Wednesday 30 January 2013

KONSEP MENGATASI COBAAN

Siapapun dia, dalam kehidupan ini pasti pernah atau sedang atau akan mendapatkan cobaan. Bentuk cobaan pada dasarnya ada dua yaitu: cobaan yang menyakitkan dan cobaan yang menyenangkan. Kedua jenis cobaan ini berdampak hampir sama. Banyak orang yang tidak berhasil  mengatasi cobaan menyakitkan, luntur imannya. Tidak sedikit pula orang yang terjerembab kelembah nista karena mendapat cobaan kesenangan.
Khusus cobaan yang menyakitkan Allah mengingatkan di dalam QS 2: 155
 
155. Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
Bentuk cobaan yang menyakitkan menurut ayat di atas dikelompokkan menjadi 5 macam cobaan yaitu:
1.    Ketakutan
2.    Kelaparan
3.    Kehilangan harta benda
4.    Kehilangan jiwa
5.    Kegagalan usaha, dilambangkan di dalam ayat kekurangan buah-buahan. Lebih jauh dapat disetarakan dengan kegagalan panen, dengan demikian bermakna kegagalan dalam usaha.
Adalah kebutuhan mendasar manusia menurut konsep ayat tadi, adalah:
    Rasa aman, untuk mengatasi cobaan “ketakukan”.
a.    Belakangan ini, rasa aman di negeri kita sudah semakin tidak dapat dinikmati oleh masyarakat. Naik angkot ketemu penodong, bahkan untuk kaum wanita lebih sedih lagi, selain penodong, juga pemerkosa. Naik kereta katanya awas copet. Di toko-toko/supermaket yang buka 24 jam dikabarkan sering terjadi rampok. Di perkampungan selalu diintai maling. Berurusan untuk usaha kebentur sana kebentur sini, kalau ikut prosedur malah jadi tak mujur.
b.    Khusus kita yang hidup di perkotaan, tamu datang ke rumah bila tidak ada janji atau belum dikenal, tidak serta merta, berani membuka pintu halaman. Kita tidak dapat lagi menghormati tamu seperti yang dianjurkan oleh agama, karena kadang tamu yang datang itu penipu.
c.    Belakangan ini  banyak lagi percobaan penipuan lewat telepon dan SMS. Kalau lewat SMS dapat dicuekin, tapi  lewat telpon cukup mengganggu.
d.    Hampir setiap hari kehidupan serba ketakukan, takut kalau keamanan terancam. Harta benda hilang. Pulang terlalu malam takut dicegat orang jahat. Tidur dirumah sendiri merasa kurang aman, banyak kita dengar maling dan rampok masuk rumah.
    Syarat kedua, manusia terbebas dari cobaan menurut konsep ayat di atas apabila setiap anggota masyarakat tercukupi kebutuhan akan MAKAN, agar teratasi cobaan kedua berupa “kekurangan makanan”. Kenyataan di dalam masyarakat kita, masih banyak anggota masyarakat belum dapat memenuhi kebutuhan mendasar manusia yaitu makan. Masih banyak  saudara kita makan hanya sekedarnya, belum dapat membuat kenyang memenuhi standar kebutuhan kalori. Secara umum kita patut bersyukur belakangan ini cobaan akan makanan ini tidak mendera untuk seluruh masyarakat. Tidak seperti halnya pernah terjadi disuatu periode di masa lampau di negeri kita ini, keperluan hidup utama seperti beras susah dicari. Bagi pembaca yang sudah berusia enamuluh tahun lebih, tentu masih merasakan dalam era tahun enampuluhan bangsa kita pernah mengalami kesulitan menyeluruh. Walau ada uang tetapi beras yang susah didapat.
    Adapun cobaan ketiga dapat dipetik dari ayat di atas adalah “Kehilangan harta benda”. Cobaan ini boleh jadi terkait dengan tidak aman dalam kehidupan bermasyarakat, dapat terjadi terkait dengan cobaan kedua yaitu banyak anggota masyarakat yang lapar, sehingga apa boleh buat harus memenuhi kebutuhan mendasar berupa makan dengan mengambil harta orang lain, bila perlu merampok dan menghilangkan nyawa orang lain. Kehilangan harta benda dapat juga terjadi lantaran musibah dan bencana alam, seperti tanah longsor, banjir, gempa bumi, angin puting beliung.
    Sedangkan cobaan yang keempat berupa kehilangan jiwa. Bagaimapun panjang usia kita, sudah pasti akan datang suatu saat jiwa berpisah dari raga. Keluarga yang ditinggalkan mendapat musibah atau cobaan berupa “kehilangan jiwa” orang yang disayangi, atau bahkan dia adalah tulang punggung keluarga, sebab dari diri yang kehilangan jiwa itulah diharapkan sumber penghidupan.
    Terakhir atau yang kelima cobaan yang diabadikan dalam ayat tadi adalah “kegagalan usaha”. Petani gagal panen, pengusaha merugi. Pedagang sulit pembeli. Semua cobaan ini kadang terkait satu dengan lainnya, saling pengaruh dan berhubungan seperti diungkap di atas.
Itulah bentuk-bentuk cobaan yang pernah dialami, atau mungkin akan dialami, atau mungkin sedang dialami kita sebagai individu  dan mungkin sebagai bangsa. Sebelumnya sudah diberitahukan oleh pencipta alam ini dan pencipta diri kita manusia yang menghuni sementara alam dunia ini pada ayat-ayat di atas.
Allah memberikan solusi mengatasi cobaan/musibah di atas melalui ayat-ayat 153 dan 156 surat Al-Baqarah yaitu dengan tiga langkah yaitu: SABAR, SHALAT DAN  BERSERAH  DIRI.
Langkah pertama SABAR.
Lihat surat Al-Baqarah ayat 153.
 
Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu[*], sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.
*Ada pula yang mengartikan: Mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat.
Menurut arti bahasa berarti mengekang. Dengan artian bahasa tadi jalan yang harus ditempuh seseorang yang sedang kena musibah, baik musibah yang menyakitkan atau musibah yang menyenangkan adalah mengekang/ atau menahan diri.
Maksudnya bilamana mendapatkan musibah menyakitkan/menyedihkan/menyusahkan, tidaklah bersedih terlalu dalam, sehingga berputus asa seakan-akan tidak mau hidup lagi. Memandang dunia ini sudah gelap, tidak lagi mau berikhtiar untuk hidup. Karena menerima musibah itu, sampai menjauhkan diri kepada Allah.
Sementara itu jika mendapat cobaan musibah yang menyenangkan, dapat mengekang diri agar tidak pongah, menepuk dada dan mengekang diri tidak menggunakan kesenangan itu justru untuk berbuat maksiat  terhadap Allah. Mengekang diri, jangan sampai lantaran kenikmatan diterima dari Allah justru meninggalkan ibadah kepada Allah.
Langkah kedua;  Shalat.
Dalam pengertian, dalam keadaan apapun, dalam keadaan mendapatkan cobaan yang menyakitkan/menyedihkan maupun cobaan yang menyenangkan dan ,menggembirakan. Tetap shalat sebagai wujud bertaqwa kepada Allah, tetap menjalankan perintah Allah dan tetap menjauhi larangan Allah.
Langkah ke tiga BERSERAH DIRI.
Seperti tersurat pada ayat ke 156 surat Al-Baqarah:
 
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun. [*].
(*) Artinya: Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali. Kalimat ini dinamakan kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah). Disunatkan menyebutnya waktu ditimpa marabahaya baik besar maupun kecil.
Bukan tidak mungkin,  terutama dalam menghadapi cobaan yang menyakitkan, menyedihkan, berupa ketakutan, kelaparan, kematian dan kehilangan harta, kegagalan usaha yaitu sulit mendapatkan rezeki. Kita sudah bersabar dan berikhitar, kita sudah shalat dalam rangka bertaqwa dan berdo’a, tetapi belum juga kunjung datang penyelesaian, belum juga kita dapat keluar dari kemalangan-demi kemalangan. Bila tidak diikuti dengan langkah ketiga ini yaitu berserah diri, disitulah nanti orang tersebut akan terjerumus kepada kelunturan iman. Akan keluar dari mulutnya atau mungkin sampai kehatinya bahwa  percuma sudah sabar, percuma sudah bertaqwa, tetapi tetap juga suasana tidak berubah. Mendingan kalau begitu kumenyeberang saja kepada keyakinan lain yang membawa kemusyrikan.
Saya pernah menemukan teman yang menderita penyakit berkepanjangan, bertahun-tahun lamanya, sampai yang bersangkutan mengemukan. “Siapa saja yang dapat menyembuhkan saya, kalau dia berasal dari agama lain sekalipun aku akan ikut agamanya”.  Naudzubillahimindzalik.  Rupanya teman ini sudah bersabar sekian lama, sudah berdo’a dan berikhtiar begitu rupa, tetapi kesembuhan tak kunjung datang juga, akhirnya ia putus asa, ia tidak berserah diri, maka terucaplah keputus-asaan itu, mudah-mudahan tidak sampai ke hatinya. Semoga kita semua pembaca makalah ini yang insya Allah mempunyai iman yang kuat, tidak akan luntur imannya bila menerima cobaan dan makanala mendapatkan musibah tersebut cepat-cepat mengembalikannya kepada Allah S.w.t., dengan kalimat  berserah diri atau kalimat ISTIRJA “INNALILLAHI WAINNA ILAIHI RAJIUN”.
Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. Terjemahan ayat 157 surat Al-Baqarah berikut ini.
 
Semoga Allah senantiasa membimbing kita menjadi manusia yang sabar, shalat dan berserah diri. Amien

Tuesday 22 January 2013

“LANTING” MODEL RUMAH RAMAH BANJIR

Bila upaya menanggulangi banjir di Jakarta sulit direalisasikan kerena biaya, kerena berbagai faktor teknis lainnya. Atau bila telah direalisasikan upaya penanggulangan banjir sesuaa rencana yang kemarin diputuskan pemerintah, tetapi misalnya banjir masih juga merambah Jakarta. Sepertinya suadah saatnya para arsitektur memikirkan kontruksi bangunan rumah penduduk di Jakarta yang “Ramah Banjir”. Sebagai model “Rumah Ramah Banjir”. Dapat di contoh  bangunan di sepanjang sungai-sungai di Kalimantan, bahasa setempat disebut “LANTING”

Bangunan “Lanting” sedianya diperuntukkan buat kamar mandi sekaligus toilet bagi beberapa keluarga. Sedangkan penduduk, berdiam di daratan, mereka turun ke sungai menuju “Lanting” hanya untuk mandi atau untuk berususan ke  kamar kecil. Konstruksi “Lanting” cukup unik, bangunan terketak di atas beberapa balok kayu  mengapung dan  tahan air.  Empat atau enam batang balok kayu berdiameter lebih dari 50cm  sepanjang sepuluh meteran disusun sejajar, kemudian dihubungkan dengan balok kayu besi (belian), juga sangat tahan air. Di atas balok kayu besi ini disusun lantai kayu belian sebagaimana membuat bangunan rumah.  di atas lantai itu barulah dibangun ruangan  lebih kecil seukuran kamar madi diberi beratap, berdinding berpintu sebagaimana layaknya kamar mandi. Pelataran selebih dari bangunan  kamar mandi itu dipergunakan untuk warga yang ingin mandi berenang meletakkan pakaiannya, atau warga ingin mencucuci atau yang ingin mandi dengan pakaian basah, tanpa harus masuk ke  kamar mandi. Bahkan ada warga yang menggunakannnya untuk duduk memancing.
Keistemewaan “lanting”, flexsible mengikuti ketinggian air, agar dia tidak hanyut, ditancapkan tiang panjang empat penjuru, sehingga “Lanting” hanya bisa turun naik mengikuti permukaan air sungai.  Dari pingir sungai menuju “Lanting” dibuat tangga tersandar ketepian sungai sampai kedasar sungai. Dari tangga ke “lanting” disediakan papan yang elastis mengikuti naik turunnya “Lanting”.  Tata letaknya diatur sesuai dengan turun naik permukaan sungai.
Tentu kalau bangunan rumah lebih sederhana lagi, tak perlu ada tangga dari pinggir sungai, cukup  bangunan terkletak di atas tanah, dengan pondasi yang dapat mengapung tersebut. Kayu tahan air dan mengapung mungkin sulit menemukan sekarang, kerena hutan sudah banyak di babat. Para ahli konstruksi mungkin saja merancang bangunan ini dengan bahan lain misalnya semacam tangki persegi dari besi/fiber glass, akan mengapung bila banjir. Di atas apungan itulah dibangun rumah.  Ternyata sudah ada model rumah seperti itu, saya kurang tau apakah mereka merancangnya  terinspirasi dari konstruksi bangunan “Lanting”. Adapun bangunan rumah berkonsep “lanting” tersebut saya unduh dari Google seperti gambar di bawah ini.



Model rumah “Lanting” inilah agaknya cocok ditawarkan sebagai sulusi menghadapi banjir Jakarta, bila segala upaya diawal tulisan ini terkendala.

Alam sejak dulu sudah begitu, adanya air  sangat dibutuhkan semua mahluk hidup.  Bahkan seluruh mahluk hidup ini tercipta di dalamnya ada unsur air. Adalah cucok barang kali acuan untaian  kalimat di bawah ini:
Air kebutuhan utama  hidup setiap  orang.
Air dicari biar berjalan kilometer berbilang.
Air digali biar puluhan meter membuat lobang.
Air diminta bila sangat perlu dengan sembahyang.
Air bah  ternyata  banyak orang menjadi malang.
Air bah datang  harta dikumpul susah payah menjadi hilang.
Menyaksikan banjir besar melanda Jakarta Kamis 17 Januari 2013, sekurangnya ada beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh:
1.    Bahwa manusia sangat tidak berdaya terhadap kekuatan alam yang diciptakan oleh Allah.
2.    Dengan ilmu dan teknologi berbiaya tinggi mungkin saja alam ciptaan Allah ini dapat dikendalikan. Akan tetapi bila Allah tidak berkenan bagaimanapun kuatnya bendungan, kuatnya tanggul akan jebol juga.
3.    Agaknya musibah yang terjadi berupa banjir ini, banyak sedikitnya disebabkan oleh ulah tangan kita juga. Kita tertalu serakah menikmati alam, kita kurang bersahabat degan alam, kita kurang santun merawat lingkungan.
4.    Ternyata keamanaan dan kenyamanan yang diberikan Allah untuk kita hidup di Jakarta atau di mana saja di atas punggung bumi ini sangat tak ternilai harganya. Selama sepuluh bulan rata-rata penduduk Jakarta dalam setahun terbebas dari banjir, terkena banjir beberapa hari saja dalam cuaca buruk  sebulan lebih sudah menderita luar biasa. Jeritan penderitaannya menggema sampai seantero dunia.
Semoga setelah musibah ini kita semakin sadar bahwa alam ini bukan kita yang punya. Bagaimanapun kayanya kita alam ini tidak dapat kita beli. Bagaimanpun kuatnya kita alam ini tidak dapat kita kalahkan. Bagaimanapun kuasanya kita alam ini tidak dapat kita taklukkan.