Sunday 31 August 2014

NIKMAT TAK TAU MAUT



Teknologi ilmu ketabiban di dunia ini belum dapat menyingkap tabir tentang persisnya batas usia manusia, dan sepertinya tidak akan sampai ilmu pengetahuan kearah sana. Tetap saja batas usia manusia (maut) merupakan rahasia Allah. Memang, secara garis besar kitapun punya ancar-ancar, bahwa umur manusia adalah sebatas rata-rata tujuh puluhan tahun. Bahkan untuk orang Indonesia ada survey yang mampu membuat prediksi rata-rata 67 tahun.
Jadi kalau begitu kita yang lahir tahun 1950 an tak akan dapat lagi melihat bagaimana modelnya kalender tahun 2060, bagaimanapun disiplinnya kita berolahraga, bagaimanapun taatnya kita berpantang, bagaimanapun kita rajin makan obat dan supplement.
Almarhum ayahku, mendongengi ku sebagai pengantar tidur, ketika ku masih kecil, kucari referensi dalil agamanya belum ketemu sampai sekarang. Beliau menceritakan bahwa mahluk pertama diturunkan di bumi adalah seekor burung demikian besar. Itu burung, dibekali sejumlah besar biji-bijian untuk persediaan makanannya. Diberitahukan kepada burung itu, bahwa usianya akan habis apabila biji-bijian bahan makanannya itu habis.
Ketika persediaan biji-bijian itu masih demikian banyaknya bahkan siburung tak dapat menerka berapa jumlah persisnya biji-bijian itu, si burung makan dengan lahapnya sampai temboloknya menonjol karena penuh. Begitulah seterusnya setiap hari burung memakan biji-bijian itu, entah berapa lama biji-bijian itu makin berkurang akhirnya si burung sanggup menghitung tinggal berapa biji yang masih tersisa.
Karena sisa biji-bijian bahan makanan itu sudah menipis maka si burungpun menjatah makanan tiap hari bahkan akhirnya tinggal sebutir sehari, dengan demikian diapun tau tinggal berapa hari lagi ia akan mati. Sejak hitungan biji-bijian tersisa diketahui, hidup siburung sudah tidak ceria lagi. Dianya yang biasanya terbang ke sana kemari berkicau dan bernyanyi, sudah ogah beraktivitas, nongkrong saja di tempat dan tentunya badannya demikian kurus bukan hanya karena lantaran sedikit makan, tetapi juga karena bersusah hati.
Andaikan kita manusia diberitahukan berapa lama lagi usia kita persisnya akan habis, maka beberapa kenikmatan yang bisa kita nikmati niscaya sudah akan tidak terasa nikmat lagi. Bagi orang yang ahli ibadah mungkin akan terus menerus ibadah, mohon ampun dan tak beranjak dari tempat ibadah, usaha sekedarnya saja tidak semangat. Apa jadinya dunia ini perekonomian tidak berkembang, teknologi tak akan maju, ilmu pengetahuan lainnya akan statis. Dunia akan dipenuhi orang tak semangat.
Tapi justru bagi orang yang ahli maksiat, jika dia sejak awal ketika umur akil baligh sudah mengetahui bahwa umurnya baru akan habis di angka 67 tahun, maka diapun mengumbar nafsu dan kesenangan dunia, kemudian barulah pada menjelang enampuluhan mulai aktif ibadah dan bertaubat. Apa jadinya dunia ini, orang maksiat akan menjadi lebih banyak dari orang ibadah. Orang maksiat mamakai dalil, bahwa yang penting pada akhir hayat khusnul khatimah.
Sudah sangat nikmat kita tidak mengetahui kapan bakal ajal kita, agar kita tetap semangat beraktivitas didunia ini, bagi yang ahli ibadah. Agar berjaga-jaga bagi ahli maksiat supaya ngono yo ngono tapi ojo ngono, senantiaai ingat kapan-kapan maut akan datang menjemput, dan malaikat maut tak akan sungkan datang ke tempat maksiat.
Dengan demikian maka itu rupanya barangkali rahasia Allah tidak memberikan informasi tentang soal maut dan ruh kepada manusia, seperti antara lain diterangkan Allah melalui dikemukakan pada surat Al-Mulk ayat 2:


2. Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,

Surat Al Isyra’ ayat 85

85. Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit."

Demikian tulisan ini kupersembahkan khusus untuk para seniorku yang bulan September ini berulang tahun yaitu Bpk. Tjukria P. Tawaf (2 September). Bpk. Achmad Chair Lubis (1 September) ,  Bpk. Djoko Santoso (5 September), Bpk. Pramudji Iskandar (14 September) teriring do’a:
Semoga Allah memberikan Bapak-Bapak senantiasa SEHAT sehingga tidak terganggu IBADAT.
Semoga Allah memberikan Bapak-Bapak, umur yang panjang dalam taat kepada Allah dan bermanfaat untuk sesama ummat.
Semoga Allah memberikan Bapak-Bapak kemurahan rejeki yang halal dan dapat dibelanjakan hanya untuk keredhaan Allah.
Semoga Allah mengkondisikan anak cucu keturunan yang shaleh dan shalihah, kepada Bapak-Bapak, yang insya Allah menjadi investasi kelak di akhirat nanti, karena mereka nantinya akan mendoakan orang tuanya.
Amien ya rabbal alamin.

Saturday 30 August 2014

MODUS PENIPU SOK AKRAB



Sabtu 30 Agustus 2014, pukul 14.41 tanda waktu di HP ku, nada panggil terdengar. Pas sedang terlelap istirahat nyiapkan kebugaran untuk acara pengajian harus berangkat sebelum magrib pulang sesudah isya.
Yang menelpon menanyakan masih kenalkah dengar suaranya. Meskipun sebenarnya cara bertelepon seperti itu, tidak sopan, namun dengan masih terkantuk-kantuk kujawab dengan sopan, dengan pakai kata “maaf” bahwa aku tidak ingat, apalagi kulihat nomor itu belum terdaftar di HP ku. Yang bersangkutan mengaku nama teman sekelasku masih es em pe, 51 tahun silam. Nama yang disebutkan memang bertemu kembali denganku di Jakarta sekitar 3 tahun yang lalu, sekarang ybs berprofesi sbg pengusaha swasta.
Singkat cerita yang bersangkutan mengaku, kebetulan limit ATM miliknya habis, sementara istrinya harus masuk rumah sakit dan segera dioperasi. Orang yang mengaku teman es em pe ini minta pinjami duit dan berjanji akan mengganti paling lambat besok, kan besok limit ATM nya sudah terbuka lagi.
Kucoba berbahasa daerah yang “pasaran”, bahasa yang kupakai tidak begitu “medok”, dianya seperti ndak nyambung. Timbul kecurigaanku, karena biasanya orang kampungku kalau cuma bahasa daerahku yang “pasaran”, walau sudah lama di Jakarta masih ingat. Kecuali kalau kupakai bahasa yang “medok”, kebanyakan sudah ndak tau lagi. Karena dia tak lolos test ku itu, langsung kukatakan “Tidak dapat minjami uang”. Percakapan langsung diputus.
Beberapa saat kemudian, kucoba menghubungi ke nomor temanku yang namanya sempat dicatut tersebut, tidak diangkat. Sempat kuterpikir, kalau begitu mungkin juga itu teman ganti nomor baru. Kebetulan lagi, sejak kami bertemu kembali beberapa tahun yang lalu, itu kawan sudah tiga kali ganti nomor.
Rupanya teleponku yang tidak diangkat itu, kan jadi missed calls di HP si teman. Minggu pagi nada sambung HP ku berbunyi dan ketika kuangkat temanku itu menelponku. Setelah kuceritakan kepadanya ternyata, teman ini sama sekali tidak ada keluarga yang sakit apalagi minta pinjaman uang kepadaku. Hari Sabtu kemarin dianya sedang tugas keluar kota.
Semoga ada manfaatnya berita ini saya informasikan buat handai tolan, agar ingat bahwa penipuan lewat HP banyak sekali ragam dan kreasinya, saya sudah beberapa kali dengan model yang silih berganti dan ini yang terbaru.

POTENSI DOSA DI KOTA ATAU DI DESA



“Mudah-mudahan ndak macet, pukul 9 nan sudah sampai di rumah”, begitu do’a seorang ibu-ibu setengah baya setelah sejak malam tadi jadi penumpang bis malam sepulang mudik untuk berlebaran. Do’a itu digumamkan oleh beliau sekitar pukul 7 han pagi ketika mulai masuk tol Cikampek. Si Ibu duduk di deretan kursi persis di belakang sopir.
“Maaf ibu, sebetulnya kalau berdo’a, sebaiknya jangan sudah dekat Jakarta”, si sopir menyambar do’a si Ibu. Tentu si Ibu ingin tau mengapa do’a jangan dekat Jakarta. Pak supir menjelaskan singkat “di kota, banyak dosa bu do’a ndak mandi”. Jadi rupanya menurut pendapat si supir, kalau di suatu tempat yang manusianya banyak berbuat dosa, maka segala do’a akan percuma, tidak akan terkabul.
Benarkah potensi berbuat dosa itu lebih banyak  di kota atau lebih banyak di di desa, atau sama saja, atau justru banyak di desa. Selanjutnya apakah orang berdosa sama sekali do’anya tidak terkabul. Untuk itu mari kita telusuri sejenak fakta berikut ini:
Fakta potensi dosa di kota besar
Adzan Ashar berkumandang, saya melangkah menuju masjid yang hanya puluhan meter dari rumah. Tiba-tiba sebuah mobil minibus berhenti di seberang jalan yang se arah denganku, aku sedang berjalan di trotoar di kanan jalan. Si pengemudi setengah berteriak, “mohon maaf tanya pak”, sapanya dengan sopan. “Jl. A kemana pak”.  “O ya terus saja, ntar sampai pintu kereta, belok kiri, kemudian ada jalan di sebelah kiri, anda masuk”. Jawabku dengan pasti. Setelah shalat Ashar, aku baru ingat bahwa petunjuk yang kuberikan adalah salah. Sebenarnya Jl. A, lurus saja ketika sampai di perempatan pintu kereta (pintu kereta kurang lebih 200 meteran dari tempat dia bertanya itu). Sedangkan petunjuk yang kuberikan adalah Jl. B. Jadi petunjukku adalah petunjuk yang menyesatkan. Tentu ini dosa, kapan mau minta maaf, orangnya ndak dikenal. Pikirku di kota besar ini mau menuju masjid aja ada peluang membuat dosa. Semoga orang tadi tidak mencaci makiku tidak menyumpahiku serta tidak mendo’akan yang jelek buatku.
Kebiasaanku setelah purnakarya ini, olah raga jalan pagi. Kurasakan sehat dan dapat mengendalikan gula darah type dua yang mulai singgah didiriku umur 50an. Jalan pagi yang cocok buatku di bawah pukul 10 pagi, mulai pukul 08.30 atau selambatnya pukul 09.00, selama satu jam, enak disinari sinar matahari pagi. Pagi itu kujalan pagi sambil ingin mengunjungi sahabat di bilangan Jl. C. Sahabat ini ngantor berangkatnya sesudah dzuhur. Jadi pas pikirku, namun tetap saja kutelepon ke HP beliau. Dua kali kutelpon tidak diangkat, sahutan dalam HP, agar meninggalkan pesan. Sudah kadung jalan, perjalanan kuteruskan mengarah alamat. Tiba-tiba ada sebuah mobil meluncur perlahan keluar dari muara jalan alamat sahabatku itu membelok ke kiri ke jalan yang sedang kulalui. Mobil tersebut sama jenisnya dengan mobil sahabatku itu dan orang yang memegang kemudi, tak salah lagi dia sahabat saya itu. Langsung saya angkat tangan dan beri isyarat untuk minta ybs menghentikan mobilnya. Mobil sudah terlanjur melewatiku tetapi selanjutnya karena aku berbalik dan terus mengangkat tangan dan bertepuk, mobil itupun minggir. Akupun segera berlari menghampirinya, kaca sebelah kiri dibukanya lebar-lebar. Ternyata setelah kulihat orang tersebut bukan sahabatku, dia orang lain, cuma mirip. Tentu aku mohon maaf kepada Bapak yang mau menghentikan mobilnya itu. Tidak sembarang orang berani menghentikan mobilnya dikota besar seperti Jakarta, atas permintaan orang tak di kenal di jalan yang lancar dan agak sepi. Ini tentu aku berdosa telah menghambat perjalanan ybs. Pikirku belum lama membuat dosa salah memberi alamat timbul dosa baru lagi menghambat orang dalam perjalanan. Ketika ku minta maaf, terlihat dari raut wajah yang bersangkutan belum ikhlas member maaf, semoga dia tidak mencaci maki dan mendo’akan ku yang jelek.
Setelah sampai di rumah sahabatku itu, ternyata dianya sedang tidak di rumah, HPnya ditinggalkan di atas meja. Pas aku tiba di depan pintu pagar rumahnya menunggu agak sebentar, diapun datang juga dengan pakaian olahraga.
Fakta potensi dosa di desa
Almarhumah Ibundaku pernah memberikan sebuah ungkapan kepadaku, mungkin maksudnya dalam kaitan hubungan muda-mudi. “Ditempat sepi iman berpindah”, begitu kata beliau. Dihubungkan dengan sepi dan keramaian, maka “tempat sepi” identik dengan pedesaan, sedangkan “tempat ramai: identik dengan kota besar. Benarkan bahwa potensi berbuat dosa itu juga besar pada tempat yang sepi. Fakta menunjukkan dari tayangan TV, bahwa tidak sedikit terjadinya kejahatan di desa-desa, bukan hanya di kota besar saja. Di Riau, ada sekolompok orang yang dengan sadis membunuh anak-anak remaja dengan mutilasi dan bahkan dagingnya dijual di warung-warung. Ada lagi di tempat lain di bilangan Jawa Timur seorang ibu membunuh anak kandungnya memasukkan dalam septiktank. Pencabulan, perampokan dan aneka kejahatan banyak juga terjadi ditempat yang sepi.  Ini mungkin makna dari ungkapan bijak Ibuku “Ditempat sepi iman berpindah”. Karena yang mamanya iman, didalamnya ada malu, ditempat yang ramai setidaknya malu diliat orang akan mendongkrak menguatnya iman.
Fakta do’a pendosa terkabul
Ada jenis penjahat yang dianya jadi penjahat, tetapi anak keturunannya, dia tidak inginkan jadi penjahat seperti dirinya. Penjahat seperti ini dalam melakukan aksinyapun selalu dengan melakukan ritual tertentu sebelum beroperasi. Ritual tersebut termasuk berdo’a agar oparesinya berjalan sukses tidak terjadi hambatan. Termasuk do’a seorang copet misalnya, “mudah-mudahan hari ini ada yang lagi apes”. Ya jika doa itu terkabul, pas ada orang yang lagi apes dan berhasillah si pencopet memindahkan dompet orang yang apes itu. Makanya ketika di Masjidil Haram, ada jamaah yang kecopetan. Patut kita informasikan kepada siapa saja yang akan menunaikan ibadah haji dan umrah. Bahwa di Masjidil Haram ini do’a di ijabah, termasuk do’a pencopet. Antisipasinya kita juga berdo’a “semoga tidak kecopetan” dan dibarengi hati-hati.
Sepertinya para koruptorpun berdoa juga ketika melakukan korupsi, tentu do’a mereka agar tidak diketahui kalau dia korupsi. Kalau sampai diketahui, mungkin do’a nya semoga pengadilan tidak dapat membuktikan. Kalau sampai dapat dibuktikan mungkin do’anya semoga dapat cincai dengan penegak hukum. Kalau tidak dapat cincai dengan penegak hukum, mungkin do’anya semoga dapat hukuman yang seringan-ringannya. Kalau dihukum berat juga, do’anya mungkin semoga hasil korupsinya tidak diambil negara, jadi nanti keluar masih dapat dinikmati. Kalau disita juga semoga masih ada yang tidak ketahuan, dan seterusnya. Bisa saja sejak awal do’a koruptor sudah terkabul. Buktinya banyak koruptor di negeri ini yang belum tersentuh, karena tidak ketangkap tangan, ini do’anya terkabul. Beruntunglah koruptor yang tak ketangkap dan malang koruptor yang apes.

Thursday 28 August 2014

SAKTI DOELOE DAN SAKTI SEKARANG




Kisah terangkum di zaman dahoeloe, bahwa seseorang ingin mendapatkan kesaktian harus pergi bertapa, ketempat sunyi, menyendiri menjauhkan diri dari masyarakat dan keramaian umum. Hakikat bertapa adalah untuk mensucikan diri dan menjauhkan berbuat dosa sekecil apapun. Dengan kesucian diri itu akan diperoleh derajat kemampuan spiritual, di zamannya disebut dengan kesaktian.
Kesaktian kira-kira dapat didefinisikan, seseorang mempunyai kemampuan lebih dibanding manusia pada umumnya. Contoh, konon ketika membuat jalan dari kota kelahiranku ke daerah perhuluan masih zaman “Kerajaan Matan”, disatu lokasi team pembuat jalan terhalang sebuah batu besar. Begitu besarnya batu itu, lingkarannya 40 orang bergandeng tangan. Tinggi batu sepenggalah (setinggi sebatang bambu yang paling panjang).
Alur jalan jika dialihkan mengelilingi batu itu adalah tidak mungkin, disisi yang satu dipinggir sungai dikhawatirkan nantinya jalan mengecil dan rawan erosi. Disisi berikutnya bukit yang terjal dengan batu cadas sama kerasnya dengan batu besar yang tergolek menghalangi alur rintisan jalan. Satu-satunya upaya adalah minta bantuan orang sakti di kerajaan tersebut.
Orang sakti tersebut perawakannya tak ngawa’i, kurus kecil. Dia instruksikan, agar team meneruskan mengerjakan jalan lanjutan disebelah batu besar tersebut, sesuai dengan peta rintisan. “Jangan hiraukan batu itu, nanti kita ikhtiarkan menggesernya”, kata orang sakti itu. Singkat cerita para pekerjapun mengikuti instruksi itu dan meneruskan pembuatan jalan selanjutnya. Betapa tercengangnya seluruh team setelah tujuh hari sesudah itu, dimana jalan lanjutan sudah dapat diteruskan berpal-pal meninggalkan batu itu, ternyata batu itu hilang dari alur jalan. Yang lebih menakjubkan lagi, itu batu pindah ke atas bukit batu terjal cadas disisi rintisan jalan. Ini contoh kesaktian.
Orang sakti seperti ini, dianya sudah menjauhkan dari perilaku yang membuat dosa dan biasanya ndak doyanan duit. Tidak ada upah yang diminta untuk menggeser batu itu. Itulah sebabnya dizaman dahoeloe orang mencari kesaktian bertapa, bersunyi-sunyi seperti saya kemukakan di atas. Beda dengan zaman modern ini orang untuk mencari kesaktian bukan lagi ketempat yang sunyi sepi, tapi justru harus ke kota-kota besar, dengan mencari kesaktian berupa ilmu pengetahuan dan teknologi. Kalau sekolah sudah tidak cukup di kampung sendiri, maka pindah ke kota yang lebih besar, tidak jarang harus keluar negeri. Jadi jelas bedanya bahwa konsep kesaktian/ilmu diperoleh di tempat sepi sudah berubah menjadi sebaliknya di tempat ramai.
Perbedaan berikut orang sakti doeloe tidak doyan duit, berkata selalu benar apa yang diucapkannya dapat dipegang. Orang sakti zaman kini dalam wujud mempunyai ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi, mampu meyakinkan orang. Orang dengan ilmu yang tinggi juga sanggup mengalihkan batu besar sebesar apapun dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimilikinya. Ilmuan zaman kini tujuannya umumnya duit. Orang yang berpendidikan tinggi punya kesempatan lebih, untuk menempati jabatan tinggi. Kalau sudah jadi pejabat, beda dengan orang sakti doeloe, apa yang dikatakannya adalah benar tidak mau bohong. kalau bohong kesaktiannya akan luntur.  Sedangkan pejabat,  kata-katanya susah dipegang biar diputarkan videonyapun masih disangkalnya. Kalau sudah kepojok jawaban mereka “itukan dulu sekarang keadaannya sudah lain”. Kalau dulu orang sakti bohong kesaktiannya luntur, sementara orang sakti zaman sekarang kalau tak berbohong tidak menjadi sakti. Begitulah…..