Thursday 30 June 2011

KENAPA BAYI LAHIR DIADZANKAN DAN DIQAMATKAN

Cita-cita berumah tangga atau menikah diantaranya adalah menginginkan keturunan. Bila terlahir generasi baru di dalam keluarga, maka seorang lelaki secara kodrati menjadi ayah dari anak yang dilahirkan itu. Kehadiran anak menimbulkan kewajiban atas kedua orang tuanya. Ibu berkewajiban merawat bayi sampai ia dewasa, mengajarkan budipekerti dan bahasa, mendidik di dalam lingkungan keluarga. Alqur’an memberi petunjuk bahwa ibu menyusukan bayinya sampai 30 bulan seperti termuat di dalam surat Al-Ahqaf 15wahamluhu wafisaluhu salasuna syahra …..” .

Adapun kewajiban si ayah dapat dirinci menjadi 7 (tujuh), salah satu diantaranya adalah meng-adzan dan meng qamatkan ketika lahir.

Adalah sangat bijak bila seorang ayah menjelang kelahiran anaknya berada di dekat isterinya, karena begitu anak keluar dari perut ibunya, sebagai identitas bahwa yang lahir barusan adalah bayi orang Islam, maka di adzan di telinga kanan si bayi dan qamat di telinga kirinya. Hal ini dimaksudkan agar si bayi yang pertama di dengarnya ketika tiba di alam dunia adalah kalimah-kalimah tauhid, pengakuan kerasulan Muhammad dan perjuangannya. Anjuran ini dilakukan mengacu kepada beberapa hadits, walaupun menurut para penilai hadits bahwa hadits-hadits yang dijadikan acuan adalah lemah.

Dasar hadits yang dinilai lemah tersebut adalah:

Pertama. Dari ‘Ubaidullah bin Abi Rafi’ dari bapaknya (yakni Abu Rafi’), ia berkata, “Aku pernah melihat Rasulullah adzan di telinga Hasan bin Ali ketika dilahirkan Fatimah?” (HR. Abu Dawud no. 5105, Tirmidzi no. 1514 dan Baihaqi 9/305, semuanya dari jalan Sufyan Ats Tsauri dari ‘Ashim bin ‘Ubaidillah dari bapaknya). Sanad hadits ini dha’if karena ‘Ashim bin Ubaidillah bin ‘Ashim adalah seorang rawi yang lemah dari sisi hafalan. Dia telah dilemahkan oleh jama’ah ahli hadits seperti : Ahmad bin Hambal, Sufyan bin Uyainah, Abu Hatim, An Nasai, Ibnu Ma’in dan lainnya sebagaimana diterangkan oleh Al Hafizh pada Kitab Tahdzib 5/46-49.

Kedua. Hadits Ibnu Abbas dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman (6/8620) dan Muhammad bin Yunus dari Al-Hasan bin Amr bin Saif As-Sadusi ia berkata : Telah menceritakan pada kami Al-Qasim bin Muthib dari Manshur bin Shafih dari Abu Ma’bad dari Ibnu Abbas. “Artinya : Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adzan pada telinga Al-Hasan bin Ali pada hari dilahirkannya. Beliau adzan pada telinga kanannya dan iqamah pada telinga kiri”. Al-Baihaqi mengatakan pada isnadnya ada kelemahan. Kami katakan : Bahkan haditsnya maudhu’ (palsu) dan cacat (ilat)nya adalah Al-Hasan bin Amr ini. berkata tentangnya Al-Hafidh dalam At-Taqrib : “Matruk”. Abu Hatim dalam Al-Jarh wa Ta’dil 91/2/26) tarjamah no. 109 :’Aku mendengar ayahku berkata :’Kami melihat ia di Bashrah dan kami tidak menulis hadits darinya, ia ditinggalkan haditsnya (matrukul hadits)”. Berkata Ad-Dzahabi dalam Al-Mizan : “Ibnul Madini mendustakannya dan berkata Bukhari ia pendusta (kadzdzab) dan berkata Ar-Razi ia matruk.

Ketiga. Hadits Al-Husain bin Ali adalah dari riwayat Yahya bin Al-Ala dari Marwan bin Salim dari Thalhah bin Ubaidillah dari Al-Husain bin Ali ia berkata : bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.“Siapa yang kelahiran anak lalu ia mengadzankannya pada telinga kanan dan iqamah pada telinga kiri maka Ummu Shibyan (jin yang suka mengganggu anak kecil) tidak akan membahayakannya”. Dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman (6/390) dan Ibnu Sunni dalam Amalul Yaum wal Lailah (hadits 623) dan Al-Haitsami membawakannya dalam Majma’ Zawaid (4/59) dan ia berkata : Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan dalam sanadnya ada Marwan bin Salim Al-Ghifari, ia matruk”. Pada hadits Husain bin Ali ra. di atas terdapat rawi yang bernama Jubarah dan Yahya bin ‘Alaa Al Bajaliy. Al Bukhari berkata tentang Jubarah, ‘Haditsnya mudhtharib’ (Mizaanul I’tidal Juz 2 hal. 387 oleh Imam Adz Dzahabi), sementara itu Imam Ahmad berkomentar terhadap Yahya bin ‘Alaa Al Bajaliy, ‘Seorang pendusta, pemalsu hadits? (Mizaanul I’tidal Juz 4 hal. 397)

Atas dasar penilaian hadits di atas maka, Mengadzankan dan mengqamatkan bayi baru lahir haditsnya lemah.

Berkat kemajuan teknologi kedokteran saat ini, konon si bayi sejak dalam kandungan ibu sudah dapat mendengarkan, kalau begitu apalagi setelah terlahir, dengan demikian sebagai sambutan kedatangan si bayi datang ke dunia adalah cukup baik bila disambut dengan memperdengarkan panggilan Allah berupa adzan.

Bahwa setelah terlahir sampai dunia ini berakhir manusia yang pernah lahir sampai akil balig akan mendapat 4 (empat) panggilan Allah. Dua kali selama di dunia dan dua kali selama di akhirat. Panggilan pertama selama dunia adalah panggilan rutin sekurang-kurangnya 5 kali dalam sehari semalam yaitu panggilan shalat. Panggilan itulah yang pertama diberitahukan dan masukkan ke dalam memori si bayi yang kelak akan menjadi anak manusia yang akan memenuhi panggilan rutin sekurangnya 5 kali dalam sehari semalam itu. Panggilan yang kedua di dunia adalah panggilan berhaji. Panggilan ini hanya bagi orang muslim yang mampu, sekali seumur hidup. Bagi orang muslim yang sudah memenuhi syarat tetapi tidak melaksanakan panggilan ini, oleh Rasulullah dikelompokkan sebagai orang yang mati dalam keadaan Yahudi atau Nasrani. Adapun panggilan di akhirat adalah dipanggil dengan tiupan sangkakala menghidupkan semua orang dari kuburnya, kemudian panggilan kedua di akhirat adalah menghadap di pengadilan Allah. Panggilan pertama selama di dunia amat memegang peranan penting dan berkaitan erat dengan panggilan berikutnya di dunia maupun di akhirat. Sebab untuk memenuhi panggilan yang kedua yaitu berhaji, akan sangat rikuh bila orang yang melaksanakan haji tidak terbiasa memenuhi panggilkan yang pertama itu tadi. Tidak jarang orang yang telah memenuhi panggilan kedua (berhaji) lantaran memang ia tidak terbiasa memenuhi panggilan yang pertama (shalat), sepulangnya dari memenuhi panggilan kedua kembali lagi ke negerinya, enggan memenuhi panggilan pertama. Padahal kehidupan di saat sebelum memenuhi panggilan pertama di akhirat adalah sangat ditentukan oleh kuantitas dan kualiats panggilan pertama di dunia. Apalagi ketika menghadap mahkamah Allah dalam rangka memenuhi panggilan ke dua di akhirat, kemanpuan memenuhi panggilan pertama di dunia itu tadi adalah sangat menentukan. Oleh karena itulah maka adalah sebagai ikhtiar agar kelak anak yang terlahir akan menjadi taat memenuhi panggilan pertama di dunia (shalat), dibekali dengan pendengaran yang pertama ketika lahir, suara adzan dan qamat. Sekurangnya si ayah mendo’akan kepada Allah agar anaknya kelak menjadi hamba Allah yang taat shalat dan menjadi hamba Allah yang taqwa. Karena anak yang shaleh akan menjadi asset orang tua yang bersangkutan dunia sampai akhirat. Bukankah do’a anak yang shaleh akan terus menjadi tambahan amal buat orang tua mereka walaupun sudah di alam barzah.

Sunday 19 June 2011

APANYA YANG SALAH DI NEGERI INI

Tuntunan dari Alqur'an dan sunah rosul cukup jelas, tabligh melalui media hampir setiap hari, masjid ada dimana mana tetapi korupsi makin meraja lela dan sdh dianggap wajar. Apa yg salah dg Republik ini ? Tulis sahabat karib ku yang kini sudah lama terpisah kota, terhubung kembali berkat face book. Mungkin beliau terbaca ke blog saya, terakhir ini ada juga sedikit mengupas berbagai soal agama diantaranya berkait dengan korupsi.

Komentar tersebut langsung kukomentari singkat di media face book: Tidak satunya kata dengan perbuatan, kadang tukang ceramah langgar ceramahnya sendiri. Tuntunan Alqur'an dan sunah cukup berhenti di "jelas", tapi tidak dilaksanakan.

Bila dikaji lebih jauh pertanyaan sabahatku itu cukup dalam, paling kurang menggambarkan bahwa:

· Sohibku ini agaknya sudah kesal melihat kenyataan di negeri ini, korupsi dari segala macam posisi dan profesi.

· Shohibku ini, rajin mengikuti tabligh sekurangnya melalui media, sering mendatangi majelis da’wah di masjid, Alhamdulilah rupanya sudah sangat jelas tuntunan Alqur’an dan sunah rosul.

· Tapi beliau kesal, apa yang dituntunkan Al-qur’an dan sunah rosul sama sekali tidak mengubah perilaku korupsi di negeri ini bahkan makin meraja lela.

Dulu kalau orang dapat proyek, sebagai ucapan terimakasih ke yang kasih job, sekedarnya menganggarkan prosentase tertentu. Selesai proyek disampaikan sekedarnya, berupa buah tangan. Sekarang, konon kalau ada proyek, yang punya proyek punya badan usaha atas nama orang lain, langsung ambil alih mengerjakan proyek tersebut. Selanjutnya perusahaan lainnya lagi (yang bukan orang dalam) mengerjakan proyek tersebut. Betul pakai tender tapi pemenang tender perusahaan orang dalam semua. Wah luar biasa, jadi perusahaan (bukan orang dalam) kebagian kerja dan sekedar dapat kuahnya atau remah-remahnya. Sementara isinya sudah dimiliki orang dalam. Belum lagi mark up biaya, karena semuanya sudah diatur sendiri, tender pasti beres. Yang penting prosedur tidak salah.

Jawaban singkatku di face book dapat diberikan referensi mengacu pada Al-Qur’an dan hadist sebagai berikut:

Rasulullan pernah berucap bahwa, Al Qur’an akan ditarik kembali oleh Allah.

Dari Huzaifah bin al-Yaman Ra. ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda; "Islam akan lenyap seperti hapusnya (warna pakaian yang telah usang), sehingga (sampai suatu masa nanti) orang tidak mengerti apa yang dimaksudkan dengan puasa, apa yang dimaksudkan dengan shalat, apa yang dimaksudkan dengan nusuk (ibadah), dan apa yang dimaksudkan dengan sedekah. Al-Qur'an akan hilang semuanya pada suatu malam saja, maka tidak ada yang tertinggal dipermukaan bumi ini darinya walau pun hanya satu ayat.

Maksud hadist ini bukan berarti “buku Al-Qur’an” itu akan lenyap, “kitab Al-Quran” itu terbang ke langit, tetapi makna yang dikandung Al-Qur’an, sebagai tuntunan hidup manusia itu sudah tidak lagi dijalankan. Al-Qur’an dikaji dibaca dengan merdu dan bahkan diperlombakan pelantunannya. Tetapi ajaran yang dikandung di dalamnya dilangkahi.

Sebenarnya ayat-ayat Al Qur’an itu harusnya dijadikan pedoman hidup sehari-hari oleh orang beriman, mulai bangun tidur sampai tidur lagi. Diantaranya Allah mencela orang yang beriman tidak satunya kata dengan perbuatan, yang ku jawabkan singkat buat sohibku di face book itu, melalui surat Shaff ayat 2 dan 3 kita kutip di bawah ini :

Ya ayuhal lazina amanu lima taquluna ma la taf ‘alun (a)

Shaff 2. Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?

Dalam ayat ini Allah mengingatkan kepada orang beriman, siapa saja dia asal ia mempredikatkan dirinya sebagai orang beriman, apalagi kini ia menduduki jabatan yang dapat menentukan, hendaklah bila ia sudah mengatakan maka harus mengerjakan. Kalau dia menganjurkan orang sholat maka ia sendiri harus sholat. Jika ia mencanangkan “tidak pada korupsi” benar benar dilaksanakan, yaitu mencegah korupsi, memberantas korupsi, bukannya bila melihat korupsi cukup mengatakan “tidak”. Korupsi jika cuma dikatakan “tidak”, tetap saja tidak hilang. Ibaratnya “koruptor” itu bagaikan “Tikus”, manakala si tikus lewat lantas kita sama-sama berteriak: “Tidaaaak”, ya tikus tetap saja lewat dan mungkin lama-lama dengan tenang si tikus berlalu lalang, karena sudah terbiasa. Yang benar adalah bila ada korupsi “tindak” nampaknya kurang “n”.

Kabura maqtan ‘indallahi an taqulu ma la taf ‘alun (a)

Shaff 3. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.

Selanjutnya ancam Allah bahwa bagi orang beriman yang mengatakan sesuatu yang ia tidak kerjakan, atau bahasa sekarang tidak satunya kata dengan perbuatan, Amatlah besar kebencian Allah. Ingatlah Saudaraku bila Allah sudah benci, kata lain murka, maka sudahlah semuanya kehidupan kita di dunia ini tidak menemukan kemudahan, tidak akan menemukan kebahagian, bencana akan timbul dimana-mana. Pokoknya serba salahlah langkah yang diambil. Keberkahan sudah tidak akan ada lagi. Bukankah kita tau bahwa bangsa kita ini termakmur dari negeri manapun. Lautnya banyak ikan, minyak dan mutiara. Buminya subur dan banyak tambang. Iklimnya tidak pernah ekstrim dingin dan ekstrim panas. Pokoknya tidak ada bandingannya di seluruh dunia. Tapi apa yang terjadi, anak bangsa menjadi kuli dinegeri orang, kadang diperlakukan tidak manusiawi. Maha benar Allah dengan pesannya di dalam Al Qur’an surat Al A’raf 96:

Walau anna ahlal Quraa amanu wattaqau lafatahnaa alaihim barakatin minas samaa iwal ardhi, walaqin kadzabu fa ahadnahum bima kanuu yaksibun.

Al-Araff 96. Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.

Jadi sobatku, di negeri kita ini orang berimannya tidak bertaqwa, Taqwa hanya sekedar syarat untuk menjadi seseorang pemegang amanah. Bukankah sebelum menjabat di negeri ini diambil sumpah sesuai agama masing-masing. Tetapi sumpah ditinggal di ruangan tempat sumpah dilaksanakan. Kata kuncinya apa yang diucapkan tidak dilaksanakan atau “TIDAK SATUNYA KATA DENGAN PERBUATAN”. Pantaslah siksa Allah ditimpakan di negeri ini, dengan tercabutnya keberkahan. Meskipun subur makmur, kesuburan dan kemakmuran itu tidak dapat dimanfaatkan anak bangsa ini sendiri.



Wednesday 15 June 2011

HARTA KITA KUMPULKAN TERNYATA UNTUK ORANG LAIN

Lama ku tak pulang ke kampung. Tak heran kalau kepulanganku kali ini agaknya ditunggu sanak keluarga. Benar juga, ketika kami berdua masuk ke ruang kedatangan bandara, dari kaca ruang ambil bagasi sudah terlihat seorang kemenakan menunggu di luar. Lumayan kemajuan bandara kampungku, sudah jauh berubah dari ketika bandara itu kutinggalkan puluhan tahun yang lalu. Lebih terkejut lagi ketika keluar gedung bandara, suasana area parkir dan mobil-mobil cukup mencengangkan bila dibandingkan masa laluku. Sudah banyak mobil bagus begitu juga pengaturan parkir sudah tak begitu beda dengan bandara Soekarno-Hatta. Kemenakankupun menjemput pakai mobil kijang sudah terhitung lumayan.

Begitu ramah, kemenakanku menyapa, “Asalamualaikum pak Long, baik-baik jak semue keluarge”. Tentu dengan jawaban standar kujawab “waalaikum salam Alhamdulillah baik”. Al hasil kendaraan kamipun meluncur menuju kota, banyak obrolan dijalan tentang cerita keluarga. Sebagai pengusaha swasta kemenakan saya tidak dapat menyembunyikan kegelisahannya tentang iklim berusaha saat ini.

Berusaha saat ini, tidak mudah, bagi kami orang swasta bergerak dibidang apa aja semuanya ada hubungannya dengan ijin-ijin. Ngurus ijin bukan mudah. Usaha belum jalan sudah keluar macam-macam.

Kemenakan saya Zainul, berprofesi sebagai wiraswasta sejak lulus di teknik sipil. Supaya ndak berpanjang kalam membahas soal dunia usaha, kualihkan bicara ke soal keluarga lagi.

Ø Anak kau udah kelas berapa?

Ø Yang sulung sudah kelas 3 ESEMPE, yang kecil masih TK

Kemenakan ini punya dua anak perempuan berumah tangga sudah belasan tahun.

Ingat Nul, nasihatku:

Ø Bahwa apa yang kau cari dengan membanting tulang dan dengan berbagai upaya itu sebenarnya bukan untuk kau sendiri.

Ø Jadi untuk siape pak long?

Ø Untuk orang lain!!

Ø Kaget dia, orang lain siape pak long?

Ø Orang lain, siapa orang tersebut saat inipun belum kau kenal!!

Ø Makin keget dia, sampai menoleh kekiri sembari memegang stir.

Selanjutnya kujelaskanlah sebagai berikut:

Kadang seorang memeras otak dan keringat untuk menumpuk harta, sudah mendapat banyak, masih kurang banyak. Kadang bila kebetulan punya wewenang, dengan teganya menyalahgunakan wewenang, kalau punya kuasa mumpung lagi kuasa gunakan semaksimalnya untuk mengumpulkan harta, begitu juga bila punya jabatan manfaatkan jabatan itu untuk meraih harta sebanyak-banyaknya untuk dipersiapkan tujuh turunan. Jika punya kepandaian bila perlu menipu, memperdaya orang, memanipulasi kwalitas dan seterusnya guna menghimpun harta. Ternyata harta yang dikumpulkan itu, yang untuk diri sendiri hanya tiga yaitu:

1. Apa yang habis dimakan,

2. Apa yang habis dipakai

3. Apa yang diberikan kepada orang lain dengan ikhlas.

Sedang harta yang kita tinggalkan adalah sesungguhnya milik orang lain,

Buat kemenakan saya Nul tadi, kalau ia dipanjangkan Allah umur, kelak kalau dia sudah bermenantu, Insya Allah dia akan menyaksikan bahwa hartanya yang dicarinya bersusah payah tadi akan dia saksikan akan dinikmati orang lain selain anaknya, orang tersebut sebelumnya belum pernah dikenalnya. Untung dia bukan pejabat atau penguasa yang punya kesempatan untuk korupsi. Kalau penghimpunan harta dengan korupsi akan lebih sedih lagi, yang bertanggung jawab dihadapan hukum dunia bila ketangkap adalah awak sendiri, apalagi yang bertanggung jawab dihadapan Allah yang sudah jelas ketangkap itu, karena di pengadilan sana tak ada pengacara, bahkan tangan kaki dan seluruh anggota badan ikut menjadi saksi apa yang pernah digerakkan hati untuk berlaku korupsi. Benar-benar merugi, sudah korupsi, dengan segala risiko, harta bukan untuk dinikmati sendiri. Begitu juga kalau si Nul punya anak lelaki, juga harta nanti buat turun ke anak, awak tua sudah ndak mampu lagi memakai harta yang banyak tadi.

Jadi pesanku Nul, kau cari rezeki yang sedang-sedang saja, jangan sampai ikut main-main yang oleh Allah dilarang. Karena kau sudah tau kini bahwa harta yang kau kumpulkan itu sesungguhnya bukan untuk kamu. Sementara pertanggungan jawab atas cara pengumpulan itu sepenuhnya di dirimu.

Versi lain cara menghimpun harta. Aku kasihan, dengan temanku dulu, demi karier, isteri dan suami sampai pisah kota, ketemu hanya sebulan sekali. Pembinaan kasih sayang terhadap anak dan keluarga jelaslah menjadi kurang. Karier memang diperoleh, harta memang berbilang, tetapi baru saja kumpul sekota dengan isteri beberapa tahun, usiapun habis. Sementara anak karena kurang pembinaan kasih sayang, agaknya kurang harmonis mereka membina rumah tangga, bagaimana dengan harta peninggalan orang tua mereka, campang perenang.

Ingatlah nak Nul bahwa harta hanya sarana untuk hidup tetapi bukan tujuan hidup. Carilah harta dengan cara yang dapat dipertanggung jawabkan dunia dan akhirat, karena harta itu sesungguhnya bukan untuk kita, tetapi untuk orang lain.

Tuesday 14 June 2011

TIKUS MEMASANG KALUNG DI LEHER KUCING

Malam sudah mulai larut, tetua para tikus sedang segar-segarnya menunggu kehadiran sanak keluarga/anak buah mereka untuk menggelar suatu rapat. Biasa dalam kerapatan tikus, makanan, minuman dan perlengkapan rapat secukupnya tersedia. Memang bangsa tikus malam buat manusia siang buat mereka. Sudah mendekati pukul 1 dinihari masyarakat tikus terundang rapatpun telah hampir hadir semua. Kak Tikus Gantung yang badannya sedikit mulus dan berperawakan besar, agaknya dituakan dari kelompok tikus got, tikus sawah, tikus rumah tikus loteng, tikus celurut yang semuanya hadir. Setidaknya semua tetua para tikus telah terwakili semua.

Kak Tikus gantung memulai rapat.

“Saudara-saudara para tikus, agenda rapat kita dinihari ini adalah ada dua yaitu:

Petama : Bagaimana mengatasi bangsa Kucing yang sering memangsa kita

Kedua : Bagaimana mengatasi perangkap yang sering disediakan oleh manusia.

Apakah saudara-saudara semua setuju dengan agenda rapat tersebut”? Tanya Kak Tikus Gantung.

Langsung saja beberapa tikus berdiri dengan dua kakinya sebagai tanda ingin bicara sambil menjerit “interupsi”. Dalam masyarakat tikus, soal interupsi ini sudah lazim, kadang asal interupsi biar kelihatan punya inisiatip. Kalau tidak interupsi mereka malah memilih tidur. Pimpinan rapat kewalahan menentukan interupsi siapa yang diizinkan, akhirnya lihat siapa yang berdiri paling tinggi. Silakan “Moncong Lancip” kata Kak Tikus Gantung. Moncong Lancip adalah seekor tikus yang secara phisik memang moncongnya lancip, tetapi juga memang tabiatnya kalau dalam rapat-rapat, dia paling banyak ngomong, kalau berdebat ngawurnya bukan kepalang, tapi jika tidak diberi kesempatan bicara, rapat juga terganggu, kalau dia sudah diberi kesempatan, tikus lain agak tenang mengikuti rapat.

“Saya usul agendanya ditambah satu lagi, yaitu bagaimana menghadapi para petani yang bergotong royong membasmi bangsa kita”. Sepertinya ia menyuarakan kelompok tikus sawah, padahal sesunguhnya “Moncong Lancip” kelompok tikus loteng segolongan dengan Kak Tikus Gantung yang memimpin rapat sekaligus lokasinya dipakai sebagai tempat rapat. Tikus lain juga agak terheran, tapi mereka tangguhkan keheranan itu karena sudah tau, kalau bukan nyeleneh bukan “Moncong Lancip”. Juga kali ini agaknya usulnya cukup relevan. Namun biasanya petani baru berburu tikus secara gotong royong, kalau tikus sangat berkembang biak di sawah dan menggangu sawah mereka. Usul ini masih dapat diperdebatkan dan jalan keluarnya kata tikus-tikus lain sambil bisik-bisik, “adalah sukseskan keluarga berencana tikus sawah”.

Supaya tak berpanjang debat, pimpinan rapat menyetujui usul “Moncong Lancip”, pikirnya toh kalau waktu tidak cukup nanti materi tidak dibahas, sebab rapat dibatasi oleh kegelapan malam, loteng hanya dapat digunakan rapat lewat tengah malam sampai menjelang fajar.

Agenda pertama mulai dibahas, yaitu bagaimana mengatasi bangsa kucing yang sering memangsa bangsa tikus. Buah pikiran yang muncul adalah:

1. Bahwa bangsa kucing, saat ini tidak seganas sebelum perang dunia kedua, mereka tidak lagi lahap terhadap tikus, sebab mereka belakangan ini dipelihara oleh manusia, mereka diberi makan nasi, ikan bahkan susu. Jadi sudah ogah memangsa tikus. Demikian pendapat tikus Got yang sudah senior.

2. Kirim utusan ke bangsa kucing, bahwa sekarang kita seharusnya sudah tidak bermusuhan lagi, sebab masing-masing kita punya makanan yang berbeda.

3. Usul ketiga datang dari tikus celurut, diusulkan agar kepada masing-masing bangsa kucing dipasangi kalung yang ada bunyinya, sehingga sebelum mengejar anak-anak kita dan bangsa kita pada umumnya segera dapat info dini, segera dapat menyelamatkan diri.

Agaknya rapat tidak dapat memutuskan dengan musyawarah, karena masing-masing ingin usul mereka yang diterima, akhirnya diambil dengan jalan voting. Betul juga waktu rapat sudah hampir habis,penghuni rumah mulai ada yang bangun. Benarkan usul “Moncong lancip” yang sering mewakili golongan tikus terbanyak itu tak sempat dibahas, sedangkan agenda yang kedua saja tidak bisa disinggung yaitu tentang perangkap dipasang manusia.

Hasil voting menunjukkan bahwa usul tikus celurut yang disetujui yaitu “memasang kalung berbunyi pada leher bangsa kucing”. Kak tikus Gantung mengetok palu tanda keputusan disetujui telah diambil.

Pada masa sidang selanjutnya, dilaporkan bahwa masih banyak tikus yang dimangsa kucing, menurut statistik malah makin meningkat. Salah satu penyebabnya adalah dari sosialisasi keputusan rapat, banyak tikus muda yang kesambar kucing, lantaran ketika kucing mendekat tidak segera lari, mereka tunggu ada bunyi. Para petinggi tikus lupa bahwa satu ekor kucingpun belum ada yang dipasangi kalung yang berbunyi seperti diputuskan dalam rapat. Sungguh keputusan itu tidak dapat dilaksanakan, karena bagaimana mungkin memasang kalung di leher Kucing, tikus mana yang dapat menghampiri kucing kemudian memasang kalung dilehernya, belum-belum sudah dilahap.