Wednesday 27 November 2013

GURATAN TANGAN



Apakah anda nanti dapat mencapai karier seperti Adam Malik, atau B.M. Diah, atau Rosihan Anwar. Begitu pertanyaan yang diajukan Karni Ilyas yang ketika itu kami masih se profesi, di kwartal pertama tahun 1973 bertempat di suatu rumah makan di bilangan Jl. Ketapang, belok kiri dari Jl. Gajah Mada arah ke Kota, daerah Harmoni. Pertanyaan itu diajukan Karni sehubungan ada peluang untuk saya pindah profesi kerja di bank. Pertimbangan rekan-rekan seprofesi, saya butuhkan karena limit keputusan harus diambil hanya sehari itu. Kawan dekat saya dari wartawan Kompas, Sinar Harapan waktu itu juga hadir memberikan pertimbangan. Agaknya ketiga tokoh di atas jadi acuan, lantaran beliau-beliau itu adalah wartawan terkenal setidaknya di era tujuhpuluhan.
Kalau anda kira-kira tidak dapat berkarier seperti itu, tinggalkan saja profesi kita ini, sebab tidak bermasa depan, sedangkan di bank masa depan sudah teratur dan terukur, demikian paham yang disarankan kepada saya. Akhirnya keputusan saya ambil dan selamat tinggal profesi jurnalis yang sudah kugeluti sejak usia dini sebelum tamat Sekolah Menengah Atas (SMA) itu.
Kini peristiwa itu telah jauh berlalu untuk ukuran tahun, tetapi rasanya singkat saja untuk ukuran pengalaman, seperti baru kemarin-kemarin dulu saja. Padahal sudah 40 tahun yang silam, semuanya sudah banyak berubah dan diri inipun sudah pensiun dari dinas di perbankan setelah menjalani tugas 27 tahun. Benar juga kata teman-teman yang kuajak runding itu, bahwa mereka yang masih menekuni profesi wartawan belum pensiun sampai sekarang, karena memang tidak ada istilah pensiun untuk wartawan.
Beberapa tahun silam setelah saya dimutasikan ke Jakarta, Karni Ilyas pernah kukunjungi, di kantornya ketika itu masih di Majalah. Secara berkelakar kukatakan padanya, bagaimana nanti kalau saya sudah pensiun dari bank, balik lagi gabung dengan anda. Jawabnya “habitat” kelihatannya sudah berbeda. Biasanya kalau hewan yang sudah terbiasa dipelihara manusia, bila dikembalikan ke habitatnya terkendala mencari makan.
Bersyukur saya tidak terhingga dengan keadaan seperti sekarang ini, telah selamat sampai pensiun dari bekerja di bank. Sebab menurut hemat saya bahwa salah satu wujud sukses seorang bekerja di instansi pemerintah terutama di bank adalah mencapai pensiun, sebab ada beberapa diatara rekan sekerja saya yang tak mencapai pensiun kandas ditengah dinas tak dapat menahan godaan.
Alhamdulillah sayapun saat ini belum juga pensiun, oleh Kopertis dipercaya sebagai guru, di tetapkan jadi pengajar tetap di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi dan juga masih sering diundang untuk pelatihan-pelatihan oleh institusi swasta dan instansi pemerintah sebagai narasumber  baik di Jakarta maupun luar Jawa. Buku tulisan sayapun cukup menambah hasanah pustaka dengan telah terpublikasi sampai saat ini 6 judul buku, diantaranya sudah cetak edisi kedua.
Jika saya terus di profesi yang dulu, apakah akan dapat mencapai karier seperti sebagian teman ada yang sampai pernah menjadi Jagsa Agung  contoh  Abdurahman Saleh, senior saya  yang sama sama pernah se kantor menjadi wartawan di Harian Nusantara Jakarta. Atau menjadi Duta Besar dan Menteri.  Dalam pada itu ada juga teman-teman yang ketika masih dinas di bank, saya sering dikunjungi, tetap saja seperti yang dulu alias tidak merambat maju. Diposisi manakah saya, bila terus berkarier di bidang jurnalistik wallahu alam bishawab. Yang jelas posisi sekaranglah yang terbaik buat saya serta menyenangkan.
Jadi semua itu adalah panggilan nasib, guratan tangan yang telah ditetapkan oleh pencipta ketika diri ini siap dijadikan manusia.
“…………….., kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara : menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya……………………”  Begitu bunyi hadits “Arbain An-Nawawi, memetik kabar hadits dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radiallahuanhu.
Demikian tulisanku ini semoga ada manfaatnya utamanya untuk kawula muda, anak dan cucuku. “Ternyata hidup ini adalah pilihan, bagaikan membidik sasaran dengan anak panah. Walau busur dibentang anak panah dilesatkan dari tempat berdiri yang sama, mencapai sasaran yang berbeda tergantung arah bidikan, kondisi pembidik dan arah angin.”  Untaian kisah itu benar terjadi jika hendak dikonfirmasi diantara tokoh cerita orang cukup terkenal masih ada. Tapi nampaknya ia sangat sibuk terus menerus mempersiapkan tampilan ILC.