Sunday 19 October 2014

PROSEDUR TARNO




Prosedur, pengertiannya kira-kira adalah urutan proses kegiatan dalam satu rangkaian pekerjaan. Setiap diri kita sejak mulai bangun tidur sampai tidur lagi melakukan proses kegiatan yang dilaksanakan melalui prosedur. Sebelum masuk ke kamar mandi, membawa handuk dan selanjutnya di kamar mandi urutan proses kegiatan dilakukan sampailah mengembalikan handuk ke sedaian handuk. Memang urutan proses itu, kadang ada yang dapat dibolak-balik, tetapi ada kalanya, urutan proses yang tak dapat dilangkahi. Contoh,  memakai celana panjang lebih dahulu, baru memakai celana dalam, ini tidak mungkin dilakukan. Sedangkan singlet dan celana dalam, bisa saja urutan proses yang didahulukan,  dapat singlet dulu, dapat celana dalam lebih dahulu, tergantung selera dan yang mana tersedia paling  dekat, paling mudah.
Ketika masih bekerja sektor formal di kantor, diriku pernah menyaksikan urutan proses delivery Koran oleh seorang office boy di kantorku itu. Kantor berlantai dua, cukup besar dengan pegawai 350 orang diantaranya 30 orang setingkat manager. Untuk naik ke lantai atas, tersedia dua tangga, di sisi samping kiri dan sisi samping kanan gedung bagian dalam. Di kantor itu, ada ketentuan di institusi kami itu, bahwa tiap manager setiap hari dapat  koran dibiayai kantor. Dua terbitan untuk  senior, satu terbitan untuk Yunior.  10 orang manager senior dan 20 orang manager yunior, jadi ada 40 eksemplar surat kabar setiap hari dikelola bagian umum, kemudian didistribusikan ke meja para pejabat manager dimaksud.
“Tarno”  demikian panggilan office boy (bukan nama sebenarnya) punya tugas rutin men-delivery  surat kabar itu ke meja para pejabat. Sejatinya “Tarno” bukan office boy sebab pangkatnya sudah setara dengan golongan II. Dianya diberi peranan tukang antar koran dan minuman, semestinya tugas office boy, karena beberapa tahun sebelumnya dianya menderita sakit berat membuatnya “lumpuh jiwa”. kantor tempatku bekerja itu, bukan termasuk kantor milik “Cukong”, yang biasanya mempekerjakan karyawan hanya ingin mengambil tenaga saja “bila habis manisnya sepah segera dibuang”. Ini tidak,  karena Tarno belum waktunya pensiun, walau sudah jadi “Sepah”, tetap saja dipekerjakan apa adanya sesuai kemampuannya. Beda dengan sekarang, banyak perusahaan yang mempekerjakan pegawai atas dasar kontrak. Kalau kontrak sudah dua kali tak dapat diperpanjang lagi, harus keluar, sehingga si pegawai hampir tak punya masa depan, sementara usia semakin kedepan.
Pegawai bagian umum menuliskan nama-nama pejabat yang punya jatah Koran di lembar pertama setiap Koran. Kemudian menyusunnya secara acak, makapun terjadilah “Prosedur Tarno” seperti judul tulisanku ini.
Beberapa eksemplar Koran dimbilnya dari meja bagian umum sekuat tangannya membawa, misalnya yang paling atas adalah nama seorang pejabat di lantai 2 posisi mejanya di dibagian samping kiri gedung, diapun mengantarkan ke meja pejabat itu di lantai 2. Eksemplar  kedua untuk pejabat di lantai 1 sisi gedung bagian kanan, diapun mengantarkan ke meja pejabat yang bersangkutan, dengan turun ke lantai satu melalui tangga kanan. Begitu seterusnya eksemplar ke 3 untuk pejabat yang ada di lantai 2 gedung bagian kiri, dia naik lagi ke atas melalui tangga kiri. Juga untuk pejabat senior yang 10 orang mendapat dua kunjungan Tarno mengantarkan Koran.  Untuk menyelesaikan tugasnya Tarno menghabiskan waktu berjam-jam dan terlihat cukup melelahkan. Rupanya  bagian umum  sengaja tidak membantu menyusunkan urutan koran-koran itu, dengan harapan mengembalikan “Kelumpuhan Jiwa”, sahabat kami itu. Sampai saya dimutasi dari kantor itu  ke kantor kami di kota  lain, “Kelumpuhan jiwa” teman ini tak sembuh, sampai waktunya dipensiun.
“Prosedur Tarno” ini, kuingat kembali, ketika kami menjajal BPJS di sebuah rumah sakit rujukan di DKI Jakarta. Dari sekian banyak hal yang kami pandang sebagai hal positip, ada juga penerapan “Prosedur Tarno”. Kami datang ke Rumah-sakit rujukan sekitar pukul 9 nan. Sebab sama sekali belum ada bayangan bagaimana cara pengurusan, kami menanyakan dengan seseorang yang kelihatannya aparat rumah-sakit itu. Dengan ramah orang tadi memberi petunjuk, benar saja di tempat itu banyak orang sedang duduk di sederet kursi panjang berjejer dan di depan tempat duduk itu tersedia beberapa loket yang tak urung banyak orang mengerubung. Kami berhasil ke loket untuk pasien baru. Prosedurpun dimulai:
1.       Kertas rujukan dan foto copy kartu BPJS kami letakkan di kotak yang sudah disediakan, setelah menunggu agak berapa lama, mungkin ada hampir setengah jam-an. Nama kami dipanggil dan diminta untuk melampirkan foto copy surat rujukan. Kami dapat arahan membuat foto copy di samping loket-loket itu dan rupanya di loket foto copy banyak juga orang antri dan kelihatannya yang difoto copy hampir sama.
2.       Foto copy rujukan dan fotocopy kartu BPJS diletakkan dalam kotak di suatu loket dan kami diminta menunggu sampai dipanggil. Agaknya menunggu inipun mendekati setengah jam-an.
3.       Prosedur selanjutnya kami dipanggil, diberikan selembar formulir yang harus diisi sesuai permintaan formulir tersebut; diantaranya, nama diri, nama orang tua, nama suami atau nama istri dan identitas diri. Setelah pengisian formulir itu, kembali diletakkan lagi di dalam kotak dan menunggu lagi hampir setengah jam-an, barulah dipanggil.
4.       Pada pemanggilan di prosedur 3 di atas kepada kami diberikan lagi sebuah map di dalamnya ada daftar isian lagi yang hampir sama dengan formulir  daftar isian pada prosedur 3. Kembali diletakkan lagi map itu didalam kotak. Ada sebagian kami lihat agak cepat, begitu map diserahkan langsung diberi nomor urut dengan karton kecil, untuk menuju ke poli sesuai dengan rujukan.
5.       Sampai di poli, kami sempat di tegur oleh petugas. “kenapa sudah siang begini baru sampai di poli” (jam waktu itu menunjukkan pukul satu siang kurang sedikit). Setelah kami jelaskan yang lama antri mendapatkan nomor urut, dengan cepat petugas tersebut membawa kami masuk ke ruang dokter. Rupanya di dalam sudah banyak orang yang antri lebih duluan dari kami. Setelah kami duduk rupanya masih datang lagi beberapa orang yang lebih terlambat dari kehadiran kami.
Dari langkah-langkah prosedur di atas, jelas bahwa ada “Prosedur Tarno” misalnya pada langkah foto copy, mestinya dibuat pengumuman: syarat mengajukan rujukan yang dapat dibaca dengan mudah, atau sejak dari klinik yang merujuk, sudah diinformasikan bahwa syaratnya buat foto copy surat rujukan. Prosedur Tarno yang nampak jelas disini, adalah prosedur butir 3 dan 4 mestinya sekaligus diberikan kepada pasien formulir isian dan map supaya diisi bersamaan, sehingga dapat memangkas proses dan mengurangi antrian.
Demikian informasi ini, semoga para pembaca mendapat manfaat dari informasi ini. Secara keseluruhan pelayanan kesehatan model BPJS ini dapat dikatakan baik dan cukup memudahkan masyarakat segenap strata ekonomi. Keadaan di atas adalah prosedur di salah satu rumah sakit rujukan di DKI Jakarta, mungkin saja berbeda di rumah sakit lainnya di DKI dan tentu saja mungkin berbeda lagi di daerah yang penduduknya tidak sepadat Jakarta. Namun demikian tentu saja pihak BPJS dan mitranya nanti akan menemukan formula pelayanan standar yang lebih baik kepada masyarakat. Tentu untuk itu semua memerlukan masukan dari pengguna jasa BPJS. Semoga tulisan ini dipandang sebagai masukan yang  positip,  semoga semakin hari pelayanan  BPJS dan mitranya semakin baik. Aamiin.  


Sunday 12 October 2014

KOMPROMI CECAK DAN TUPAI



Sama-sama, binatang melompat. Cecak hidup di gedung dan rumah-rumah. Makanan utama nyamuk, tapi juga tidak menolak makan laron dan binatang terbang kecil lainnya. Cecak punya kemampuan melompat, lebih banyak merayap dan punya keahlian istimewa merayap posisi terbalik tanpa khawatir terjatuh, bukan karena bebas dari gravitasi tapi di kakinya punya alat melekat di permukaan terbalik.
Binatang yang satu ini, sering dibuat alat kompensasi oleh orang tua kalau anak balita mereka sedang rewel. Walau secara ndak disadari cara ini berdampak kurang baik bagi pertumbuhan kepribadian anak. Oleh karena itulah tidak mengherankan bangsa kita setelah jadi orang dewasa, jadi pejabat, tidak mau ngaku salah kalau sedang ada sesuatu kebijakannya yang salah. Selalu saja mencari kambing hitam, mencari pembenaran bahwa kebijakan yang diambilnya bukan salahnya tetapi salah pihak lain. Sebab sedari kecil kita diajari untuk mengalihkan perhatian ke Cecak di dinding, supaya diam dari menangis atau rewel. Memori kita sudah terbiasa sejak baru tumbuh sudah dijejali dengan pengalihan isu.
Tupai adalah juga binatang melompat dan juga berkaki empat seperti Cecak, habitatnya bukan di gedung dan rumah-rumah. Makanan utamanya buah-buahan tentu sangat beda dengan Cecak. Tapi oleh manusia Tupai juga dibuat ungkapan tekenal dengan “sepandai-pandai Tupai melompat sesekali jatuh jua”. Untuk memberikan tamsil bagi seseorang yang demikian piawainya berkelit memperagakan kemampuannya melakukan aktivitasnya (dikonotasikan kegiatan yang negatif), tapi suatu saat terbuka juga kesalahannya itu.
Berkenaan dengan habitat dan makanan pokok, maka Tupai paling banyak hidup di perkebunan kelapa. Tupai melompat dari daun kelapa satu ke daun kelapa lainnya dan mempunyai kemampuan membolongi buah kelapa untuk memakan daging buah kelapa. Kemampuan ini tidak dipunyai Cecak, termasuk saudara tua Cecak yaitu Tokek tidak dapat menyaingi Tupai.
Sejak dulu Tupai dengan Cecak sudah berkompromi, bahwa masing-masing menempati habitat masing-masing, agar tidak saling mengganggu wilayah operasi. Sampai soal makananpun mereka sudah berbagi jenis. Cecak cukup melahap nyamuk dan serangga kecil yang terbang atau merayap di dinding, Meskipun Cecak tak mampu terbang dan nyamuk makanannya terbang, dasar rezeki ndak kemana, ada saja nyamuk yang dapat dilahap. Sedangkan Tupai, makanannya daging kelapa dan tak pernah terlintas dipikiran Cecak untuk coba-coba makan daging kelapa dan sebaliknya tak terpikir pula oleh Tupai untuk sesekali melahap nyamuk. Komitmen yang telah dikompromikan ini ditaati betul oleh Cecak dan Tupai, mungkin sampai hari kiamat.
Ada ungkapan buat orang yang berangan tinggi yang tak mungkin untuk dicapai “CECAK JANGAN BERKEINGINAN MAKAN KELAPA”. Ungkapan ini memberi ingat agar jangan terlalu muluk berangan, sedang dan wajar sesuai dengan kondisi dan kemungkinan yang tersedia. Bahwa Cecak tak akan mungkin makan daging kelapa dengan upaya sendiri, sebab tak punya kemampuan membolongi buah kelapa sabagaimana Tupai yang punya gigi kuat.
Adalah beda dengan kita manusia, selalu saja melanggar komitmen, selalu saja melanggar janji dari sudut pandang makanan saja kita bangsa manusia ini sudah banyak melanggar komitment. Banyak diantara manusia yang tega memakan daging sesama manusia, banyak yang tega memakan semen, besi beton batu dan aspal.
Bangsa Jin saja komit soal makanan, mereka tidak mau makanan yang dimakan manusia. Karena andaikan jin juga doyan makan makanan manusia, tentu saja banyak restoran yang tekor, karena stock makanan tiba-tiba habis dimakan jin, karena jin mahluk tak kasat mata.
Sadarlah kita manusia, bahwa kita ini jenis makhluk yang memakan segala macam makanan, baik kelompok makanan maupun kelompok bukan makanan. Kalau hewan memang ada yang memakan segala, pemakan daging, ya juga pemakan tumbuhan, tetapi belum ada hewan yang makan segalanya seperti manusia.
Dari tulisan tentang fenomena Cecak dan Tupai di atas  kiranya dapat dipahamkan bahwa:
1.     Bahwa masing-masing jenis hewan sudah ditentukan oleh yang Maha Kuasa akan habitat dan makanannya.
2.     Upayakan jangan ajarkan anak sejak dini dengan mengalihkan isu agar kelak si anak tumbuh menjadi pribadi yang tidak suka mencari kambing hitam, tapi satria mengakui bila salah dan siap menerima koreksi.
3.     Bahwa rizki tetap tersedia, walaupun Cecak tak bisa terbang nyamuk dapat terbang dasar rezeki Cecak adalah nyamuk, maka belum pernah terlihat ada cecak mati kelaparan.
4.     Bahwa hidup ini, harus menggantung cita-cita setinggi-tingginya, tetapi hendaklah ukur kondisi dan kemungkinan pada diri masing-masing. Cecak jangan bercita-cita makan kelapa.
5.     Bahwa manusia harusnya sadar, bahwa jangan suka melanggar komitment  dan janji. Kalau begitu kalah sama Cecak dan Tupai.
Demikian tulisan ini terinspirasi dari dua hewan ciptaan Allah, semoga ada manfaatnya untuk para pembaca.


Thursday 9 October 2014

GERBANG IMAN



Mulai lagi sekolah 10 Oktober 2014 sampai akhir tahun, jadi tak dapat lagi sering turunkan tulisan buat blog. Ini tulisan diakhir masa libur sekolah, tentang empat gerbang beriman, orang memeluk imannya masing-masing yaitu beriman melalui gerbang “Terpasang”, “Terangsang”, “Penantang” dan “Bimbang”.
1.     Terpasang, contoh rata-rata kita semua yang beriman atas dasar keturunan, mengikuti apa yang diimani oleh orang tua kita. Jika kebetulan orang tua kita adalah pemeluk agama yang taat, insya Allah kita sebagai anak keturunannya akan menjadi pemeluk agama yang beriman kuat sejak masa kecil sampai akhir hayat. Umumnya jarang terjadi penyimpangan dari orang yang beriman kelompok ini, berpindah imannya ke keyakinan yang lain. Tetapi bukan mustahil ada terjadi penyimpangan yaitu orang tuanya beriman kepada keyakinan “I”, kemudian berpindah ke keyakinan iman “K” atau sebaliknya. Faktor penyebab berbedanya keimanan orang tua dengan keimanan anaknya antara lain:
a.     Kurang pembinaan penularan nilai-nilai keimanan dari orang tua kepada anaknya.
b.     Orang tua sendiri kurang memberikan keteladanan tentang cara peribadatan. Karena orang tuanya itu hanya sekedar beriman, tetapi tidak mengamalkan imannya dalam ibadah.
c.      Pengaruh lingkungan dan pergaulan, si anak bergaul banyak dengan orang yang mempunyai keyakinan keimanan yang lain dari keyakinan iman dari ortu mereka.
d.     Anak yang bersangkutan mempelajari keimanan dari keyakinan iman yang lain dari ortunya, kemudian dianya merasakan bahwa keyakinan keimanan yang dipelajarinya jauh lebih meyakinkan dari yang selama ini dipahaminya dari ortunya.
Khusus buat keimanan agamaku Islam, adalah merupakan kewajiban ortu menurunkan nilai-nilai keimanan kepada keturunan mereka dengan perintah yang tegas dari Allah dalam Al-Qur’an surat 66 (At-Tahrim) ayat 6.
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.
Untuk itu diyakini oleh penganut Islam, agar sedini mungkin menanamkan keimanan kepada anak keturunan kita agar tetap beriman dan beramal shaleh agar terpelihara dari api neraka. Setelah segala upaya dilakukan, ternyata anak keturunan kita juga beralih iman, itu bukan lagi urusan kita, serahkan semuanya kepada Allah. Apatah lagi kita, sedangkan para nabi saja ada anaknya yang berbeda keyakinannya.
2.     Terangsang, kelompok ini, orang beriman karena setelah menyaksikan fenomena alam, ingin untuk mendapatkan kebenaran iman dari rangsangan dalam jiwa bahwa kehidupan dan dunia ini tidak ada dengan sendirinya. Contoh nabi Ibrahim yang berusaha untuk mencari Tuhan seperti terlukis di dalam Al Qur’an bagaimana mulanya nabi Ibrahim menemukan iman yaitu melalui memperhatikan benda-benda alam seperti Matahari, Bulan dan Bintang-Bintang. Seperti di abadikan pada surat Al-An’am ayat 76-78.
Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam."
Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku." Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat."

Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar." Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.
Dari rangsangan yang kuat untuk mendapatkan iman yang benar akhirnya Allah memberi petunjuk kepada nabi Ibrahim langsung dari Allah seperti didapatkan dalam  surat Al-Baqarah ayat 131.
Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam".
Keimanan manusia sekarang ini, dengan sebab terangsang dari jiwanya ini banyak ditemukan.
3.     Penantang, orang yang beriman karena justru tadinya sebagai penentang Islam. Orang seperti ini jika jiwanya berhasil ditundukkan oleh iman yang ditantangnya itu, kualitas imannya akan demikian tinggi dan bahkan sanggup mempelopori orang lain untuk beriman. Di zaman mula berkembangnya Islam dikenal tokoh Umar Ibn Khatab. Di zaman kini banyak ditemukan contoh, seorang yang tadinya tidak beragama malah melecehkan agama bahwa setelah tantangannya dijawab oleh keimanan yang ditantangnya dan jawaban itu sangat diyakininya malah dianya akan menjadi paling terdepan mengajak orang lain beriman. Allah banyak sekali memberikan tantangan kepada manusia, misalnya ditantang manusia membuat satu ayat saja semisal al-Qur’an antara lain seperti dikemukakan dalam surat Al-Baqarah ayat 23. (Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.)
4.     Bimbang, jenis ini dapat dikelompokkan dua:
a.     Bimbang karena menilai dari beberapa ajaran  keimanan dari beberapa jenis jalan keimanan, hingga ia sulit memilih jalan keimanan yang mana yang lebih benar, untuk diikuti. Sehingga jika yang bersangkutan lama mengambil keputusan maka pribadi seperti ini malah tidak melaksanakan ritual peribadatan dari keiamanan yang manapun. Banyak diantaranya yang punya semboyan yang penting berbuat baik, tidak menyakiti orang.
b.     Bimbang, sudah yakin terhadap suatu pilihan tetapi berupaya untuk membuktikan pilihannya itu lebih baik dari pilihan keimanan lainnya, dengan begitu dianya mencari dalil dan bukti-bukti referensi, belajar kesana kemari, sehingga mencapai kayakinan yang betul-betul bulat tak tergoyahkan lagi. Mungkin salah satu contoh bimbang yang ekstrim seperti terwakili dari keinginan nabi musa melihat Tuhan seperti diabadikan dalam al Qur’an, Al-A’raf surat 7 ayat 143.
Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau." Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku." Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman.
Melalui gerbang apapun kita beriman, semoga kita teguh dengan iman kita sampai akhir hayat, dan menjelmakan keimanan itu dalam wujud amal perbuatan yang baik, sebab iman adalah abstrak dan pembuktiannya melalui amal perbuatan yang baik.