Tuesday 26 May 2015

TOLONG MENOLONG



Tolong menolong, ialah dua orang atau lebih saling membantu akan sesuatu urusan, suatu pekerjaan. Eee jangan salah, bukan hanya manusia yang sanggup berbuat tolong menolong, tetapi hewan juga dalam keadaan tertentu merekapun mempunyai insting untuk tolong menolong sesama mereka. Seeokor induk burung menolong anaknya yang belum mampu terbang untuk memberikan makan anak-anak mereka melalui paruhnya.
Tolong menolong, bukan saja dalam hal berbuat yang baik, tetapipun orang dapat juga bertolong-tolongan dalam berbuat kejahatan. Sekelompok begal motor, mereka bertolong-tolongan dalam melakukan tindak criminal tersebut.  Bedanya kalau bertolong-tolongan dalam kebajikan, sampai kapanpun persahabatan itu akan dapat diteruskan dan kalau sudah terpisah akan menjadi kenangan baik. Sementara dalam hal bertolong-tolongan dalam kejahatan persahabatan itu akan retak bilamana terjadi hal-hal tertentu, misalnya ketika kejahatan terbongkar, masing-masing orang berusaha untuk meringankan dirinya dari peran kejabahatan itu. Kalau sudah terpisah meraka menutupi atau berusaha tidak mengingat kenangan kejahatan itu.
Agama memberikan panduan untuk kita hidup ini agar bertolong-tolongan dalam kebaikan dan takwa, dan jangan bertolong tolongan dalam kejahatan seperti yang di perintahkan Allah dalam surat (Alqur’an: Surat Al Maidah ayat 2)
Dan tolong -menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.
Dari ayat di atas, telah diinformasikan oleh Allah bahwa di alam ciptaan-Nya yang namanya dunia ini, kemungkinan terjadi tolong-menolong itu dalam dua bentuk; yaitu dalam hal kebaikan dan takwa, juga dalam hal kejahatan berbuat dosa dan pelanggaran ketentuan hukum Allah dan hukum yang disepakati manusia. Ditempat lain di dalam Al-Qur’an banyak diingatkan bahwa kelak di alam akhirat kita tidak dapat lagi tolong menolong dalam berbuat kebaikan dan juga berbuat kejahatan,
Selanjutnya Allah memberikan instruksi kepada orang yang beriman, pilih salah satu bentuk tolong menolong itu yaitu pilihlah “Tolong menolong dalam kebijakan dan takwa”.
Tolong menolong dalam penerapannya ditengah masyarakat dapat dilakukan dalam beberapa perwujudan antara lain saya coba mengangkatnya dalam tulisan ini dalam 4 wujud yaitu:
1.      Tolong menolong dalam wujud berbagi rezeki kepada  yang lebih membutuhkan
2.      Tolong menolong dalam wujud membantu sesama dalam kesulitan
3.      Tolong menolong dalam wujud mengentaskan kemiskinan
4.      Tolong menolong dalam wujud kemaslahatan umum

Tolong menolong dalam wujud berbagi rezeki kepada  yang lebih membutuhkan
Perbuatan tolong menolong dengan wujud berbagi rezeki kepada pihak yang lebih membutuhkan ini, pernah dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW kepada penghuni lingkungan masjid nawabi, mereka miskin, tuna wiswa disebut “Ahli Shuffah” di antaranya adalah Abu Hurairah.
Suatu hari, Abu Hurairah menceritakan keadaannya. Ia berkata, “Demi Allah, yang tiada tuhan selain Dia. Aku pernah merapatkan perutku ke tanah karena lapar. Aku mengikat batu di perutku juga karena lapar. Aku juga pernah terduduk di tempat di sebuah jalan yang biasa dilalui orang. Dari kejauhan, Nabi saw. tersenyum saat melihatku. Sepertinya beliau mengerti keadaanku setelah memperhatikan ekspresi wajahku dan posisi tubuhku”.  Kemudian Nabi saw. memanggil Abu Hurairah, “Wahai, Abu Hirr” (panggilan akrab Abu Hurairah, artinya bapak atau pemilik kucing kecil, Red.). “Labbaik ya Rasulullah. , Ikutlah denganku, ucap Nabi saw.  Lalu Abu Hurairah menemani Nabi saw. menuju salah satu rumah keluarga beliau. Nabi saw. pun masuk. Abu Hurairah minta izin masuk dan beliau mengizinkannya. Di sana ada segelas susu. Nabi saw. bertanya kepada penghuni rumah, Darimana asal susu ini?”.  Seorang perempuan menghadiahkan untuk engkau, wahai Rasulullah, jawab penghuni rumah. Wahai Abu Hirr. Labbaik ya Rasulullah, jawab Abu Hurairah.  Temuilah orang-orang Ahli Shuffah itu. Ajaklah kemari.
Saat memanggil Ahli Shuffah, Abu Hurairah berkata sendiri, Mengapa susu ini diberikan kepada Ahli Shuffah? Padahal aku paling pantas untuk minum susu itu agar kekuatan saya pulih (dari rasa lapar yang sangat, Red.). Apabila Ahli Shuffah kemari, beliau pasti menyuruh saya memberikan susu itu kepada mereka dan kemungkinan saya tidak mendapat bagian dari susu itu (karena terbatasnya susu, Red.). Maka, perasaanku jadi tidak enak karena ini. Tapi taat kepada Allah dan Rasul harus diutamakan. Abu Hurairah lebih mengutamakan ketaatan kepada Allah dan Rasul daripada perasaannya sendiri. Ia tetap melaksanakan perintah Nabi saw.
Inilah salah satu kelebihan akhlak Abu Hurairah. Ia termasuk sahabat Nabi saw. yang sangat menjaga harga dirinya meski hidup kekurangan. Ia tidak meminta-minta meski sangat membutuhkan. Berdasar riwayat Muhammad bin Sirin, ia pernah tergeletak di antara mimbar Nabi saw. dan kamar Aisyah (di sekitar Masjid Nabawi, Red.). Tiba-tiba ada seseorang yang melewatinya dan meletakkan kakinya di lehernya. Ia mengira Abu Hurairah orang gila yang tidur sembarangan. Padahal ia tergeletak karena lapar (HR. Bukhari).
Setelah Ahli Shuffah tiba dan duduk mengelilingi Nabi saw, kemudian Nabi saw. berkata, Wahai Abu Hirr. . Labbaik ya Rasulullah. . Ambil susu itu dan bagikan kepada mereka.”. Abu Hurairah berkata sendiri, Aku sangat berharap aku mendapat bagian dari susu ini. Dan ini bukan berarti aku tidak taat kepada Allah dan Rasul sama sekali.  Namun Abu Hurairah tetap melaksanakan perintah Nabi saw. Ia memberikan susu itu secera bergiliran kepada orang-orang Ahli Shuffah. Satu persatu minum sampai puas, baru kemudian mengembalikan gelasnya kepada Abu Hurairah. Begitu seterusnya hingga orang terakhir. Dengan izin Allah, meski diminum banyak orang (menurut penuturan seorang khatib jum’at sekitar 60 orang, penyadur) ternyata susunya tidak habis-habis.  Setelah semua minum, kemudian Nabi saw. mengambil gelas itu. Lalu Nabi saw. melihat ke arah Abu Hurairah sambil tersenyum. Jadi Abu Hurairah orang yang kedua terakhir minum susu dari gelas itu dan ditutup oleh tegukan-tegukan tarkhir oleh Nabi. Begitu wujud tolong menolong dicontohkan Rasulullah saw, dengan ijin Allah susu segelas cukup diminum 62 orang. Tentu, kita tak sanggup untuk mencontoh persis seperti yang diteladan Rasulullah saw ini, karena kita tak dibekali mu’jizad. Tetapi kita harus mengupayakan diri untuk mencontoh semampu kita sesusai kadar kemampuan yang dimiliki untuk membantu menolong sesama dengan rezeki yang kita peroleh yang pada hakikatnya datang dari Allah. Distribusi rezeki yang kita peroleh, oleh agama diberikan panduan untuk kepentingan diri sendiri, prioritas berikutnya adalah; keluarga, kerabat, jiran tetangga dan fakir miskin.
Tolong menolong dalam wujud membantu sesama dalam kesulitan
Khalifah Rasululullah saw yang kedua adalah Umar bin Khatab. Banyak kebijakannya dalam memimpin negara diidamkan untuk diikuti oleh para pemimpin dan rakyat yang dipimpin.  Dalam sebuah riwayat, Aslam pernah menceritakan pengalamannya bersama Umar bin Khattab. Suatu malam, Aslam pernah menemani Umar pergi ke luar kota. Dari kejauhan, keduanya melihat kilauan cahaya yang terpancar dari sebuah tenda. Keduanya lalu menghampiri tenda itu. Untung ada Aslam yange meriwayatkan, kalau tidak kisah ini tak akan sampai kepada kita, sebab zaman itu belum ada publikasi, belum ada awak media yang meliput suatu belusukan yang dilakukan seorang kepala negara.
Saat sudah mendekat, keduanya terkejut. Ternyata ada seorang wanita yang sedang menangis di dalam tenda. Umar bertanya tentang keadaan sang wanita. Wanita itu menjawab, "Aku adalah seorang wanita Arab yang akan bersalin (melahirkan) sedangkan aku tidak memiliki apapun". Mendengar jawaban itu Umar menangis terseduh. Ia lalu keluar tenda dan berlari kencang menuju rumahnya. Umar menemui istrinya, Ummu Kaltsum binti Ali bin Abi Thalib dan berkata kepadanya, "Apakah engkau mau mendapatkan pahala yang akan Allah karuniakan kepadamu?"
Umar menceritakan kejadian yang baru saja ditemuinya kepada istrinya.
"Ya, aku akan membantunya," jawab istri Umar.
Setelah itu, tanpa berpikir panjang, Umar segera mengambil satu karung gandum beserta daging dan memanggulnya. Sementara Ummu Kaltsum membawa peralatan yang dibutuhkan untuk persalinan. Keduanya berjalan mendatangi wanita tersebut. Sesampainya di tenda, Ummu Kaltsum segera masuk ke tempat wanita itu, sementara Umar duduk bersama suami sang wanita yang tidak mengenal wajah Umar. Keduanya berbincang-bincang. Umar mencoba menenangkan hati lelaki itu.
Setelah beberapa saat, tangisan bayi terdengar dari dalam tenda. Ummu Kaltsum berhasil membantu persalinan wanita papa tersebut. Ummu Kaltsum lalu berkata kepada suaminya, "Wahai Amirul Mukminin, sampaikan berita gembira kepada suaminya bahwa anaknya yang baru lahir adalah lelaki."
Lelaki itu terkejut mendengar kata “Amirul Mukminin” keluar dari mulut Ummu Kaltsum. Dia tak menyadari jika telah berbincang-bincang dengan seorang khalifah, dan yang membantu persalinan istrinya adalah seorang Ummul Mukminin. Lelaki itu lalu meminta maaf kepada Umar. Namun Umar membalas dengan amat rendah hati,"Tidak mengapa". Setelah itu, Umar memberikan kepada mereka nafkah dan segala kebutuhan pokok yang diperlukannya sebelum pagi menjelang. Umar dan istrinya lalu kembali ke rumah. Demikian Umar bin Khatab telah menerapkan tolong menolong dalam wujud membantu dalam kesulitan.
Tolong menolong dalam wujud mengentaskan kemiskinan
Rasulullah saw mengajarkan kepada kita untuk mengentaskan kemiskinan bukan dengan jalan sekedar memberikan sedekah kepada peminta-minta. Bahkan tidak dianjurkan untuk memberikan uang kepada peminta-minta, karena justru berpotensi untuk mengembang biakkan kaum peminta-minta.
Dikisahkan oleh Anas bin Malik ra, pada suatu hari datanglah seorang lelaki dari kalangan Anshar menghadap baginda Nabi saw untuk meminta pekerjaan. Maka baginda Nabi bertanya kepada-Nya,”Hai Fulan, apakah kamu memiliki sesuatu di rumah?” Orang itu menjawab,”Betul ya Rasulullah, di rumah, saya memiliki sebuah hil (pakaian tebal).” Kemudian dia berkata lagi, “Sebagiannya saya pakai dan sebagian lainnya saya jadikan sebagai alas tidur. Selain itu, saya juga memiliki sebuah bejana tempat air minum.” Kemudian Rasulullah berkata, “Bawalah benda itu kepadaku.” Kemudian lelaki itu mengambilnya dan diserahkan kepada Nabi Saw. Beliau menerimanya, lalu melelang benda itu kepada sahabat-sahabat yang kebetulan hadir seraya bersabda,”Siapa yang mau membeli dua benda ini. Seorang sahabat menyahut,”Saya membelinya dengan harga satu dirham.” Beliau menawarkan lagi, “Siapa berani lebih tinggi?” Beliau mengucapkan kalimat ini sampai dua tiga kali. Baru setelah itu ada sahabat lain menyahut,”Ya Rasulullah, saya bersedia membelinya dengan harga dua dirham.”
Maka Rasulullah menghampiri sahabat tersebut, lalu kedua benda itu diserahkan kepadanya, dan uang pembayarannya pun beliau terima. Selanjutnya beliau memberikan uang itu kepada lelaki tadi seraya bersabda,”Saudara, terimalah uang ini. Lalu yang satu dirham kamu belikan makanan dan segera kamu berikan kepada keluargamu di rumah, sedangkan yang satu dirham lagi belikan sebuah kampak, dan bawalah ke sini segera.
Lelaki Anshar itu segera menuruti perintah Rasulullah Saw dan menyerahkan sebuah kampak yang belum ada tangkainya kepada beliau. Kampak itu beliau terima lalu dibuatkan tangkai (gagang). Setelah tangkai terpasang, kampak itu beliau serahkan kepada lelaki Anshar tadi seraya bersabda, “Sekarang carilah kayu bakar dan juallah ke pasar! Dan ingat, jangan sekali-kali datang menghadapku sebelum lima belas hari!”
Kemudian pergilah lelaki Anshar itu untuk mencari kayu bakar. Selanjutnya kayu-kayu yang berhasil memperoleh uang sebanyak sepuluh dirham. Uang itu dibelikan pakaian, makanan, dan keperluan lainnya. Lalu dengan perasaan girang dia menghadap Nabi dan melaporkan apa yang telah diperolehnya sekarang. Maka beliau pun turut bersyukur seraya bersabda, “Ini lebih baik bagimu daripada meminta-minta, itu akan mencoreng wajahmu kelak pada hari kiamat. Dan meminta-minta dibenarkan kecuali pada tiga golongan. Pertama, orang yang benar-benar miskin. Kedua, orang yang terlilit utang. Ketiga, orang yang dibebani tebusan besar.” (HR Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah). Begini tolong-menolong dalam wujud mengentaskan kemiskinan model Rasulullah saw. Bukan sekedar disediakan raskin, bantuan uang sekedarnya yang hanya sementara. Tetapi yang lebih penting adalah memberikan peluang untuk orang menjadi produktif.
Tolong menolong dalam wujud kemaslahatan umum
Agama memberikan ruang untuk kita bertolong-tolongan dalam membangun sarana kemaslahatan umum, yang berguna untuk memudahkan kehidupan orang banyak termasuk diantaranya membangun sarana ibadah, membangun tempat-tempat pendidikan, tidak terkecuali membangun jalan dan jembatan serta sanitasi. Walau membangun sarana jalan dan jembatan serta sanitasi,  dalam tatanan bernegara telah diambil alih oleh pemerintah, namun untuk memeliharanya adalah tanggung jawab dalam scope tolong-menolong tersebut. Salah satu contoh kecil, bahwa “Ketika seorang laki-laki berjalan dijalanan, ia mendapati ranting berduri diatas jalan itu. Maka ia menyingkirkannya, Allah berterima kasih (memberi kebaikan) dan mengampuninya”. (HR. Bukhari - Muslim). Apalagi dalam hal-hal kemaslahatan ummat manusia yang lebih besar.
Banyak lagi dimensi tolong menolong yang dapat dilakukan dalam kebaikan seperti memberikan solusi, memberikan saran dalam mencari nafkah/kehidupan dan lain-lain. Semoga lahan yang terbuka luas untuk kita beramal ini dapat kita manfaatkan sebaik- baiknya sebelum buku amal kita ditutup oleh Allah swt dengan panggilan menghadap-Nya. Amien.

Wednesday 20 May 2015

Money Laundering




Money laundering, begitu istilah yang kini sedang popular bahkan sampai ada undang-undang yang mengaturnya.  Makna penggalan kata dari money laundering  adalah pencucian uang. Yang akrab dengan soal cuci mencuci tentulah kaum Ibu, meskipun banyak rumah tangga yang mengalihkan fungsi ini kepada mesin, tetapi tetap saja tangan manusia masih tetap ikutan.
Adalah pembantu rumah tangga, untuk keluarga ekonomi menengah ke atas, memegang peran dalam soal laundering ini. Banyak PRT, jika diwawancarai Ibu Rumah tangga, sebelum diterima masuk bekerja di suatu keluarga bertanya akan beberapa hal antara lain:
1.       Keluarga disini ada berapa orang, anak-anak berapa dewasa berapa, terdiri berapa KK rumah ini.
2.       Kamar rumah ada berapa banyak, kamar mandi berapa jumlahnya.
3.       Rincian tugasnya, apakah termasuk nyuci/nyetrika, ngepel dan membersihkan kamar tidur dan kamar mandi serta urusan dapur.
4.       Apakah ada mesin cuci, bahkan tanya otomatis atau biasa, model lama, apa model baru.
5.       Apakah diterima nginap, atau pulang.
6.       Tentu negosiasi gaji dan apakah dibayar mingguan atau bulanan.
Bagus ya kalau jelas seperti ini, apalagi bila ada perjanjian hitam di atas putih disaksikan oleh ketua RT ditanda tangani di atas kertas bermeterai pula. Tetapi banyak hal, kadang si tuan rumah yang dikecewakan, kerja yang diharapkan, di bawah rata-rata dan sering pula pinjam uang sebelum minggu berganti atau bulan berakhir. Bukan sedikit PRT tak nginap, ketika pulang ada sendok dan gelas, atau kaos yang ikut bersamanya. Tak jarang pula PRT yang dikecewakan, pekerjaan kelewat batas namun hak-hak PRT tidak dipenuhi.  Semoga segera ada undang-undang yang mengatur soal PRT an ini, agar memberi iklim lebih baik bagi anak negri yang kurang beruntung, sehingga terpaksa berperan sebagai PRT. Dengan begitu semoga anak bangsa tak perlu lagi berbondong menjadi TKI ke negeri orang yang kadang lebih mengenaskan nasibnya.
Sepenggal kalimat dari seorang PRT yang kebetulan jadi tetangga duduk menunggu antrian berobat jalan berfasilitaskan BPJS, menuturkan dalam percakapan dengan temannya yang rupanya kebetulan juga menjadi PRT. “Kalau saya, jika dalam saku celana atau baju yang dicuci terdapat uang sampai dengan sepuluh ribuan, langsung saya ambil saja. Lumayan buat-tambahan, hitung-hitung rezeki sampingan”. “Kalau mulai 20 ribu sampai 100 ribu gimana” sela temannya. “Kalau sudah segitu segera dikeringkan dan nanti diseterika dengan baik dan kukembalikan ke siapa yang kira-kira memiliki pakaian itu”. “kenapa tidak langsung di kembalikan ke nyonya rumah” Tanya temannya. Jawaban penemu money laundering ini logis juga, tentang kenapa dia tidak mengembalikan kepada nyonya rumah:
Yang pertama nyonya rumah begitu teliti sekali, hampir dipastikan kalau daster, pakaian apapun milik nyonya rumah tak akan ada uang tersisip dalam pakaian-pakaian itu, sebab sebelum ditumpuk untuk dicuci, telah diperiksanya dengan teliti.
Yang kedua; kalau dikembalikan kepada nyonya  rumah, dianya ngak ada pengertian, begitu dikembalikan terimaksihpun tidak, jangankan ada persenan untuk menghargai sepotong kejujuran itu.
Yang ketiga; kalau di kembalikan kepada siapa kira-kira pemilik pakaian, sukanya ada pengertian dan memberikan persen. Kan dianya pemilik langsung uang tersebut.
Selanjutnya mengapa dalam jumlah kecil, sampai sepuluh ribuan tidak dikembalikan, rupanya PRT ini berkesimpulan:
Kalau jumlah dibawah 10 ribuan, pemiliknya sudah tak akan mengingatnya lagi dan tak mungkin akan menanyakan.
Kalaupun jumlah dibawah 10 ribuan dikembalikan, yakin tidak akan ada persenan, mending kalau langsung diberikan oleh yang punya.
Kalau jumlah 20 ribu ke atas jika dikembalikan ada harapan dapat persenan dan akan mendapatkan penilaian kejujuran oleh anggota keluarga majikan.
Begitu potret sebagian PRT kita yang tertangkap indra sambil antrian menunggu panggilan konsultasi dokter dalam program BPJS yang lumayan memerlukan kesabaran ekstra itu. Bila antri mulai pukul 8 pagi Insya Allah kalau bernasib baik, shalat zuhur baru selesai, kadang sampai shalat ashar.
Tentu saja potret PRT ini, yang namanya potret tentu tidak mewakili keseluruhan PRT. Banyak PRT yang begitu jujur, begitu ikhlas dalam bekerja, shingga tidak heran ada PRT yang semula ikut suatu keluarga dari mulai sekolah SD sampai punya anak dan cucu. Oleh si majikan berbaik hati, anak dan cucunya sudah dianggap keluarga dan disekolahkan sampai sarjana. Juga ada tetangga saya, PRT yang sudah ikutan lama dengannya dibiaya naik haji plus-plus dan si anak pembantu bukan saja disekolahkan sampai sarjana, selama sekolah setiap liburan dibawa melancong keluar negeri.

BACAAN SETELAH SHALAT SUBUH



 “Barang siapa yang shalat subuh berjama’ah, dan duduk di tempat shalatnya, dan membaca tiga ayat di awal surat al An’am, maka Allah akan mengutus 70 malaikat untuk bertasbih kepada Allah, dan memintakan ampunan baginya sampai hari kiamat”, Demikian;  Ibnu Mas’ud berkata: Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda.       .
Imam Suyuthi menyebutkan dalam “ad Durrul Mantsur” 3/246, ad Dailami dan al Ghofiqi dalam “Lamahatul Anwar” 935 juga menisbahkan kepadanya, dengan redaksi yang mirip dengan hadits Ibnu ‘Abbas.
Imam Al Alusy dalam “Ruuhul Ma’ani” 7/76, setelah menyebutkan beberapa hadits dan atsar tentang surat al An’am, diantaranya adalah hadits Ibnu ‘Abbas dan Ibnu Mas’ud dan yang lainnya, namun hampir semua riwayat di atas adalah dha’if, dan sebagian yang lain maudhu’ (palsu).
Tidak ada satu pun hadits yang kuat yang menjelaskan tentang fadhilah surat al An’am. seperti dipetik di awal di atas.  Meskipun demikian juga ada baiknya jika dikaji bahwa tiga ayat awal surat al An’am tersebut mengandung setidaknya beberapa butiran makna yang bila direnungkan mendalam akan meningkatkan pemahaman dan keinsafan kita akan hakikat diri dan akan kebesaran Allah maha pencipta. Dengan pemahaman dan keinsafan itu maka perjalan hidup kita setiap hari Insya Allah selalu dalam kendali dan koridor kehendak Allah.
Butiran tersebut antara lain adalah:
1.       Pengakuan bahwa Allah menciptakan langit dan Bumi, serta mengkondisikan bumi ini gelap dan terang. serta menegaskan bahwa keingkaran terhadap penciptaan itu adalah sifat orang kafir.
2.       Pengakuan bahwa manusia diciptakan dari tanah, ditentukan ajal kematian serta demikian juga alam ini telah ditentukan akan berakhirnya. Tetapi manusia tetap saja ragu-ragu.
3.       Bahwa Allah mengetahui apa yang kita nyatakan dan apa yang kita sembunyikan serta apa pula yang telah kita lakukan.
Itulah mungkin, maka malaikat diustus Allah sebanyak 70 untuk memintakan ampunan untuk siapa yg mengamalkan membaca ayat tersebut setelah shalat subuh berjamaah di masjid. Tentu saja membaca dengan merenungkan makna yang terkandung di dalam ayat tersebut. Dengan renungan yang mendalam.
Bila dilakukan dengan penuh kesadaran dan renungan mendalam akan makna ayat itu, maka diri ini disadari adalah kecil semata, dibandingkan dengan ciptaan Allah menciptakan langit dan bumi. Diri ini tak berkuasa tak ada daya upaya atas kekuasan Allah menjadikan bumi ini terang, menjadi kan bumi ini gelap, dengan siang dan malam. Renungan dilanjutkan dengan ayat berikutnya bahwa Allah lah yang menciptakan diri ini dari tanah, Allah menentukan ajal diri ini kapan akan berakhir dan pasti akan berakhir siapapun dia. Jangankan diri ini, sedangkan alam semesta yang diciptakan yang sangat luas dan besar dari diri ini akan menemukan ajalnya dan ditentukan oleh Allah. tetapi manusia masih saja ragu-ragu. Dengan merenung ini pembaca ayat memposisikan diri untuk tidak ragu sedikitpin akan ajal itu. Senantiasa mempersiapkan diri untuk menghadapi ajal itu, dengan terus menerus berhati hati yaitu menjalankan seluruh perintah Allah dan sedapat dan sekuat tenaga menghindari larangan Allah.
Ayat ketiga menyadarkan diri pembacanya bahwa Allah mengetahui benar apa pun yang disembunyikan dan yang dinyatakan, serta apapun yang kita lakukan. Dengan demikian maka setiap saat berhati-hati dalam hidup untuk tidak berbuat maksiat, baik yang diniatkan didalam hati maupun dilaksanakan dengan perbuatan. Sehingga setelah shalat subuh dan memahami akan makana dari ayat-ayat itu, maka lapanglah dada yang bersangkutan dan kemudian keluar dari masjid memulai kehidupan dengan selalu menebar kebaikan; insya Allah.  
70 malaikat bertasbih memohonkan ampunan kepada pembaca surat tersebut dengan syarat: Shalat subuhnya  shalat berjamaah, shalat berjamaahnya di masjid, setelah shalat duduk ditempat shalatnya itu, belum beranjak sebelum selesai membaca dan merenungkan secara mendalam kandungan ayat-ayat tersebut. 70 malaikat yang memintakan kita ampun, logikanya akan dikabulkan Allah, justru yang menyuruh malaikat berbuat demikian adalah Allah. Mahluk yang mendo’akan adalah mahluk Allah yang suci yaitu para malaikat. Apabalagi malaikat, sedang manusia yang baik-baik, manusia yang beramal shalih do’anya saja diijabah Allah.
Semoga pembaca senantiasa diberi kekuatan oleh Allah, untuk selalu shalat berjamaah terutama shalat Subuh dan Shalat Isya. Karena shalat Isya berjamaah akan diganjar Allah, seolah-olah shalat setengah malam, sedangkan shalat subuh berjamaah memperoleh pahala setara dengan shalat sepanjang malam. Begitulah salah satu anugrah Allah untuk kita ummat diakhir zaman ini yang hidupnya tidak berusia panjang, tetapi dikaruniai oleh Allah efisien dalam beribadah dengan dilipat gandakan ganjaran, dari durasi ibadah yang singkat diperoleh hasil yang berlipat-lipat.
















Friday 15 May 2015

SEHARUSNYA DIJULUK



Mengambil sesuatu benda berada di tempat tinggi, dapat dilakukan dengan dipanjat, juga mungkin dilakukan dengan memakai tangga, tapi dapat juga dengan menggunakan galah. Mengambil suatu benda dengan menggunakan galah istilah popular menurut bahasa ibuku “di juluk”. Menjuluk juga berkonotasi, jika pihak yang seharusnya memberikan sesuatu, tetapi setelah ditunggu sekian waktu, tidak kunjung diberikan, maka pihak yang seharusnya menerima, memintanya.
Contoh lain, jika suatu keluarga akan mempestakan anaknya menikah, ada teman yang sampai hari “H” belum juga terima undangan, kemudian ia memberitahukan kepada keluarga yang akan menikahkan itu “undangan untukku mana?”, pertanyaan ini, juga disebut sebagai “menjuluk”. Contoh lain lagi. Ada kerabat yang maaf kebetulan kurang mampu, dianya suatu saat berkunjung dan menginap di rumah anda. Setelah beberapa malam nginap tiba gilirannya dianya akan pulang. Yang bersangkutan pamit, sudah kita setujui pamitnya tapi juga belum berangkat, kemudian pamit lagi, kitapun sudah menyetujui pamitnya dan tetap saja pamit lagi. Seharusnya anda mengerti bahwa yang bersangkutan sedang “menjuluk”,  agar anda memberinya sangu untuk pulang, mungkin dia tak punya ongkos.  
Bermacam jenis buah, tidak akan jatuh, walau sudah mateng kalau tidak dipanjat atau di juluk. Buah kelompok ini meskipun sudah mateng tak akan jatuh utuh kalau tidak dipetik dari tangkainya dengan dijuluk atau dipanjat. Buah jenis ini kalau sudah mateng jika tidak dipetik dengan cara apapun antara lain dengan dijuluk, dia akan jatuh juga ke tanah dalam keadaan tidak utuh atau tercerai berai.
Seorang supir taxi, baru kurang lebih tiga bulan menjalani profesi barunya itu, menceritakan: bahwa dirinya sebelumnya bekerja sebagai supir pribadi di suatu keluarga selama lebih dari 17 tahun. Kini majikan lamanya itu sudah menjadi orang kaya, diceritakan mobil saja punya 5, rumah luas di daerah elit. Lebih jauh bang supir mengenang masa lalunya bersama majikan yang kini sudah kaya itu, semula si majikan kediaman saja hanya mengontrak, “dia sukses sayalah menjadi supirnya dari kantor ke kantor merintis usaha ekspor-impor.
Menyoal, kenapa dianya tidak ikutan kerja sebagai asisten majikannya, misalnya di kantoran mengurus bisnis ekspor-impor, dianya mengemukakan bahwa pernah ikutan, tapi Ibu (maksudnya istri sang majikan) minta dia kembali jadi supir keluarga, karena sudah terbiasa melayani anggota keluarga, mengantarkan anak-anak sajak dari TK sampai mahasiswa.  Kini anak-anak majikannya semuanya sudah jadi sarjana dan bahkan ditambah lulusan sekolah dari luar negeri. Namun dirinya sampai kini hanya jadi supir belaka hanya alih suasana dari mengendarakan mobil majikan perorangan sekarang menjadi supir taxi, mengendarai mobil perusahaan taxi.
Kalau begitu majikan “abang” tidak ada pengertian dengan “abang” rupanya, tanyaku. Si Abang menjawab: “ada si, saya ngak menidakkan, keluarga saya dibelikan rumah sederhana, cukupanlah, tapi kan untuk ekonomi  hari-hari kan ndak cukup, maka saya milih berhenti dan jadi supir taxi”.
Kenapa abang tidak ngomong terus terang ke majikan, agar untuk ekonomi di tambah atau diberi pekerjaan di kantoran ngurus bisnis beliau. Sebab kalau ikutan ngurus bisnis, nanti kedepan kan akan punya pengalaman, siapa tau nanti bisa ikutan buka bisnis sendiri. Begitu ku coba menanyakan lebih jauh perihal si abang taxi yang membawaku menuju kerumah kerabatku di bilangan Pondok Kelapa.
Si Abang taxi menjawab, bahwa dia yakin bosnya itu orang pandai, tak mungkin tidak mengerti, masa’kan  perlu diberitahu, “harusnya dia memahami keadaan saya yang sudah mengabdi kepadanya selama 17 tahun”, tutur si Abang taxi.
Itulah yang ku dengar “dari telingaku sebelah” dalam arti dari pihak si Abang taxi, persoalan yang sebenarnya tentu kalaulah kita mau mengurusnya lebih lanjut harus di dengar dengan “telinga sebelah lagi”, yaitu dari pihak Bos si supir taxi. Mungkin ada persoalan lebih jauh, kenapa anak buah yang sudah 17 tahun bersama sejak mulai susah tidak dibawa ikutan terimbas sukses.
Oleh karena itu kusarankan ke si Abang taxi, “seharusnya abang mengemukakan kepada bos anda tentang keinganan anda ikut membantu lebih jauh di bisnis Bos, tidak sekedar menjadi supir”. Kadang sesuatu masalah itu perlu dikemukakan terus terang, tidak hanya menunggu orang mengerti. Ibarat buah, ada buah harus di Juluk lebih dahalu baru jatuh, tidak menunggu buah itu jatuh sendiri. Ada buah yang meteng di pohon dan ada buah untuk mateng harus dijuluk sebelum mateng dan untuk mematengkannya harus di peram.
Kesimpulan:
Dari yang kita dengar dari penuturan supir taxi tersebut ada beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh:
Bahwa pada dasarnya manusia tak kunjung puas, dan hal ini wajar, apalagi dia mengalami sendiri bagaimana perjalanan hidup si Bos dari tak punya rumah, sampai sanggup membelikan supirnya rumah dan hidup lumayan sukses. Sementara si supir tetap saja jadi supir tak ada kemajuan status, walau mungkin sudah diperlukan bagaikan keluarga sendiri.
Bahwa kepuasan itu bukan hanya terletak pada dijaminnya kehidupan, seperti contoh tadi, setidaknya perhatian si Bos sudah lumayan dengan membelikan rumah, tetapi membiarkan abang supir tetap menjadi supir tidak ditingkatkan statusnya. Rupanya kebutuhan terangkatnya status belum terpenuhi membuat si supir lebih baik pindah, walau tetap jadi supir tapi supir taxi.
Bahwa kemunikasi yang tersumbat, dapat berakibat yang cukup jauh,  membuat si supir lebih memilih merenggangkan persahabatan yang sudah dibina 17 tahun. Mungkin jika dikumunikasikan dengan jelas dan tegas, keinginan si supir akan diperhatikan oleh si bos.