi pertaubatannya dengan perbuatan-perbuatan kebajikan.
3.       Periksa kelalaian, perbaiki atas kelalaian tersebut dengan berdzikir agar kembali mendekatkan diri kepada Allah. Kelalaian ialah berupa melakukan aktivitas (amal) termasuk amal baik, tetapi tidak sengaja apalagi disengaja melupakan Allah. Keluar rumah menuju pekerjaan mencari rezeki, lupa mengingat Allah, lupa meniatkan bahwa berangkat kerja, dalam rangka mencari karunia Allah. Suatu ketika sempat sesumbar bahwa kesuksesan diri adalah karena kehebatan, kemampuan diri semata, tidak memuji Allah yang membuat diri menjadi sukses. Jika antara lain seperti dicontohkan tadi hendaklah perbaiki kelalaian dengan mendekatkan diri kembali kepada Allah yaitu setiap memulai suatu kegiatan dengan mengingat akan Allah.
4.       Perhatikan anggota tubuh, ucapan, Langkah kaki, gerak tangan, penglihatan, pendengaran. Serta upayakan untuk menilai sendiri apa yg dibuat, diucapkan, kepergian, gerak tangan dll, untuk apa dan adakah kandungan dosa di dalamnya. Sebagai contoh misalnya ucapan yang tidak percaya dengan kehidupan akhirat. Ucapan sengaja dari hati atau hanya sekedar bercanda, umpanya seorang mengatakan “Tak mungkin kita di akhirat nanti akan mengalami siksaan, kalau sudah mati nanti pasti enak, buktinya tak seorangpun yang sudah mati balik lagi, itu buktinya enak disana”.  Atau ada yang menyakatan bahwa tentang bagaimana kehidupan sesudah dunia fana ini,  padahal belum pernah melihat kesana. Kalau seorang yang beriman kepada Al-Qur’an maka kata-kata ini berarti kesalahan besar, karena tentang bagaimana keadaan setelah  dunia  fana ini, yaitu alam kubur, alam barzah, alam akhirat, belum seorangpun manusia yang pernah melihat kesana, kecuali nabi Muhammad yang dicuplikan secara singkat. Kabar-kabar mengenai kampung akhirat adalah berita dari Al-Qur’an. Masalahnya terpulang apakah mengimani atau tidak berita Al-Qur’an. Kalau masih mengimani berita Al-Qur’an adalah pantas dipetik salah satu ayat, surat Asy-Syajadah ayat 12 “Dan, jika sekiranya kamu melihat mereka ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata): "Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin.". Bagi orang yang berkata “Ramalan tentang keadaan sesudah dunia fana ini,  tidak dapat diramalkan didunia ini sekarang, sebab belum ada yang pernah kesana” berarti yang bersangkutan  tidak  mengimani Al-Qur’an, sudah tidak dapat lagi untuk diajak percaya dengan kehidupan kampung akhirat. Semoga Allah memberikan hidayah kepada yang bersangkutan, hanya itu yang dapat kita lakukan yaitu berdo’a, karena hidayah hanya datang dari Allah.
Begitu juga 2 ayat yang dikemukakan awal tulisan, hanya buat orang yang mengimani Al-Qur’an, kalau sudah didasari tidak mengimani Al-Qur’an, sudah tertutup untuk meyakinkan yang bersangkutan. Demikian juga mungkin agama apapun meyakini kehidupan akhirat itu, walau tak seorangpun penganut masing-masing agama itu pernah melihat atau survey kesana. Jadi orang yang tidak percaya akan adanya kehidupan akhirat, barangkali yang bersangkutan tidak menganut agama. Wallahu a’lam bishawab.
Dunia, tempat berbuat/beramal, tapi belum ada pembalasan, atau setidaknya jarang langsung mendapatkan pembalasan.  Akhirat,  tempat diperhitungkan amal selama di dunia, sementara itu di akhirat tidak lagi dapat beramal. Begitu sepertinya keyakinan orang yang beragama, dengan agama apapun yang di anutnya.