Saturday 23 June 2012

MEMOTIVASI ANAK NEGERI DENGAN DENDANG BUAIAN

Lagu “Nina Bobok”, banyak dipakai oleh ibu-ibu mendendangkan anaknya menuju tidur. Mulai lagu itu dipopulerkan entah tahun berapa, tetapi sejak saya esempe sudah pernah mendengar lagu itu. Lagu ini tidak diketahui siapa penciptanya, tetapi yang jelas ciptaan orang Indonesia. Dimohon kepada pihak pemerintah yang berkenaan dengan soal cipta-mencipta, cepat-cepat amankan bahwa ini lagu punya bangsa Indonesia, kalau lengah ntar di klaim ciptaan encik atau puan dari negara jiran.
Di kampung kelahiranku, kuingat ada kebiasaan baik, ibu-ibu membuai anaknya atau nenek-nenek membuaikan cucunya, yaitu dengan berdendang sambil melambung-lambungkan ayunan si bayi dalam ayunan, gerakan maju,  si ayunan mundur sendiri. Bayi berumur bulanan sampai tiga tahunan di komunitas kami dulu ditidurkan siang hari dalam ayunan ada yang dibaringkan ada yang didudukkan.
Ayunan disiapkan dari kain sarung atau kain panjang yang dihubungkan dengan tali digantung di kasau tiang rangka atap. Kalau dibaringkan, setelah perangkat ayunan siap si bayi dibaringkan dan mulailah mendorong ayunan.
Dalam hal didudukkan, bahasa daerah kami “dipukung” si bayi didudukkan dalam ayunan, kain ayunan dibungkuskan ke si bayi, kaki bayi dilunjurkan, bagian badan bayi yang sudah terbungkus kain ayunan tadi diikat dengan stagen melilit tubuh bahu sampai ke dada. Jadi yang terbuka hanya bagian muka. Gerakan melambungkan ayunan juga dengan mendorong maju, kemudian siayunan mundur sendiri. Kelebihan “dipukung”, bila si bayi sudah tertidur ibu atau nenek yang menidurkan dapat meninggalkan bayi dengan aman, tidak dikhawatirkan si bayi jatuh meluncur dari ayunan kalau nanti tiba-tiba ia terbangun, dapat terjadi dengan hanya dibaringan. Biasanya si pemomong bayi setelah bayi tidur pengerjakan pekerjaan lain, seperti memasak di dapur atau mengerjakan pekerjaan rumah lainnya dan bahkan pergi ke ladang.
Mengantarkan si bayi tidur si ibu atau si nenek atau siapa saja yang mengayunkan si bayi dalam buaian berdendang dengan lirik-lirik yang cukup menarik. Saya simak lirik-lirik itu ketika saya masih di kampung dulu, setelah saya ingat sekarang, sungguh lirik tersebut syarat bermuatan pesan moral. Lama saya ingat ingat syair yang didendangkan itu, tapi hanya kudapat pesan-pesannya saja yaitu antara lain:
•    Semoga lekas besar, nanti akan diserahkan mengaji
•    Mengaji membekali diri dengan iman
•    Sebagai manusia nanti harus menguasai ketrampilan bela diri
•    Harus jujur dan amanah
•    Diharapkan menjadi pemimpin
•    Berlaku baik dengan siapa saja
•    Mengharumkan nama keluarga berguna bagi nusa bangsa
Memang si bayi belum tau apa-apa selain menangis, ketika mulai didendangkan dalam buaian itu, tetapi sebagai anak manusia, yang otaknya mulai merekam setiap apa yang didengarnya, mengingat apa yang dilihat dan dirasakannya. Tentu pesan-pesan moral ini akan membekas di sanubarinya, dan akan menjadi patrun peri lakunya setelah berangkat menjadi orang dewasa.
Di dalam kesemptan kunjunganku kekampung kelahiranku Juni 2012, kudatangi salah seorang saudaraku, anak dari saudara ibuku yang sudah berumur 80 tahunan lebih dan masih segar. Kuingat saudaraku ini punya anak dan cucu lumayan banyak berjumlah. Kuingat pula saudaraku inilah yang sering mendendangkan anaknya sampai giliran ke cucunya dalam “pukungan”. Kepada saudaraku ini kuminta bait-bait syair yang pernah didendangkannya masa lalu itu. Syukurnya beliau masih ingat beberapa bait syair tersebut dan selanjutnya bersamanya kuselaraskan sehingga selengkapnya sebagai berikut:

Lekaslah besar anakku ini
Akan kuserahkan belajar mengaji
Kelak memimpin dikampung ini
Agar penduduk menjadi berbaik budi

    Setelah mengaji terbentuk iman
    Ke guru silat kau kan kuserahkan
    Bela diri sekaligus menjaga kebugaran
    Juga menegakkan keadilan dan kebenaran

Kepada yang  tua kau harus hormat
Kepada teman jangan kau berkhianat
Kepada guru hendaklah kau taat
Ke  kedua orang tua harus berkhidmat

    Bergunalah kau bagi nusa dan bangsa
    Penerus cita-cita nenek moyang kita
    Agar negeri ini segera makmur sentosa
    Kehidupan terhindar dari miskin dan papa

Sikap jujur dan berani modal hidupmu
Kunci pembuka jalan rezeki sejak dahulu
Jangan mudah tercumbu bujuk dan rayu
Untuk  curang, ambil hak orang atau menipu

    Bila diberi amanah janganlah curang
    Agar dirimu dapat dipercaya orang
    Walau godaan harta datang merangsang
    Hindari anakku itu hal sangat terlarang

Rajin bekerja warisan kita punya leluhur
Semangatmu  tinggi  janganlah kendur
Menerima  tantangan berpantang mundur
Lihatlah semut tak seeokorpun menganggur


    Kelak dalam kau hidup berjuang
    Ikutilah falsafah pohon pisang
    Biar bagaimanapun tak akan tumbang
    Kecuali setelah berbuah, lantas ditebang

Modal utama berhandai taulan
Sopan santun dalam pergaulan
Jangan remehkan teman dan kawan
Silang sengketa harus dihindarkan

    Kelak setelah engkau dewasa
    Jadi apa saja boleh, asal bertaqwa
    Mengharumkan nama seluruh keluarga
    Semogalah  nanda bahagia  bunda berdo’a

Bait-bait syair ini didendangkan bukan seperti pantun, tetapi dengan berlagu mendayu-dayu, tapi bukan seperti lantunan lagu dang dut, tidak pula seperti lagu-lagu Indonesia populer. Nadanya agak monotun tekanan pada kata terakhir setiap baris dan berjeda sebentar dilanjutkan baris berikutnya. Namun tidak sama dengan mendendangkan lagu “Nina Bobok”.

Kreasi budaya seperti ini patut dilestarikan, agar tidak punah dalam khasanah budaya kita, tetua kita dulu menciptakan ini bukan tidak dengan pemikiran jauh kedepan untuk generasi penerusnya agar menjadi anak bangsa yang berkualitas. Sejalan dengan pesan Rasulullah Muhammad s.a.w. “Udlubul ilma mahdi ilal lahdi”. “Menuntut ilmu sejak buaian sampai ke liang lahat”.  Tetua dulu memberikan motivasi berupa harapan do’a ke bayinya mulai sejak dari buaian. Bagiamana dengan kita sekarang ???


Wednesday 20 June 2012

SEDEKAH, MESKI TIDAK IKHLAS TETAP BERGANJAR

Sedekah menurut arti bahasa, adalah pemberian kepada seseorang (pemberian derma kepada orang miskin). Sebenarnya sedekah bukan hanya untuk orang miskin, tetapi pemberian untuk berbagai keperluan seperti untuk pembangunan sarana kepentingan umum. Pemberian uang atau harta untuk kepentingan kemasalahatan masyarakat. Di masyarakat tertentu bahkan ada “sedekah bumi”, yaitu urunan oleh masyarakat untuk mengadakan upacara setahun sekali setahun “mungkin dalam rangka menghormati bumi”.
Di dalam kaidah agama, motivasi sedekah untuk mendapatkan keredhaan Allah, dalam rangka pendekatan diri kepada Allah. Syarat mendapatkan keredhaan Allah, sedekah harus dilaksanakan dengan ikhlas tanpa mengharapkan balasan dari si penerima sedekah, tanpa mengharapkan pujian dari manusia. Sedekah tidak boleh disebut-sebut.
Secara jelas Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah 264 mengingatkan tentang sedekah:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
Bagaimana bila sedekah tidak ikhlas, masihkah ada ganjaran dan manfaatnya:
Ganjaran dimaksudkan mendapatkan pahala disisi Allah. Ganjaran pahala akan didapati kelak di akhirat, sedangkan ganjaran didunia mendapatkan pembalasan langsung di dunia ini berupa keberuntungan.
Ganjaran di akhirat seperti dijanjikan Allah di dalam surat Al Baqarah ayat  261,

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Satu berganjar 700 ratus atau 700% dan bahkan dijanjikan Allah lebih dari pada itu, barangkali tergantung qadar keikhlasannya dan qadar keberanian orang yang bersedekah itu sendiri. Qadar keberanian misalnya seorang yang punyanya cuma 100 berani medermakan 40 tentu lebih berani dari orang yang punya 1.000.000,  hanya berani berderma 40 juga. Sedangkan ganjaran di dunia adalah langsung atau tidak langsung, pada waktu yang dekat atau selang beberapa lama mendapatkan penggantian dari Allah melalui tangan orang lain, atas perbuatan sedekah tersebut. Itupun mungkin tergantung kepada tingkat kesulitan dan ujian memberikan sedekah tersebut.
Manfaat dimaksudkan untuk pemberi sedekah dan penerima sedekah serta masyarakat. Pihak pemberi sedekah baik dengan ikhlas maupun setengah ikhlas atau tidak ikhlas sama sekali, ditinjau dari segi manfaat adalah memotivasi diri untuk terlatih peduli dengan orang lain. Memotivasi diri agar bekerja giat supaya tidak sampai pada giliran menerima sedekah bahkan berusaha menjadi pemberi sedekah. Insya Allah biarpun misalnya sedekah itu tidak  ikhlas, bagi penerima sedekah bermanfaat untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan jumlah sedekah. Insya Allah pula kalau karena sedekah tersebut yang menerima sedekah beramal kebajikan lantaran sedekah tersebut si pemberi sedekah akan kebagian memperoleh ganjaran. Bagi masyarakat, sedekah adalah suatu upaya menjembatani si kaya dengan si miskin yang pada gilirannya akan mengurangi penyakit masyarakat, seperti pencurian, kemiskinan dan ketidak berdayaan sebagian masyarakat kurang mampu.
Terkait dengan sedekah yang kurang ikhlas dan ganjarannya, saya memperoleh pengalaman seseorang teman saya yang tempat tinggalnya dengan tempat kerjanya berjarah sekitar 16 km. Teman saya ini  berprofesi sebagai nahkoda kapal.
Ketika kapal sedang dok, atas dasar peraturan intern perusahaan si nahkoda dan seuluruh ABK tetap mendapatkan gaji bulanan, tapi uang “rit” tidak diperoleh. Juga tidak mendapat penghasilan sampingan membawa dagangan sebagai barang bawaan awak kapal. Alhasil penghasilan sudah dipatok, sebagai konsekwensinya uang bulanan itu harus disetorkan ke isteri agar dapat diatur cukup sebulan dalam rangka kapal masih dok. Sementara kewajiban untuk datang ke lokasi dok  terurtama bagi nahkoda harus dilakukan tiap hari termasuk hari libur dalam rangka mengawasi pelaksanaan dok (mereparasi bagian-bagian di kapal), selama dok berlangsung.
Isteri kawan saya ini demi mengatur belanja rumah tangga, memberikan uang saku 2.000 sehari, karena si suami tidak merokok, sementara makan siang di lokasi dok tersedia (ditanggung perusahaan). Ongkos kendaraan umum menuju lokasi dok 1000 pergi 1000 pulang, tarif angkutan dalam kota waktu itu jauh dekat 1.000.
Pagi-pagi si suami masuk oplet (kendaraan umum) seperti biasa oplet naik tidak bayar, turun baru bayar, belum berapa lama duduk di oplet mungkin baru sekitar 5km, oplet distop seseorang yang kemudian masuk sebagai penumpang tambahan dan langsung mengambil tempat duduk menjejeri sang nahkoda sedang dok tersebut. Tidak lain penumpang baru tersebut adalah seorang teman lama yang sudah tahu pula reputasinya dan tingkat ekonominya. Dalam hati sang nahkoda nanti mesti teman ini minta bayarkan ongkos oplet, sebab selama ini memang begitulah kelakuannya. Benar juga, beberapa kilometer  sebelum sampai terminal akhir oplet, si teman langsung menyetop oplet dan turun sambil ngomong ke sopir nanti “dia yang bayar” menunjuk ke nahkoda teman saya itu.
Teman saya tujuannya sampai di terminal akhir, untuk menuju lokasi dok harus berjalan kaki lagi beberapa ratus meter. Begitu turun dari oplet tamatlah riwayat sangu 2000 itu karena untuk dua orang penumpang. Jelas mengeluarkan uang tersebut dengan hati yang kurang ikhlas, sebab tebayang sudah, pulangnya akan jalan kaki sepanjang 16 km. Memang setengah hati ada dalam pikiran  nanti pinjam ke teman, mustahil tidak ada yang bawa uang lebih. Tapi entah bagaimana setelah jam pulang kerja lupalah meminjam uang kepada teman. Baru sadar kalau tidak punya uang di kantong setelah meninggalkan tempat dok dan ketemu warung makan.
Timbul pikiran mau pinjam ke pemilik warung, pemilik warung kenal betul dengan teman saya sebagai kapten kapal,  karena sering lewat warung itu dan perusahaan juga pesan makan dan konsumsi buat kru dog ke warung itu.  Kalau minjam tentu tidak cocok sebagai seorang kapten kapal minjam cuma 1.000, sekurangnya 50.000. berterus terang kehabisan ongkas oplet sepertinya gengsi. Maka dicobalah mampir di warung dan mengutarakan maksud pinjam 50.000.  “Maaf pak kapten pesanan makanan/minum untuk orang dok  selama dua minggu belum dibayar, saya hanya ada modal untuk belanja buat nyiapkan masakan besok”. Jawab ibu yang punya warung sambil menyampaikan uneg-uneg, karena pikirnya kebetulan ini kapten kapal yang dok, sekaligus biar cepat proses pembayarannya. Jawaban itu membuat teman saya itu memastikan diri untuk pulang dengan jalan kaki.
Perjalananpun dimulai menyusuri jalan menuju ke rumah untuk menghindari sengatan panas matahari sore, berjalan menyusur teras pertokoan. Tidak disangka ketemu seorang teman lama langsung menyapa, kemudian ngomong-ngomong diantaranya tanya soal kapal dok berapa lama lagi, teman itu telah menanya pemilik kapal katanya tinggal seminggu lagi. Teman ini rupanya akan menyewa kapal dalam rangka  mengangkut kayu dagangannya ke pulau Jawa. Dengan rinci teman saya ini menjelaskan secara teknis berapa lama lagi dok masih akan berlangsung. Begitu pamit untuk meneruskan berjalanan, diluar dugaan sebelum salaman teman lama nahkoda itu sempat membuka dompet dan menyalamkan lembaran ratusan ribu. Rasa malu mendorong teman saya tidak langsung menghitung uang itu dan memasukkannya ke saku kanan celana, sambil mengucapkan terimakasih dan salam. Perjalanan dilanjutkan beberapa lorong toko lagi, dengan alasan masih ada yang harus dicari. Setelah agak jauh segera pemberi uang sudah tak tampak, tergelitik hati ingin melihat berapa lembaran yang ada dikantong celana, ternayata terdapat tiga lembar uang ratusan. Arah langkahpun segera dirubah, sebelum mencegat oplet, mampir dulu di pasar ikan yang sore itu masih buka. Langsung membeli seekor ikan Tenggiri seekor berat sekilo dua ons. Dengan hati berbunga langsung menuju pulang, masoh mengantongi  sisa uang lebih dari 250 ribu. Ini uang lelaki katanya di dalam hati, tak perlu setor isteri. Tentu saja isteri terkaget-kaget, beberapa hari ini memang setiap pulang disediakan nasi dengan sekedar sayur dan ikan asin, tiba-tiba suami membawa ikan Tenggiri, padahal dibekali uang cuma 2000. “Bagaimana ini ceritanya bang”,  tanya si isteri. Si abang menjawab “sudahlah racik dulu bumbu, aku mandi dulu nanti kujelaskan”.
Selesai shalat magrib merekapun makan dengan lauk ikan tenggiri tumis, sambil si abang menceritakan peristiwanya kepada isterinya.
Nyatalah disini sedekah yang tidak ikhlaspun segera mendapatkan ganjaran yang berlipat ganda. Apalagi bila dengan ikhlas. Kondisi pemberi sedekah dalam kasus ini,  terpaksa sampai habis cadangan uangnya untuk keperluan sendiri, nanti apaboleh buat akan dilakukan  dengan pengorbanan walau harus berjalan kaki.  Dalam keadaan tekad yang siap untuk berjalan kaki sebagai knsekwensi sedekah terpaksa itu, datang pertolongan Allah melalui seorang teman.
Demikianlah cerita ini saya sadur dari kisah nyata seorang teman yang ketika mudanya menjadi nakhoda kapal. Patut menjadi bahan renungan bahwa menolong orang walau sedikit agak terpaksa, sampai untuk sendiripun tidak ada lagi  Insya Allah segera mendapatkan balasan Allah.
Jangan ragu memberi bantuan kepada orang yang memerlukan selagi bisa, percayalah bahwa Allah akan membalasnya bukan melalui orang yang dibantu tetapi melalui orang lain. Oleh karena itu janganlah berbuat baik mengharapkan pembalasan dari orang yang kita bantu. Percayalah Allah lebih mengatahui dan maha cepat memberikan karunia-Nya.


Monday 18 June 2012

MEMPERPANJANG PASPOR

Di DKI Jakarta, soal identitas diri sangat penting harus selalu ada di kantong  jika melangkah keluar rumah, utamanya KTP. Pernah teman saya yang tinggal di Jakarta Pusat karena ada keperluan di warung tak jauh dari rumahnya, ia keluar rumah tanpa mengantongi KTP. Kebetulan malam itu digelar razia oleh petugas DKI guna menjaring penduduk ilegal yang datang ke Jakarta. Langsung yang bersangkutan diangkut dengan truck ke suatu tempat untuk diperiksa lebih lanjut. Kesudahannya teman saya itu juga dipulangkan setelah dijemput oleh pengurus RT yang datang dihubungi lewat seluler.
Berbicara soal identitas, akan sangat penting lagi bila kita bepergian ke luar negeri, adalah sangat tidak nyaman kalau berpergian keluar negeri tidak memiliki paspor. Oleh karena itu maka setiap penduduk suatu negara ingin bepergian ke luar negeri harus mengurus paspor. Kebetulan saya sudah kali yang keempat sepanjang hidup ini mengurus penerbitan paspor.
Sebelum berangkat mengurus paspor yang keempat kali itu, terlebih dahulu saya mencari informasi melalui internet, menyimak pengalaman orang lain dalam memperpanjang paspor. Beberapa referensi dari orang lain dalam blogspot diantaranya ada yang memberikan informasi tentang syarat mengurus pasport sendri ialah:
Pertama harus sabar, Kedua harus sabar, Ketiga harus sabar, barulah syarat keempat photo copy semua identitas dan kartu keluarga, ijazah dan akte kelahiran  dan jangan lupa membawa asli dari semua kelengkapan itu.
Alhamdulillah saya siapkan sabar lebih dari tiga, berangkat dengan banyak berbekal sabar itu semuanya terasa tidak sulit dan bahkan menjadi hiburan. Sekitar pukul sembilan pagi kami sudah berada di bilangan Kemayoran Jakarta Pusat, tempat berkantornya instansi penerbit pasport tersebut. Suasana dan teknik pengurusan pasport sudah berbeda dengan lima tahun silam ketika paspor saya yang akan diperpanjang itu diterbitkan. Jauh lebih baik dibanding lima tahun yang lampau. Perlu diketahui bahwa memperpanjang paspor sama saja prosedurnya dengan membuat paspor baru. Kelihatannya kantor penerbit paspor tersebut sepertinya tidak punya data sama sekali akan diri kita dimasa lalu sehingga semuanya perlu diunggah dari data baru.
Dari petugas yang kami tanya, dikabarkan kami harus meminta formulir ke lantai bawah (dekat tempat parkir) di mana oleh “Koperasi Pegawai Kantor Imigrasi” disediakan formulir berikut map berlogo “Koperasi Pegawai Kantor Imigrasi Jakarta Pusat” di dalam map terselip selembar blanko isian tentang “Formulir Surat Perjalanan Republik Indonesia Untuk Warga Negara Indonesia” dan sebuah plastik bakal sampul paspor. Pada butir 5 “formulir ini tidak dikenakan biaya apapun. Ternyata kami diminta uang    Rp 7.500 atas map berisi formulir tersebut. Disini sudah nampak “lain ditulis di kertas lain yang harus dilaksanakan”. Saya jadi ingat ngurus KTP, tertulis spanduk besar berbunyi “Pengurusan KTP tidak dipungut Biaya” ternyata harus bayar biaya administrasi membuat photo sebesar bervariasi. Sudahlah bangsa kita sudah maklum dan terbiasa bahwa lain yang tertulis lain yang harus dilakukan. Mungkin harga Rp 7.500,- adalah memang bukan harga formulir, tapi harga map. Jadi formulir gratis tapi mapnya Rp 7.500. Tentu kalau tidak pakai map yang seragam akan menyulitkan pengarsipan.
Langkah berikut menunjukkan formulir yang telah diisi berikut berkas ke seorang petugas yang nantinya memberikan nomor antrian. Petugas tersebut memeriksa berkas dokumen photo copy dan meneliti kebenaran formulir isian. Setelah pemeriksaan tersebut diberikan nomor antrian dan dipersilahkan duduk di ruang yang telah disediakan sampai nomor antrian dipanggil melalui pengeras suara. Nanti ketika dipanggil disebutkan nomor antrian diarahkan menuju ke counter tertentu yang disebutkan. Proses ini lama sekali lebih dari 2 jam menunggu, walau kita lihat counternya juga tidak sibuk-sibuk amat. Disini sangu sabar itu mulai digunakan, sebab kalau tidak sabar tentu akan sering tanya ke counter. Ada juga barengan kami yang tidak sabar, kemudian bisik-bisik dengan seseorang, yang kelihatannya sudah terbiasa mengurus paspor, akhirnya yang bersangkutan nampaknya menyerahkan berkas mereka (suami isteri) ke seseorang tersebut, entah bagaimana kejuntrungannya kami selanjutnya tidak melihat lagi barengan kami itu. Apakah ia langsung pulang mengurungkan ngurus paspor atau ia dapat menyelesaikan paspornya di hari itu, terus terang kami tidak mengetahuinya. Sebagai orang yang berbekal sabar yang banyak seperti kami, tidak hiraukan orang lain, melulu dengan urusan kami mengikuti prosedur.
Sampai waktu istirahat kantor Imigrasi pukul 12 siang kami belum juga dipanggil. Seusai jam istirahat tiba juga saatnya saya dan isteri sekitar pukul 2 siang mendapat panggilan. Berkas saya rupanya tidak bersoal, mulus dan langsung diberi semacam tanda terima untuk datang lagi hari Senin minggu depan, kami mulai urusan hari Kamis. Sementara berkas isteri saya rupanya ada yang kurang, sebab semula nama isteri saya hanya dua ruas kata, sesuai keperluan negara tujuan harus tiga suku kata. Isteri saya harus turun lagi ke lantai bawah untuk meminta formulir pernyataan dan membeli materai Rp 6000,- di Koperasi. Rupanya sortir berkas di petugas antrian luput mengenai syarat tambahan pernyataan itu. Pukul 3 siang kurang beberapa menit urusan kami hari itu selesai dengan membawa carik tanda terima dokumen, dengan pesan hari Senin depan datang lagi dengan membawa dokumen asli.
Senin yang dijadwalkan kami berangkat lagi menuju kantor di bawah Menkumham tersebut, dan juga untuk maju ke counter harus mendapatkan nomor antrian. Nomor antrian saya dipanggil lebih dahulu, hanya menunggu tidak lebih dari setengah jam, langsung diberi carik untuk menuju ke petugas pembayaran sejumlah biaya paspor sebesar Rp 255.000,- hanya jeda sebentar kurang lebih seperempat jam langsung di panggil wawancara dan mengambil gambar diri (foto).
Isteri saya bermasalah, hingga ia berkali kali menanyakan ke counter kenapa belum dipanggil, alasan isteri saya menanyakan, takut kalau ketika dipanggil tidak dengar, maklum pendengaran sudah berkurang. Petugas setiap ditanya, menjawab tunggu saja dulu, sebentar lagi akan dipanggil. Karena saya jauh jeda waktunya sudah selesai dibanding isteri saya, akhirnya sekitar pukul 11.30 saya bertanya kenapa saya sudah selesai, isteri saya dengan waktu antri yang sama belum selesai. Kemudian mendapat jawaban bahwa map berkas isteri saya terselip, dicari belum ketemu. Sedikit terjadi diskusi dengan petugas counter, kemudian diberi jalan keluar, minta lagi formulir ke koperasi dan kembali bayar Rp 7.500 dan mengisi kembali daftar isian. Setelah selesai mengisi formulir, sekitar pukul 11.45 diserahkan ke petugas counter, dan dengan begitu cepat diproses.  Sebelum istirahat pukul 12 siang isteri saya selesai wawancara dan foto. Jadi prosesnya kurang lebih hanya 15 menit.
Terbetik di dalam benak saya, kalau begitu mengurus paspor itu sebenarnya dapat dilaksanakan dengan waktu kurang dari setengah jam, sejak mulai proses sampai foto. Ok lah jadi buku agak lama sedikit nunggu di tandatangani atasan, sebab harus tanda tangan manual. Jadi hitung-hitung sehari dapat menyelesaikan urusan paspor tidak perlu sampai tiga kali datang. Sungguh ini tidak effisien, jika yang bersangkutan bekerja di instansi yang produktif yang hasil produksinya dapat diukur sampai ke menit, maka berapa kerugian produktifitas negara secara keseluruhan yang terbuang karena mengurus paspor.
Selesai foto, kami dipersilahkan untuk datang lagi mengambil buku paspor minggu depannya. Alhamdulillah ketika mengambil paspor cepat sekali, boleh dikata tidak menunggu, langsung menunjukkan kitir yang kami terima selesai foto minggu lalu, sebentar kemudian paspor asli telah dapat kami terima. Ketika mengambil buku paspor map isteri saya yang keselip ternyata sudah ditemukan, terbukti bahwa paspor lama isteri saya dapat kami lihat kembali dan diperkanankan untuk diterima kembali dengan membuat pernyataan bermeterai Rp 6.000.-
Mungkin sebagai jalan keluarnya agar pengurusan paspor dapat dipersingkat adalah:
1.    Bagi yang dapat nomor antrian sampai dengan nomor tertentu berdasarkan perhitungan/penelitian waktu penyelesaian dari mulai diserahkan berkas sampai selesai buku paspor ditanda tangani. Katakan misalnya hanya seratus paspor. Sisanya dilanjutkan hari kerja berikutnya tetapi tetap saja diproses di hari pemohon paspor datang sampai sebisanya. Kepada pengurus paspor nomor antrian yang tidak dapat diselesaikan hari itu misalnya nomor 101 dan seterusnya, segera diumumkan untuk datang kembali hari kerja berikut. Hari kerja berikutnya  diperkirakan hanya sampai berapa, misalnya 100 paspor diumumkan nomor antrian sampai dengan sekian dihari kerja kemarin tanggal .......
2.    Pengurusan perpanjangan paspor dengan pembuatan paspor baru seyogyanya ada perlakuan beda, lebih mudah, karena sebagian besar data diri yang bersangkutan sudah terekam di arsip kantor Imigrasi.
3.    Counter dibuka terus dari pukul 08.00 sampai pukul 14.00  tanpa istirahat pada pukul 12.00 – 13.00 dengan sistem piket pegawai. Agar proses tetap mengalir, demikian juga counter pelayanan langsung ke masyarakat, walau dikurangi jumlah counternya. Misalnya pada jam istirahat buka counter berkas 2 dari 5 counter. Penerima pembayaran pada jam istirahat dibuka 1 counter begitu pula counter foto buka separonya.
4.    Nomor antrian percayakan pada mesin, petugas hanya membantu memberi petunjuk kepada masyarakat pemohon paspor tentang bagaimana cara operasional mesin.
5.    Pemeriksaan keabsahan berkas terpusat pada penerima berkas
6.    Berikan penerangan yang rinci bagaimana cara melengkapi data pengurusan paspor, melalui brosur dan sesekali diumumkan melalui pengeras suara.