Sunday 29 May 2011

JANGAN TERPUKAU PENAMPILAN

Seorang penjaga malam di sebuah apotik, isterinya menderita sakit, oleh dokter dirujuk segera opname, menghindari hal-hal yang tidak diinginkan si isteri langsung dimasukkan kerumah sakit kenamaan di kota itu. Si penjaga malam lapor ke atasannya di apotik bahwa isterinya sudah di opname dengan menyebutkan nama rumah sakit dan kamarnya.

Peraturan di apotik tempat pak “Ujang” bekerja sebagai penjaga malam, obat-obat pegawai dan keluarganya ditanggung apotik baik obat jalan maupun opname, karena itulah mungkin pak Ujang lapor, disamping kalau ada apa-apa dengan tugasnya atasannya memahami bahwa isterinya sedang sakit.

Atasannya, hari berikut isteri pak Ujang di rumah sakit, membezook bersama beberapa karyawan. Betapa kegetnya mereka karena isteri pak Ujang menempati ruang VIP di rumah sakit kenamaan pula. Esok harinya manager memanggil pak Ujang untuk memberikan nasehat yang pada pokoknya terjadilah dialog:

Manager : ”Pak Ujang kami ikut prihatin dengan sakitnya Bu Ujang. Kami anjurkan Ibu sebaiknya dimasukkan di bangsal saja. Pak Ujang mengetahui bahwa di apotik kita ini hanya menanggung obat-obatan, tapi tidak menanggung biaya kamar, biaya perawatan rumah-sakit, biaya kunjungan dokter. Ruangan VIP semua biaya-biaya yang apotik tidak menanggung itu mahal”.

Pak Ujang : “Maaf pak, isteri saya pesan kalau ia sampai di opname minta dimasukkan ruang VIP, saya tidak tega melanggar amanahnya. Takut kalau terjadi kenapa-napa dengan dia, saya akan menyesal seumur hidup dan juga nanti anak-anak memedo saya. Lagi pula ketika dia masih muda dulu, kalau opname dia selalu dirawat di ruang VIP”.

Manager : “Baik pak Ujang, kalau demikian, kami hanya menyarankan, moga-moga isteri bapak cepat sembuh”.

Pak Ujang: “Terimaksih banyak pak, permisi

Pak Ujang tetap saja menjalankan tugasnya sebagai penjaga malam, mulai dinas pukul 21.00, apotik tutup pukul 22.00. Yang bersangkutan juga ikut merapikan menutup pintu apotik. Begitulah tugas pak Ujang rutine setiap hari sampai pagi hari berada disekitar apotik. Hari kesebelas isteri pak Ujang dirawat di rumah-sakit, rupanya kesehatan Pak Ujang menurun, ia datang juga ke apotik tapi dalam keadaan demam. Atasannya menyuruh dia pulang, karena yang bersangkutan mendayung sepeda sudah tidak sanggup, atasannya menyuruh salah seorang pejabat apotik mengantarkan pulang dengan mobil. Sesampainya disuatu alamat sesuai panduan pak Ujang mobilpun berhenti. Dengan sisa-sisa tenaganya menggigil karena deman, dirogohnya kantong celananya membuka pagar halaman rumah, sambil mempersilakan mobil masuk ke halaman rumah. Tentu saja, pengantar jadi ragu-ragu, sambil bertanya “rumah bapak dibelakang rumah ini?”. Pak Ujang menjawab “tidak, dibelakang tidak ada rumah, ini kediaman kami”, sambil ia membuka pintu rumah dan mempersilakan pengantar masuk. Sebenarnya kalaulah bukan karena untuk meyakinkan atas apa yang dilihat, pengantar tidak bermaksud untuk masuk, maklum yang diantarkan sakit, harus segera istirahat. Tetapi didorong rasa ingin tau yang sebenarnya, maka masuk juga keruang tamu sebuah rumah dengan halaman luas itu, bangunannya berkelas dan besar, tamannya tertata apik. Begitu di dalam, yakinlah bahwa ini adalah rumah pak Ujang, dari photo di dinding dan beberapa lukisan yang terpajang. Betul-betul sudah terjadi under estimate selama ini, perabot rumah mengesankan bahwa rupanya pak Ujang orang mampu pantas kalau isterinya dirawat di ruang VIP. Management apotik belum mengetahui latar belakang pak Ujang yang menjadi penjaga malam 4 tahun yang lalu itu. Rupanya pak Ujang adalah seorang pensiunan karyawan yang banyak memiliki tanah dan kebun buah-buahan, kini setelah beranjak tua dari pada nganggur iseng-iseng jadi penjaga malam. Ia punya anak 4 orang yang kini sudah berumah tangga sendiri dan tergolong keluarga yang berpendidikan tinggi dan mampu.

Sejak perisiwa itu management apotik menjadi tau tentang pak Ujang demikian juga seluruh pegawai mendapat kabar, merekapun tidak lagi memandang rendah terhadap pak Ujang walau ia hanya seorang penjaga malam.

Kejadian yang sama perihal penampilan, adalah seorang calon nasabah bank, ia datang dengan penampilan yang tidak meyakinkan. Ketika itu bank belum diatur system penerimaan nasabah seperti sekarang ini, oleh customer service. Nasabah dapat saja datang kepada pegawai yang ada di counter depan dengan mengemukakan ingin menghadap pejabat bank,. Ia ingin ketemu dengan pejabat yang membawahi Kas. Istilah waktu itu Kepala Bagian Kas, Pembantu Kepala Bagian Kas. Seorang nasabah dengan penampilan sederhana yakni pakai sandal jepit baju kaos dan membawa tas plastik dikenal dengan tas kresek, dihadapan pejabat bank mengemukakan akan menyimpan uang. Atas dasar penampilan itu, si pembantu kabag menawarkan penyimpanan uang dalam tabungan (era tabanas), ia tidak mau, yang bersangkutan ingin menyimpan uang yang dapat ditarik sewaktu-waktu. Sedangkan tabanas hanya boleh ditarik 2 kali dalam sebulan. Kalau simpanan yang demikian, kata pejabat kas tadi, harus dalam jumlah besar. Nasabah menjawab “baik pak nanti akan saya siapkan”. Pejabat ganti bertanya “anda mau setor berapa”. Nasabah tadi menjawab “saya akan setor pertama satu milyard rupiah”. Kaget pejabat tadi dan sambil matanya melirik ke kantong plastik yang diletakkannya di bawah sebelah kakinya. “Bukan hanya ini, diluar di depan loket kasir ada beberapa rekan saya membawa uang tunai, total satu milyard”. Tahun delapan puluhan uang satu milyad cukup besar, zaman itu orang berduit baru punya gelar jutawan, belum milyarder seperti sekarang. Sungguh tidak meyakinkan seorang pemuda yang berumur dibawah dualimaan tahun dengan pakaian demikian sederhana taunya adalah pengusaha tambak udang dan bandeng.

Kembali bahwa penampilan tidak menjadi ukuran menilai seseorang, sebaliknya orang yang berpenampilan meyakinkan belum tentu sesuai dengan apa yang ditampilkan. Banyak kejadian seperti yang dicontohkan di atas sering dialami para pembaca yang bijaksana.

Dalam hal penampilan ini kadang seseorang memberikan perhatian yang kurang terhadap seseorang yang penampilannya tidak meyakinkan. Orang kadang lebih melihat apa yang nampak dipermukaan, suka salah bersikap, silau dengan pandangan dari luar. Hal seperti ini manusiawi, tetapi di dalam agama Islam hal itu diatur dan bahkan Nabi Muhammad s.a.w pernah mendapat teguran Allah karena salah bersikap dalam konteks ini, bersikap mendasarkan kepada penampilan itu, seperti diabadikan Allah dalam surat Abasa ayat 1 dan 2 sebagai berikut:

1. Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, Asbabun nuzul

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa firman Allah S.80:1 turun berkenaan dengan Ibnu Ummi Maktum yang buta yang datang kepada Rasulullah saw. sambil berkata: "Berilah petunjuk kepadaku ya Rasulullah." Pada waktu itu Rasulullah saw. sedang menghadapi para pembesar kaum musyrikin Quraisy, sehingga Rasulullah berpaling daripadanya dan tetap mengahadapi pembesar-pembesar Quraisy. Ummi Maktum berkata: "Apakah yang saya katakan ini mengganggu tuan?" Rasulullah menjawab: "Tidak." Ayat ini (S.80:1-10) turun sebagai teguran atas perbuatan Rasulullah saw.
(Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan al-Hakim yang bersumber dari 'Aisyah. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Ya'la yang bersumber dari Anas.)


2. karena telah datang seorang buta kepadanyaAsbabun nuzul

Orang buta itu bernama Abdullah bin Ummi Maktum. Dia datang kepada Rasulullah s.a.w. meminta ajaran-ajaran tentang Islam; lalu Rasulullah s.a.w. bermuka masam dan berpaling daripadanya, karena beliau sedang menghadapi pembesar Quraisy dengan pengharapan agar pembesar-pembesar tersebut mau masuk Islam. Maka turunlah surat ini sebagai teguran kepada Rasulullah s.a.w.

Kedua ayat tersebut di atas memang tidak terkait dengan seorang yang berprofesi penjaga malam, sebenarnya ia orang kaya dan seorang yang berpenampilan sederhana, disangka uangnya cuma sedikit ternyata banyak uang. Ayat-ayat di atas memberikan pelajaran kepada kita bahwa dalam hidup ini berinteraksi dengan orang tidak boleh mengkelas-kelaskan orang atas dasar profesi dan atas dasar penampilannya. Haruslah melakukan hubungan yang sama baiknya terhadap siapapun juga. Rasul saja mendapat teguran dari Allah, tentu perilaku yang meremehkan orang yang berpenampilan kurang menyakinkan dipandang rendah adalah sesuatu yang tidak baik. Selain itu ayat tadi memberikan pelajaran buat kita bahwa sikap pandang yang sering terpukau akan penampilan itu adalah manusiawi. Jangankan kita sedang Rasul pernah keliru bersikap atas dasar penampilan. Namun bukan berarti karena kita manusia biasa lantas boleh meremehkan orang dengan disebabkan penampilannya, tentu tidak, setiap kita tercenderung akan menjurus kepada pembedaan perlakuan terhadap seseorang dengan orang lainnya, atas dasar penampilan kitapun ingat lagi kepada tuntunan Allah disurat Abasa 1 dan 2 di atas.

Wallahu A’lam bi sauwab, semoga Allah membimbing kita agar tidak terpukau melihat penampilan seseorang. Kalau under estimate masih kurang berbahaya kendati yang demikian ditegur Allah, tetapi yang lebih berbahaya adalah over estimate yaitu menganggap bonafide seseorang yang berpenampilan menarik, berbicara sopan, taunya adalah penipu. Itupun sebenarnya diingatkan Allah dalam surat Abasa tadi yakni Rasulullah menghadapi pembesar Quraisy yang berpenampilan menarik dengan penuh pesona, disangka akan dapat menjadikan mereka menerima petunjuk, ternyata tidak. Diisyaratkan Allah di ayat 5, 6 dan 7 surat Abasa tadi.

5. Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup

Yaitu pembesar-pembesar Quraisy yang sedang dihadapi Rasulullah s.a.w. yang diharapkannya dapat masuk Islam.

6. maka kamu melayaninya. Asbabun nuzul

7. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman).

Begitulah di dalam kehidupan kita di dalam pergaulan masyarakat, kadang berhadapan dengan orang yang berpenampilan sederhana, tetapi ternyata dapat dipercaya dan sebaliknya ada yang penampilannya memukau belakangan diketahui penipu. Tidak jarang juga orang yang penampilannya sudah tidak menyakinkan ternyata perilakunyapun sama dengan penampilannya, tidak terpuji. Ada orang yang berpenampilan menyakinkan dan sikapnyapun terpuji. Akhirnya kita harus bersikap waspada kata kuncinya jangan mudah terpukau dengan penampilan”.

Thursday 26 May 2011

PENYEBAB KORUPSI

Suatu hari saya mendapat tugas sebagai nara sumber/pembicara pada suatu pelatihan yang berlangsung disuatu hotel di kawasan puncak, dengan audience kepala-kepala kantor satu instansi. Pada saat makan siang, seseorang peserta mengambil posisi duduk semeja dengan saya, setelah memperkenalkan diri dan berbasa basi sejenak, ia menyebutkan suatu nama seseorang dan menanyakan apakah saya mengenalnya. Ternyata orang yang disebutnya tersebut adalah saudara bapak yang mengajak saya ngobrol di ruang makan tadi, ia juga teman yang cukup saya kenal sesama sekantor sebelum pensiun. Pernyataan yang bersangkutan berikutnya sungguh mencengangkan. “Dia itu bodoh” kata teman baru saya itu, maksudnya ditujukan kepada teman saya yang sekaligus saudara bapak tersebut. Tentu saja pernyataan itu saya bantah, sebab kalau bodoh tak mungkin beberapa kali ditunjuk direksi kami untuk memimpin beberapa cabang, sebelum pensiun. Selanjunya dijelaskan oleh teman baru saya itu bahwa indikasi bodoh buat saudaranya itu rupanya karena sekian tahun bekerja dan sekian kali menjadi pemimpin cabang, tapi sampai hari ini rumahnya saja hanya KPR type 70, mobilnya saja hanya Kijang. Tambahnya saudara saya itu terlalu jujur, tidak pandai korupsi.

Dialog di atas, menunjukkan bahwa:

1. Banyak keluarga yang memandang “bodoh” bila saudara atau kerabatnya punya jabatan untuk dapat korupsi tetapi tidak melakukannya. Jadi pada dasarnya banyak diantara keluarga yang mendorong suadaranya untuk korupsi. Kondisi ini pula merangsang bagi yang punya kesempatan untuk memanfaatkan buat korupsi.

2. Kecenderungan kehidupan sosial sekarang ini memandang rendah orang yang hidupnya senderhana dan memuliakan orang yang berkehidupan mewah, tidak perduli dengan cara apapun kemewahan itu didapat.

Faktor lain pemicu korupsi adalah kondisi pendidikan anak-anak kita sejak dari masa masih digendong, masa kanak-kanak sampai dewasa.

1. Ketika anak-anak belum pandai bicara bahkan belum juga pandai berjalan, kebanyakan dari orang tua sudah memberikan pendidikan yang keliru. Anak selalu diperkenalkan dengan uang, walau seharusnya belum waktunya. Ini potret kehidupan masyarakat menengah kebawah. Mereka diam di bangunan-bangunan komplek perumahan sederhana, dimana sering keluar masuk penjual makanan kelililing. Kepada sikecil sering dikepali uang ditangannya, kemudian bila ada penjual makanan liwat, abang penjual makanan dipanggil, si anak dilatih untuk membeli makanan dengan menggunakan uang yang dikepalkan tadi. Hal ini bagaikan memberikan memori di dalam benak si anak, bahwa benda yang namanya uang itu teramat penting, ia sanggup menyetop si abang penjual makanan, si kertas yang dikepalnya itu dapat ditukar dengan makanan. Tidak heran di kelompok masyarakat ini, si anak jika sudah pandai bicara, bila dirumahnya kedatangan tamu, om atau tante atau kerabat, anak tadi tak segan-segan ngomong minta uang kepada tamu yang datang. Orang tua baru berusaha mencegahnya, “tak baik begitu” dan kata-kata pencegahan lain. Tentu itu tidak lagi manjur sebab sudah terlajur terpola. Saya sering ingatkan pada kesempatan-kesempatan berbicara secara umum (dalam ceramah atau di depan kelas), tapi ada yang bergumentasi lain, bahwa cara mengenalkan anak dengan uang mulai lagi digendong supaya anak tersebut kelak dewasa pintar mencari uang. Menurut hemat saya ini salah satu pemicu kenapa akhirnya tercipta koruptor sebab dari sejak digendong sudah menganggap uang adalah segalanya.

2. Usia sekolah, mulai masuk taman kanak-kanak, banyak orang tua terutama yang ekonomi lebih baik, ingin betul anaknya mendapatkan yang terbaik. Ingin memasukkan anak ke taman kanak-kanak terbaik. Rupanya untuk memasukkan ketaman kakak-kakan terbaik, harus berkompetisi dengan anak-anak lain, kerena kelasnya terbatas. Kompetisi ini dalam bentuk berapakah sanggup membayar. Lagi lagi uang menunjukkan keperkasaannya, sangup meyingkirkan orang lain yang tidak punya uang. Hal itu berlanjut sampai masuk sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas. Orang yang tak punya uang hanya boleh masuk kesekolah kelas “embek”. Terkesan memang uang sangat sakti tepola dalam pikiran yang bersangkutan sejak digendong sampai tamat Sekolah menengah atas. Juga masuk perguruan tinggi. Untuk masuk keperguruan tinggi, konon sekarang ada program bagi yang tidak lolos dengan saringan biasa, dapat diterima asal sanggup membayar dengan jumlah uang tertentu. Selesai sekolah ketika ingin masuk bekerja, konon harus mengeluarkan sejumlah uang tertentu agar dapat diterima pekerja.

3. Umur 17 tahun sudah mulai wajib mempunyai identitas kependudukan yaitu KTP (Kartu tanda penduduk). Pengurusan identitas ini menurut yang dikabarkan oleh petinggi-petinggi negeri ini tanpa bayar atau gratis. Kenyataannya masih saja ada pungutan dengan berbagai istilah atau dengan cara bisik-bisik meminta uang. Kalau tidak dipenuhi permintaan itu sesungguhnya tidak apa-apa, KTP jadi juga, tapi dipersulit. Anak yang baru berumur 17 tahun tadi sudah diberikan pelajaran bahwa apa yang dibuat dalam aturan, bahkan tertulis ada ditempat pengurusan pembuatan KTP tulisan besar yang bermakna bahwa pengurusan KTP gratis. Tapi kenapa tidak sesuai tulisan dengan kenyataan. Memang bangsa ini sudah terbiasa tidak samanya kata dengan perbuatan.

Jadi perilaku korupsi yang kini sedang menjadi penyakit masyarakat kita adalah dipengaruhi oleh faktor-faktor:

1. Dorongan dari luar, seperti antara lain: pandangan keluarga dan masyarakat, pola pendidikan keluarga, kebiasaan yang berlaku ketika masuk sekolah, masuk kerja, mengurus KTP. Seperti yang dicontohkan di atas

2. Dorongan di dalam diri, manusia memang diciptakan Allah dengan membawa dua sifat yang berlawan yaitu Taqwa dan Fujur seperti ternukil dalam surat Asy-Syam ayat 8 berbunyi sebagai berikut:

maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.

Dari dalam diri manusia tersedia potensi untuk menuju/memilih atau berbuat fasik yang tidak diredhai Allah, antara lain perbuatan-perbuatan yang merugikan orang lain, merugikan masyarakat semisal mengambil hak orang lain, seperti korupsi. Seiring dengan itu Allah juga memasukkan dalam jiwa manusia keinginan senantiasa untuk bertaqwa, menuruti perintah Allah dengan berbuat baik, berlawanan dengan sifat “fujur”. Kedua potensi perilaku manusia ini akan terbentuk kerena pendidikan keluarga, pendidikan lingkungan dan pendidikan formal lainnya. Dengan demikian apakah akan menjadi “fujur” antara lain korupsi atau “taqwa” terjauh dari korupsi dan melanggar ketentuan agama, adalah pilihan individu yang memang disediakan oleh yang Maha Pencipta.

3. Kondisi yang tercipta, kurang baiknya system pengelolaan lembaga pendidikan, instansi pelayanan masyarakat. Lembaga pendidikan terlalu jauh kesenjangan, tercipta ada yang faforit ada unggulan ada yang hanya sekedar ada. tidak adanya standar. Sekolah masih pakai biaya, seharusnya bangsa yang begini kaya mampu menggratiskan semua jenjang pendidikan. Kurikulum sekolah prosentase pembentukan karakter yang jujur, berpekerti luhur dan pendidikan moral, kalaupun ada porsinya kecil. Saya ingat ketika masih sekolah di SR dulu (sekarang SD), apa-apa gratis bahkan dapat pembagian susu lagi sebagai tambahan gizi. Anak sekolah harus jadi panutan, di jalan raya harus berjalan disebelah kiri,jangan memborong jalan (kami dulu kesekolah berjalan kaki tanpa kendaraan), selalu ditanamkan oleh guru dengan pelajaran budi pekerti. Sekarang apa yang terjadi, tawuran jadi model anak-anak pekaian seragam sekolahan. Kami dulu belum ada pakaian seragam, tapi yang seragam bahwa anak sekolahan harus memberi contoh kepada masyarakat bahwa mereka orang terpelajar. Ini cerita tempoe doeloe, kenapa sekolah dapat gratis padahal baru saja merdeka, sekarang kenapa tidak, semua harus bayar, apanya yang salah. Kenapa budi pekerti anak sekolah dulu baik, kenapa mereka tidak pernah terdengar tawuran, bandingkan dengan apa yang dilihat sekarang, tentu ada yang salah.

Instansi pelayanan masyarakat. Se angkatan almarhum ayah saya dulu merasa bahwa negara ini mereka yang punya, kerana mereka ikut berjuang memerdekan bangsa ini. Sehingga pesan moralnya harus berbuat sebaik-baiknya untuk masyarakat dan negara. Satu contoh kecil yang saya yakin para pembaca yang budiman masih ingat bahwa dulu sepeda kumbang atau sepeda yang digerakkan dengan tenaga itu, pakai pajak desebut “peneng”. Radio tiap bulan bayar pajak di kantor pos. Begitu taatnya orang tua kita dulu itu, peneng sepada, justru mereka yang proaktif menanyakan sudah datangkah atau belum (ini cerita dikampung) peneng berupa stiker yang ditempelkan ke sepeda setiap tahun ganti model sesuai tahunnya, mencetak steker itu di ibukota propinsi, jadi kadang tahun sudah berjalan beberapa bulan peneng belum datang. Demikian juga pajak radio, merekalah yang segera tiap bulan pergi ke kantor pos membayarnya. Di dalam pemikiran mereka negara ini kita yang punya kitalah yang membiayainya dengan melalui pajak, kita yang menjaga dan mengelolanya. Dedikasi mereka bukan main tingginya, sering dia katakan kepada anak-anak muda dikantornya, “zaman dulu kami berjuang merebut kemerdekaan tanpa digaji”. “Kalian sudah beruntung bekerja ada yang menggaji”. “Oleh karena itu layani masyarakat dengan tulus, karena mereka rela berkorban untuk merdeka agar dirinya dan anak cucunya dapat pelayanan lebih baik oleh bangsanya sendiri”. Kecenderungan kita sekarang ini adalah ibarat negara ini sebuah kapal dagang. Pelayaran kapal membawa barang dagangan, bahan bakarnya dibiayai oleh pemilik kapal, kru kapal digaji oleh pemilik kapal, perwatan kapal dibiayai pemilik kapal, sementara barang-barang dagangan yang dibawa sebagain besar punya kru kapal yang nota bine sudah mendapat gaji tidak pula ikut membiayai operasional kapal. Akhirnya kru kapal yang makmur. sementara pemilik kapal lama kelamaan akan bangkrut.

Jalan keluar

1. Secara jangka panjang, perbaiki pendidikan keluarga terhadap anak-anak. Berikan masukkan kepada keluarga-keluarga muda tetang bagaimana mengasuh anak dengan baik, jangan biasakan dulu ketika anak masih di gendong dengan uang. Setelah agak besar tanamkan bahwa uang hanya semata alat tukar, bukan segalanya. Tanamkan pendidikan moral dan agama, berikan contoh konkrit dengan perbuatan nyata bagaimana berbuat baik. Dalam hal beurusan dengan sekolahan, berurusan dengan pelayanan dari pemerintahan, jika terpaksa harus mengalah yaitu pakai uang, kerena kondisi saat ini memang demikian, maka usahakan supaya anak yang masih dalam pertumbuhan itu tidak mengetahuinya.

2. Perbaiki sekolah-sekolah, sehingga semua sekolah sejak dari TK sampai SMA dengan standar yang sama, biaya di gratiskan seluruh jenjang pendidikan. Sehingga tidak ada lagi harus berkompetisi dalam bentuk uang dalam masuk sekolah, Kompetisi hanya dari bakat/potensi/minat dan itelegensi.

3. Perbaiki system pelayanan masyarakat oleh aparat pemerintah, betul-betul tidak memberikan celah adanya uang yang tidak resmi. Jika memang harus ada pengurusan yang memerlukan harus bayar, benar-benar dengan tarif yang resmi. Kurangi pengurusan dengan menggunakan tatap muka, gunakan system yang sudah canggih sekarang. Patut di apresiasi penerimaan PNS di beberapa Kementerian belakangan ini, yaitu pendaftaran melalui internet, pengiriman berkas ke po box, hasil pengumunan test melalui internet dan konfirmasi pendaftaran bagi yang lulus juga melalui internet. Tentu pengurusan KTP dan urusan surat-surat keterangan, izin-izin usaha, izin-izin lainnya juga dapat diterapkan dengan pola yang sama sehingga mengurangi tatap muka dan mungurangi biaya tinggi dan menjauhkan dari kesempatan korupsi. Karena setiap kejahatan niat saja tidak cukup kalau tidak ada kesempatan.

Demikian pembaca yang budiman, mari kita gagas perubahan karakteristik masyarakat kita yang cenderung korup ini dengan memulai dari diri kita sendri, keluarga sendiri dan syukur para fugur yang berkompeten ngurus negara ini sanggup menciptakan kondisi yang mematikan langkah korupsi. Insya Allah bermuara pada kemakmuran rakyat, kerena negara kita ini sungguh diciptakan Allah paling istemewa dari negara lain diseluruh dunia. Kaya dengan sumber daya alam, tumbuh subur apa saja yang ditanam, lautnya penuh ikan mutiara dan marzan, relatif jauh dari segala macam ancaman bencana alam dan musim.

Tuesday 24 May 2011

TUJUH LANGKAH MENCAPAI KEMULIAN

Panjang umurnya, panjang umurnya, panjang umurnya serta mulia. Panjang umurnya, panjang umurnya, panjang umurnya serta mulia. Demikian lirik nyanyian mengiringi suatu peringatan ulang tahun, baik secara kecil-kecilan dilingkungan keluarga atau dibesarkan dengan mengundang kerabat handai taulan.

Syahdan tersebut kisah bahwa upacara ulang tahun ini berawal di era nabi Yacob. Beliau mempunyai anak belasan orang, sehingga hampir setiap bulan diadakanlah upacara ulang tahun buat masing-masing anaknya. Giliran anak-anak beranak lagi, maka ulang tahun pula buat cucu-cucu beliau dan akhirnya setiap hari ada upacara ulang tahun. Kadang sehari dua kali, karena ada saja cucu yang kurang suka kalau ulang tahun mereka digabung, mungkin orang tua mereka juga enggan menggabung pembiayaan ulang tahun dan upacaranya. Ada kebanggaan sendiri kalau upacara dilaksanakan masing-masing agar beda satu dengan yang lain. Barangkali juga telah terjadi status sosial yang bertingkat. Al hasil hari ulang tahun adalah merupakan “hari besar” bagi yang berulang tahun. Selanjutnya diriwayatkan nabi Yacob memohon kepada Allah agar diberikan kepada anak cucu mereka “hari besar” yang seragam. Do’a itu diqabul Allah terjadilah buat orang muslim dua hari besar yaitu hari raya idul fitri dan hari raya idul adha. Pada hari raya idul fitri masing-masing orang muslim bagaikan lahir kembali, sedangkan di hari raya idul adha merayakan bahwa orang muslim yang diberi hidup dan mempunyai kemampuan/kekayaan merayakannya dengan berqurban.

Pesan pokok dari ulang tahun adalah ingin agar yang berulang tahun mendapatkan kemuliaan seperti do’a dalam lirik nyanyian di atas. Persoalannnya bagaimana upaya yang harus dilakukan untuk mencapai kemualiaan itu.

Menurut referensi Alqur’an kemulian itu dapat digapai diantaranya dengan tjuh langkah yaitu:

1. Berjalan dimuka bumi dengan rendah hati tidak dibuat-buat, tidak pamer dan tidak sombong, tidak melengos bila bertemu sesama. Seperti diatur dalam Al-Furqaan 63.




Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.

Makna ayat ini bukanlah berarti bahwa orang muslim yang ingin meraih kemulian harus berjalan tertunduk-tunduk, dengan pakaian lusuh/kumuh. Tetapi Rasulullah memberi contoh seperti yang diungkap oleh Abu Hurairah bahwa jalannya nabi gagah/tegap dan tenang serta beliau berpakaian serta berpenampilan selalu rapi.

Benar juga bila kita dengan pakaian lusuh, dekil, bau sementara berjalan lesu, tentu pandangan manusia tidak akan simpatik kepada kita, bagaimana mungkin kita mendapat kemulian dari sudut pandang manusia. Walaupun hamba Allah yang beriman tidaklah mengharapkan padangan manusia, tetapi jangan sampai menimbulkan kesan orang yang taat kepada Allah itu orang-orang lemah, orang-orang kumuh. Haruslah kita tampilkan bahwa Islam agama yang mengajarkan kepada ummatnya harus gagah, harus bersih dan sehat. Selanjutnya bila ada orang yang jahil yaitu orang-orang yang belum mempunyai pengetahuan menyapa mereka dengan sapaan yang kurang baik, maka ia sanggup menyampaikan kata-kata yang baik mengandung keselamatan.

2. Mengerjakan shalat tahajud sebagai tambahan shalat yang diwajibkan, antara lain di infromasikan Allah di dalam surat Al Isra 79

Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.

Orang-orang yang mulia tidak mengharapkan kemulian dan sanjungan dari manusia, ia hanya mengharapkan kemuliaan yang datang dari Allah. Dengan bersembahyang tahajjud di malam hari diwaktu mana sebagian manusia sedang tidur, ia bersembahyang. Jelas bahwa sembahyangnya tidak dimaksudkan diketahui oleh orang lain, hanya dia dengan Allah saja yang mengetahui tentang sembahyangnya tentang do’a dan dialognya kepada Allah. Kalaulah ada orang yang tau mungkin hanya keluarga seisi rumah. Keteguhan pendirian yang hanya menggantungkan diri kepada Allah semata inilah yang membuat pribadi yang bersangkutan tidak mengorbankan harga dirinya untuk meminta kepada manusia. Karena dengan meminta kepada manusia, kadang kemulian diri dipertaruhkan. Ia berusaha di dalam menjalani hidup ini memandang sesama manusia adalah sama dan jikalah terjadi interaksi yang bermuara kepada mendapatkan rezeki yang disebabkan oleh hubungan dengan manusia dipandang adalah datang dari Allah dengan sebab hubungan dengan manusia dari mana datangnya rezeki tersebut.

3. Kesederhanaan dan keseimbangan kehidupan, tidak kikir dan tidak boros, seperti termaktub dalam surat Al-Furqaan 67

Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.

Adalah kewajiban orang muslim untuk membelanjakan sebagian hartanya untuk keperluan orang lain dan untuk kemaslahatan manusia serta hal-hal yang dituntunkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Orang yang kikir akan dikucilkan masyarakat dan terjauhlah ia dari kemulian menurut pandangan manusia, sementara dalam pandangan agama terkelompok mendustakan perintah Allah. Jika mendermakan harta terlalu boros, kemungkinan akan timbul perasaan ingin dipuji sesama manusia (riya) dan juga mungkin saja mengabaikan keperluan sendiri, padahal diri sendiri perlu diperhatikan kemudian keluarga, barulah kerabat dekat dan masyarakat. Jika dengan keborosan tersebut yang bersangkutan akhirnya malah jatuh miskin, bukannya kemulian yang didapat bukan mustahil kehinaan yang diperoleh.

4. Menjaga kemurnian tauhid, tidak membunuh, tidak berzina, (Al Furqaan 68)

Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya),

Tidak menyembah Tuhan yang lain selain Allah

Orang yang hanya menyembah kepada Allah hidup mereka merdeka, tidak tergantung kepada yang selain Allah. Ia tidak akan merasa rendah dihadapan orang yang berpangkat setinggi apapun. Ia tidak merasa hina dihadapan orang yang dinilai bangsawan. Ia tidak merasa miskin biar berhadapan dengan orang sekaya apapun. Ia tidak akan merasa jelek biar berhadapan dengan orang serupawan apapun, kerena dia tau bahwa ia diciptakan dengan sebaik-baik kejadian. Siapakah yang dapat merendahkan atau meremehkan orang seperti ini. Sifat seperti inilah salah satu wujud pencapaian kemulian yang hakiki.

Tidak membunuh Jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan alasan yang benar.

Membunuh jiwa orang lain, miskipun tidak diketahui orang, alhasil dapat bersembunyi, setelah melakukan pembunuhan, atau membunuh dengan cara yang tidak diketahui. Bagaimanapun diri sendiri mengetahui dan akan mersa terbebani dan kemanapun pergi dan bersembunyi merasa diri ini terhinakan, jauh dari kemulian. Apalagi membunuh dengan cara yang belakangan ini didunia banyak dilakukan kelompok teroris. Jikapun pelaku dapat melarikan diri ia akan dikejar-kejar dan kalaulah si pelaku sekaligus mati bersamaan dengan dengan target (bom bunuh diri), maka disamping ybs dihinakan orang sampai jenazahnyapun kampung halaman sendiri tidak mau nerima, kasihan keluarga yang ditinggalkan ikut-ikut kena getahnya mendapat pandangan tak baik dari masyarakat. Kesemua perbuatan itu menjauhkan diri dan keluarga dari kemuliaan.

Tidak berzina

Banyak penyakit yang menimbulkan kehinaan disebabkan perbuatan zina, selain itu akan merusak rumah tangga. Bangsa terdiri dari sekumpulan rakyat dan rakyat terdiri dari sekumpulan keluarga, keluarga adalah kumpulan dari rumah tangga. Bila rumah tangga berantakan karena perbuatan zina maka akan merembet ke keluarga, masyarakat dan bangsa. Apalagi bila dari perbuatan zina berbuah keturunan, maka keturuan dan yang menurunkan keturunan itu akan mendapat kehinaan sepanjang hidup, terjauhlah dari kemuliaan.

5. Jujur, tidak memberikan kesaksian palsu, (Al Furqaan 72)

Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.

Jujur

Jujur adalah fitrah manusia, jika seorang manusia melakukan perbuatan tidak jujur justru ia melanggar fitrahnya sendiri. Selain itu orang lain akan menilai seseorang jujur atau tukang bohong. Alangkah sedihnya biila seseorang sudah mendapat stempel tukang bohong maka apa saja yang dijanjikannya orang tak percaya, apa saja diomongkannnya orang tidak percaya pada gilirannya yang bersangkutan akan terkucil di pergaulan hidup, pergaulan bisnis, kemana mana dicemooh orang, kata pepatah “dekat ditunjuk orang dengan mulut jauh ditunjuk orang dengan telunjuk” hati hati dia tukang bohong tidak jujur. hati-hati berbisnis dengannya. Orang yang demikian itu akan terjauh dari kemuliaan dan dekat dengan kehinaan.

Kesaksian Palsu

Allah mengetahui benar bahwa di dalam pergaluan hidup masyarakat, mesti akan terjadi periswa yang memerlukan kesaksian. karena itu dituntun dengan ayat dalam al-Quran. Sejak dari orang membentuk rumah tangga, perlu kesaksian berupa saksi nikah. Selanjutnya dalam pergaulan hidup akan terjadi silang sengketa tak jarang sampai harus melalui putusan seorang hakim. Bila harus sampai di peradilan, hakim akan memutus dengan menggunakan perangkat bukti dan saksi. Alangkah malangnya orang yang berperkara bila para saksinya tidak jujur, yang seharusnya menang dapat kalah, yang harus kalah boleh jadi menjadi menang. Akibat saksi tidak jujur akan merancukan hakim dalam memutus perkara, dapat saja orang yang tidak bersalah akan menerima hukuman sebaliknya orang yang bersalah mendjadi bebas. Terlepas dari ancaman akhirat yang dahsyat bagi orang memberikan kesaksian palsu, didunia inipun ia sudah mendapatkan kehinaan baik dari dirinya sendiri yang secara fitrah adalah jujur, maupun dari masyarakat yang mengetahui bahwa kesaksian nya adalah palsu, dengan demikian sanksi dari masyarakat dia dihinakan, terjauh dari kemulianaan.

6. Orang yang sadar ketika diingatkan (Al Furqaan 73)

Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat- ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang- orang yang tuli dan buta.

Suatu penyakit jiwa atau penyakit diri seseorang yang dapat membawa yang bersangkutan kepada kehancuran/kehinaan adalah pantang dikoreksi, merasa diri selalu benar, merasa diri selalu pintar. Orang yang akan meraih kemulian adalah orang yang menerima peringatan apalagi peringatan itu dari Allah dan Rasul-Nya. Peringatan dari sesamapun akan dipertimbangkan, jika merupakan sesuatu yang membawa kepada kebaikan. Manusia yang mau menerima peringatan ini akan senantiasa menyadari bahwa hidup ini tidak semua dapat dialami sendiri, apasalahnya memetik pengalaman orang lain berupa peringatan dan nasihat agar ia dapat menjalani hidup dengan selamat dunia dan akhirat. Orang yang selalu mau mendengarkan peringatan akan mendapat kemulian didunia dan akhirat. Didunia dia menjalani hidup dengan penuh hati-hati sebab peringatan orang yang pernah mengalaminya ia terima dan dijadikan panduan, sedang di akhirat nanti telah ditunggu dengan rahmad Allah kerena dia selama hidup mengikuti peringatan Allah yang sudah pasti kebenarannya.

7. Senantiasa mengamankan keturunannya menjadi orang taqwa (Al Furqaan 74)

Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.

Do’a adalah permintaan, sekaligus harapan kadang juga adalah kemitment. Seorang yang mengucapkan do’a kepada Allah terkandung harapan agar Allah mengabulkan seperti apa yang di mintanya dalam do’a. Untuk terwujudnya permintaan di dalam do’a tersebut haruslah dengan gigih mengupayakan agar do’a itu terkabul. Dalam kaitan ayat di atas seseorang agar mendapatkan kemulian, ia mendo’akan agar dianugerahi Allah isteri dan anak-anak yang menyenangkan hati beriman dan menjadi pemimpin orang yang taqwa. Untuk mengupayakan itu haruslah berusaha agar isteri dan anak-anak mendapatkan pendidikan untuk mengejar do’a itu. Bila anak dibimbing dididik dengan didikan sesuai ajaran Allah dan Rasul, insya Allah kelak benar-benar do’a tersebut akak terkabul. Bila do’a terkabul maka orang tersebut akan mencapai kemulian, karena kesuksesan anak, keutamaan budi pekerti anak, kemulian ahlak anak-anak akan berdampak kepada kemuliaan orang tua. kemuliaan bukan saja hanya didunia karena anak-anak yang shaleh do’a mereka akan terus memberikan manfaat bagi orangtua mereka kendatipun sudah berada di alam barzah. Kadang ada orang tua yang sengaja memberikan pendidikan anak-anak mereka kelingkungan yang bukan Islami, dengan berbagai alasan. Misalnya alasannya disiplinnya, kesuksesan hidup dalam percaturan kemewahan hidup didunia. Setelah dewasa si anak menjelma menjadi manusia yang tidak menjadikan pola hidupnya berdasarkan ajaran agama Islam. Sementara bapak selalu dan terus menerus ber do’a seperti tersebut di atas, tentu upaya dengan do’a tidak sejalan. Do’a haruslah realistis sesuai kewajaran. Ekstrimnya tidak mungkin seorang menanam bibit jambu mendo’akan agar tumbuh nanti pohon apel. Do’a yang realistis adalah agar bibit jambu yang ditanam tumbuh subur dan berbuah lebat.