Monday 27 May 2013

TAMENG KESOMBONGAN

Kesombongan adalah suatu perangai yang didorong oleh perasaan dari dalam diri seseorang. Walau perangai ini tidak disukai setiap orang, termasuk orang yang sombongpun tidak suka dengan orang lain yang sombong. Sombong bukan hanya milik orang kaya, orang pintar, orang berpangkat tinggi, orang kuat gagah perkasa,  tetapi dapat juga melekat pada orang biasa saja bahkan orang yang serba kekuranganpun dapat mengidap kesombongan.
Adapun penyebab kesombongan adalah; merasa diri lebih dari orang lain, merasa diri adalah orang terpandang, merasa orang lain tidak pantas menyamai dirinya.
Indikasi bahwa diri seseorang “merasa diri lebih dari orang lain”, bilamana seseorang merasa paling pintar, merasa paling mampu, merasa paling benar. Misalnya sifat ini melekat pada seorang ustadz, jika dia mendengarkan ustadz lain berceramah, dia akan memberikan komentar setidaknya dalam hatinya bahwa apa yang dikemukakan ustadz lain itu kurang tepat, kurang benar seharusnya begini, seharusnya begitu dan seterusnya. Analog dengan itu demikian juga dapat dipersamakan dengan professi lainnya.
Indikasi diri seseorang “merasa diri orang terpandang”, antara lain, bilamana seseorang di dalam masyarakat minta ditempatkan pada posisi yang spesial, jika berada dalam majelis minta ditempatkan pada tempat khusus yang tidak sama dengan orang kebanyakan. Kalau orang memberikan kata sambutan misalnya, yang bersangkutan akan merasa tersinggung bila tidak diucapkan oleh orang yang memberi sambutan kata-kata khusus yang menghormati dirinya.
Indikasi diri seseorang sombong dengan pembawaan “merasa diri paling benar”, diantaranya akan terlihat bila dalam diskusi, atau dalam berdialog sesama rekan atau kelompok, pokoknya pendapat dirinya tidak dapat dibantah, dirinya tidak pernah keliru, tidak bersedia menerima kritik. Dalam setiap keadaan dianya paling lebih.
Nabi Muhammad mengingatkan bahwa: “tidak akan masuk surga orang yang memiliki perasaan takabur (sombong) dalam hatinya walaupun hanya sebesar debu saja”.
Menyimak indikasi sombong dan peringatan dari nabi Muhammad di atas, rupa-rupanya setiap diri kita rentan dihinggapi penyakit sombong itu, barangkali dihati kita bukan hanya sebesar debu tetapi mungkin kesombongan itu sudah lebih besar dari hati kita sendiri. Sepertinya kita harus menghindari sifat sombong itu. Untuk itu perlu dicari referensi bagaimana “perisai kesombongan” itu.
Allah memerintahkan kepada seluruh malaikat untuk bersujud kepada Adam, tetapi kesombonganlah yang membuat iblis salah satu malaikat yang sebelumnya tidak pernah membantah perintah Allah itu tidak sudi untuk sujud kepada Adam. Iblis sombong, karena merasa lebih baik asal usulnya ketimbang Adam yang asal usulnya dari tanah. Kalau begitu kesombongan iblis itu termotivasi dari perasaan diri lebih, kurang lebih sama dengan dorongan sifat sombong yang dimiliki manusia di dunia sejak dahulu sampai sekarang dan bahkan sampai nanti.
Kalau begitu “perisai kesombongan” paling utama adalah “Jangan merasa lebih dari orang lain”. Agar jangan merasa lebih dari orang lain maka perhatikan 6 (enam) konsep usulan saya menyikapi kondisi-kondisi berikut ini:
  1. Berhadapan dengan orang yang lebih muda, bergumamlah di dalam hati bahwa si pemuda ini sangat beruntung, belum banyak dosa seperti saya. Tentu ia lebih hebat dari saya, sepertinya saya sudah banyak dosa dan sipemuda masih sedikit dosanya. Dia telah banyak berbuat kebaikan daripada yang telah saya lakukan. Sementara dia banyak ibadahnya sedangkan saya belum banyak ibadah yang telah saya kerjakan. Saya ketika sebaya dia belum sesukses dia dalam berbagai hal. Sementara dia masih banyak waktu untuk berbuat lebih baik lagi, punya potensi untuk lebih berprestasi dan menduduki posisi yang lebih baik. Dengan demikian kita tidak akan menganggap remeh itu pemuda yang kita temukan.
  2.  Berhadapan dengan orang yang lebih tua. Kita harus menaruh hormat, kita harus menganggap dia sudah lebih banyak pengalaman, sudah lebih banyak ibadahnya, sudah diampuni Allah dosa-dosanya. Sementara kita masih kurang dalam ibadah, mungkin banyak dosa yang belum terampuni dan masih berpotensi untuk membuat dosa-dosa baru. Orang tua tadi tentu sudah banyak berbuat kebajikan kepada sesama, sementara awak seusia ini masih saja belum dapat berbuat banyak untuk membantu sesama.
  3. Berhadapan dengan orang sebaya. Disikapi dengan merasa setara, jangan menganggap diri lebih dalam berbagai hal darinya, termasuk jangan menganggap diri beribadah lebih banyak, jangan berusaha untuk mencari tau kekurangan rekan sebaya tersebut. Kalaulah ingin mencari tau tentang rekan sebaya tersebut adalah kebaikan-kebaikan yang diamalkan oleh rekan sebaya tersebut, kemudian untuk diikuti, disaingi dalam berbuat kebaikan dan ibadah. Sedikitpun tidak boleh ada dalam perasaan untuk membanding rezeki yang diperoleh rekan sebaya tersebut dengan diri kita. Karena bila membanding rezeki ini terlanjur dilakukan maka akan berakibat perasaan tertekan pada akhirnya timbul iri hati, bila kebetulan rezeki rekan sebaya kita lebih baik. Iri hati akan membawa seseorang mencari-cari kelemahan orang lain yang ujung-ujungnya akan menempatkan diri lebih dari orang yang lain, kalau begitu sudah sampai lagi kealamat sombong yang kita usahakan menghindarinya. Sebaliknya bila rezeki kita justru lebih baik maka dikhawatirkan akan timbul kesombongan lebih dini, merendahkan rekan kita tersebut tak jarang timbul pernyataan yang mengatakan bahwa yang bersangkutan kurang giat berusaha dan lain sebagainya. Padahal diketahui bahwa rezeki  datangnya dariAllah.
  4. Berhadapan dengan orang yang lebih tinggi pangkat jabatan dan strata sosial dan ekonominya. Jangan posisikan ketinggian orang itu terlalu melebihi dari anda sehingga anda menjadi rendah diri, biasa-biasa saja. Salutasi dan hormat anda sewajarnya. Selalulah berdo’a kelak nanti jika oleh yang maha kuasa diberikan anugrah seperti orang itu, kiranya dapat menggunakannya untuk sebanyak-banyaknya ibadah dan berbuat kebaikan kepada sesama.
  5. Berhadapan dengan orang yang lebih rendah pangkat dan jabatan dan strata sosial dan ekonominya. Hindari agar tidak terbetik dalam hati sekalipun bahwa ketidak beruntungan orang tersebut lantaran yang bersangkutan kurang bersemangat, kurang giat berusaha. Sebab bila ada penilaian anda seperti ini akan lahirlah kesombongan anda bahwa anda sukses lantaran giat berusaha, rajin bekerja dan berbagai kemampuan positip diri anda. Padahal perasaan bangga diri ini muncul itulah cikal bakal sombong itu, bibit sombong tandanya sudah mulai tumbuh di hati anda. Seharusnya anda betul-betul yakin bahwa kesuksesan anda bukan semata usaha anda tetapi karena campur tangan yang maha kuasa Allah s.w.t.
  6. Berhadapan dengan orang yang setara pangkat jabatan dan strata sosial ekonominya. Tempatkanlah rekan yang setara dengan anda itu dihati anda sebagai partner. Jika terjadi tukar pendapat jangan anda sampai merendahkan teman tersebut, hargai segala pendapat mereka. Bila yang bersangkutan meminta bantuan atau meminta pendapat upayakan untuk memberikan bantuan sekuatnya, dengan tidak berharap penghargaan baik dari orang yang anda bantu, maupun dari orang lain. Bila sudah mulai tersirat perasaan ingin mendapat penghargaan dari orang lain, maka itu sudah mulai masuk perangkap syaitan mengarah kepada riya’ yang bermuara kepada merasa diri lebih dan kesudahannya menjadi sombong.
Bilamana seseorang ternyata juga memuji anda, lantaran hormat dan tulus bukan dibuat-buat sekalipun, cepat cepat katakanlah sekurangnya di dalam hati: “Kemuliaan ini semata-mata hanya merupakan  milik Allah, sanjungan ini karena mereka salah memandangnya”. Sementara itu berdo’alah: Ya Allah....., jadikanlah saya seperti yang mereka sangkakan dan ampunilah saya tentang hal-hal yang jelek di diri saya yang mereka tidak ketahui”.
Seorang ulama murid Abu Yazid Al Basthami, dianya sangat rajin sholat berjamaah, kebetulan si murid tadi paling pintar diantara murid-murid lainnya. Kesalehannya tidak disangsikan lagi, shalat tahajjud hampir tidak pernah absen. Kepiawaiannya dalam ilmu membuat dirinya menganggap rendah orang lain termasuk rekan sejawatnya. Aktivitasnya shalat berjamaah, timbul perasaan dalam dirinya betapa rendahnya orang lain yang hanya shalat di rumah dan bahkan tidak shalat. Begitu juga sebagai ahli tahajjud timbul perasaan bangganya membanding dengan orang lain yang tidak pernah tahajjud. Rupanya perasaan ini membuat dirinya suatu ketika dia mengeluh kepada gurunya dengan keluhan sebagai berikut: “Sudah puluhan tahun saya shalat malam dan berpuasa sunat siang hari, tetapi belum merasakan kekhusukan dalam beribadah”. Dengan enteng Abu Yazid Al Basthami menjawab: “Biar kamu beribadah ratusan tahun, selama kamu masih memiliki kesombongan, walau sebesar debu, kamu tidak akan merasakan kenikmatan beribadah”. Akhirnya si murid introspeksi diri dan menyadari akan perasaan-perasaan dalam dirinya yang disisipkan syaitan kedalam relung hatinya dan segera dikikisnya sekuat tenaga.
Semogalah kita, terutama yang sisa usianya sudah dalam in jury time ini, dapat introspeksi diri apakah gerangan masih ada terselip kesombongan disanubari kita, sebesar debu tersebut, agar segera dapat membuang dan mengikisnya habis.



Tuesday 21 May 2013

ASAL NAMA “NAGOYA” DAN “SEI. JODOH” BATAM?

Pertama sekali saya ke Batam, beberapa tahun lalu sempat menggelitik juga di hati ini terhadap nama pertokoan di kota itu. Ada yang namanya berbau Jepang “Nagoya” dan ada lagi komplek pasar disebut dengan “Sei. Jodoh”. Kehadiran saya di beberapa kota termasuk di Batam, memenuhi undangan untuk presentasi di hotel. Sering saya di banyak kota dengan kehadiran  dalam program berbicara dihadapan audience, tidak punya banyak kesempatan untuk mencari tau lebih dalam tentang daerah yang dikunjungi.  Kadang datang, masuk hotel dan memberikan pelatihan di hotel yang sama, kemudian pulang lagi. Jadi kadang taunya hotel-bandara.  Kedatangan saya ke Batam Mei yang lalu kebetulan punya waktu panjang sebelum pulang ke Jakarta. Hari kedua pelatihan selesai sore hari dan pulang ke Jakarta keesokan hari penerbangan pukul dua petang. Malamnya kami buat janji dengan yang punya taxi, mulai pukul  7 pagi saya dan isteri akan jalan-jalan di Batam termasuk ke Barelang sampai ke pulau Galang. Disusun rencana, pokoknya pukul 12 sudah harus meninggalkan pulau Galang menuju Hang Nadin.
Rupanya “Nagoya” asal usulnya menurut bang “Sagala” yang punya taxi, adalah berasal dari “bergoyang”. Dulu tempat itu, dijadikan lokasi hiburan musik hampir setiap malam, ketika Batam baru mulai tumbuh menjadi kota. Para muda mudi sambil asyik menikmati musik yang umumnya “dang-ndut” bergoyang mengikuti irama musik. Perilaku penonton inilah yang kemudian menjadi istilah. Misalnya ada yang nanya malam nanti, kemana?  Yang jawab  ayo kita ke “Nagoya” maksudnya menuju tempat bergoyang. Sampai sekarang diabadikan daerah yang kini sudah menjadi pusat perbelanjaan yang cukup ramai itu bernama “Nagoya”.
Lain lagi dengan “Sei Jodoh”. Para muda-mudi dari berbagai daerah di Indonesia yang ikut orang tua, atau sengaja mengadu nasib mencari kerja di pulau Batam, tapi masih single. Untuk mendapatkan pasangan mereka akan dirasakan lebih mudah kalau berkunjung ke pasar itu. Itulah sebabnya pasar yang kini cukup ramai termasuk ada terminal kendaraan umumnya itu populer dengan nama “Jodoh”, selengkapnya disebut  “Sei Jodoh”. Kami baru paham apa sebabnya tersedia kursi-kursi cukup panjang terbuat dari beton ditempatkan disemacam taman ditengah komplek pertokoan. Sepertinya enak untuk bersantai di malam hari bila cuaca cerah. Mungkin asal-usulnya tempat ini adalah pertemuan muda mudi mencari jodoh, berkenalan sambil duduk-duduk atau jalan-jalan sekitar komplek pertokoan dan perbelanjaan yang tidak sepi dari tempat makan dan minuman, mulai dari warung tenda sampai restaurant yang cukup nyaman.

Thursday 16 May 2013

KLEWANG


Klewang adalah nama senjata sejenis pedang, lebih panjang dari mandau atau golok. Kalau mandau lebar ke ujung, sedang golok lebih pendek dari mandau dan bentuknya juga lain. Adapun kelewang selain lebih panjang, biasanya tajam dikedua sisi.  Rupanya nama ini yang dipakai oleh orang “jagoan” yang kini sedang di tahan di daerah Pekanbaru Riau. Dianya menjadi pemimpin Geng Motor. Menurut kabar di media bahwa pemimpin geng motor ini asalnya dari tanah Jawa, mulai berurusan dengan kriminal sejak usia belasan tahun. Sudah keluar masuk bui, tetapi nampaknya PENJARA tidak menjadi PENJERA bagi “panglima” kejahatan ini.
Gejala ini memberikan kesimpulan bahwa hukuman yang diberlakukan buat pelaku pencuri, buat pelaku penzina buat pelaku perampok agaknya terlalu ringan. Kembali kita menjadi insyaf bahwa hukum yang ditetapkan Allah s.w.t. adalah sangat benar. Bila diterapkan hukum Allah tentu seorang pencuri akan berfikir berulang kali untuk mengulang perbuatannya. Bila pelaku zina  yang sudah menikah, dieksekusi sesuai ketentuan Allah tentu tidak punya kesempatan berzina lagi. Demikian pula perampok dan kriminal lainnya, seperti membunuh/menghilangkan nyawa orang jika di-qisas, setiap orang akan tidak mudah untuk berbuat kejam menghabisi nyawa orang lain.
Begitu pula hukuman buat korupsi milyaran hanya diganjar hukuman sekian tahun. Sementara konon kata kabar di media penjara orang berduit, hanya siang hari. Belum lagi dapat pengurangan masa hukuman setiap proklamasi, hari besar keagamaan, sebentar kemudian sang koruptor milyaran itu sudah jadi orang bebas lagi. Sisa uang/harta hasil korupsinya masih berlimpah. Jumlah asset tersebut jika dibandingkan dengan pendapatan bekerja selama masa hukuman tidak dapat mengumpulkan sebanyak itu. Makanya hampir setiap orang yang normal tanpa dilandasi iman yang kuat, tentu bila ada kesempatan memilih korupsi. Kalau di penjara, kan cuma sebentar nanti anggap saja masuk penjara buat mengumpulkan harta untuk beberapa keturunan, setelah keluar dari penjara menikmati hasil korupsinya.

Monday 13 May 2013

MENANGPUN MALU

Jika seorang kakak usia belasan tahun berselisih paham dengan adiknya yang  masih balita, sampai berantem, seru sekali, dan hampir dapat dipastikan bahwa si adik mesti akan kalah. Sebab secara phisik dan secara akal si adik jauh ketinggalan. Biasanya kalau persoalannya sampai ditengahi orang tua, si adik dalam posisi yang dilindungi, adik selalu dimenangkan.
Seorang dokter wanita baru lulus dua tahun, dapat tugas di desa sangat terpencil. Sudah biasa, perawat senior yang juga wanita, kadang merasa bahwa pengetahuannya dan pengalamannya mempunyai nilai lebih dari dokter yang baru lulus. Keadaan ini kalau kedua pihak kurang arif menyikapinya timbul konflik. Sebab si dokter baru lulus merasa membawa ilmu baru yang masih fresh dan merasa telah berbekal banyak teori dan pengalaman praktek yang cukup lama ketika KOAS. Kondisi persaingan pengaruh ini kadang akan berlangsung terus sejak mulai bertemu sampai kemudian berpisah (ketika salah satu mengakhiri tugas). Benar juga perasaan tidak enak dari hari ke hari menumpuk terakumulasi, sehingga suatu pagi si dokter satu-satunya di Puskesmas ibu kota Kabupaten itu menjemur pakaian di tempat jemuran di belakang rumah dinasnya yang bertambiran tanpa pagar dengan Puskesmas. Kontan si kepala perawat, ibu-ibu setengah baya telah berdinas lima belas tahun lebih itu menegur si dokter. Entah bagaimana redaksi teguran itu, si dokter merasa tersinggung, perang mulutpun tak terhindarkan. Akhirnya begitu kesalnya sampai menangis. Untunglah segera dipisah para perawat dan pegawai Puskesmas yang ada, sehingga tidak terjadi cakar-cakaran. Kalau di review redaksi teguran itu sebenarnya tidak begitu menyakitkan, tetapi karena memang telah terakumulasi rasa tidak “sebulu”, maka sedikit saja pemicu cukup menjadi sumbu pembakar. Demikian juga pihak kepala perawat, sebenarnya masalahnya sepele, cuma jemuran, tapi dasar ingin mematengkan konflik, masalah kecil itupun sudah cukup untuk memulai perseteruan. Bak kata pepatah “retak mencari belah”.
Persoalan dibawa sampai ke kepala kesehatan di Kabupaten, berhasil didamaikan.  Peristiwa itu juga jadi buah tutur para dokter baru di Puskesmas-Puskesmas se Kabupaten tidak kurang dari sembilan Puskesmas. Ketika ada libur para dokter-dokter  Puskesmas biasanya kumpul rekreasi, masak-masak dan makan bersama. Tentu peristiwa itu jadi pembicaraan hangat, dengan berbagai komentar dari kolega para dokter senasib di daerah sangat terpencil di pedalaman Republik sedang PTT itu.  Ada komentar yang paling menggigit dari salah seorang kolega dokter yang sesama dapat tugas di daerah sangat terpencil itu yaitu “Menurutku menangpun malu” demikian komentarnya. Dokter satu ini berpandangan bila seorang dokter berselisih sampai berkelahi dengan seorang perawat, apalagi sudah termasuk tua, apalagi kalau ternyata kemudian kalah, umpamanya menangpun masih malu. Sebab menurutnya tidak sebanding. Samalah halnya dengan seorang kakak berkelahi dengan adik contoh di atas, ibu saya mengistilahkan “melawani lutut”.  Maksud ibu saya memberikan perbandingan antara diri kita sendiri dengan lutut kita sendiri yang tak mungkin dapat melakukan perlawanan.
Dalam kenyataan kejadian seperti itu banyak terjadi di kantor-kantor, seorang atasan bertengkar kadang sampai berkelahi dengan bawahannya yang jauh levelnya. Seorang pemimpin kantor misalnya ribut  dengan Satpam kantor. Akhirnya memang si Satpam dipecat, tapi pinjam istilah di atas “Menangpun Malu”.
Di dalam masyarakat juga tidak jarang kita menemukan masalah harus berselisih paham dengan anggota masyarakat lainnya. Nampaknya kata-kata bijak “Menangpun malu” ini perlu jadi acuan yang harus diingat agar kita tidak sembarangan berselisih paham sampai berantem dengan anggota masyarakat. Rupanya dalam hidup ini bukan saja kawan yang arus dipilih. Lawanpun juga harus dipilih. Kalau dapat jangan mencari-cari lawan, sebab sekecil apapun lawan sudah cukup membuat kehidupan kita menjadi tertawan, rejeki yang harusnya diperoleh jadi tertahan.